Sabtu, 02 November 2013



Tempat ini, aku selalu merindukannya sepanjang tahun, setiap liburan seperti ini aku menyempatkan singgah di rumah nenek karena menariknya di belakang Desa ada Hutan pinus yang selalu membius mataku.
Barisan pohon-pohon pinus yang cantik, udara sebersih embun dan hawa para peri yang kadang membuatku merinding. ibu selalu mengerti kalau aku menyukai tempat ini. aku senang berlama-lama di tempat seperti ini.
“Risaa… turun sebentar nak, ibu punya teh hangat dan semangkuk mie kesukaan mu.” Ibu mengusir lamunanku (lagi).
“iyaa bu… aku turun” aku berteriak sambil mengusap perut.
“oke, hari ini kau turun dalam waktu 3 menit.” Kata ibu sambil melihat jam kulitnya.
“hmmmm…” aku menggumam dengan mulut penuh mie.
“Risa..” suara ibu melembut sambil menatap ku.
“iya bu?…” sepertinya ada sesuatu pikirku.
“kau tahu sabtu malam kau genap berusia 17 tahun?”
“hmmm..” aku hanya mengangguk
Bagiku perayaan ulang tahun ke-17 tidak terlalu penting. aku hanya butuh doa dari orang-orang yang aku sayangi tidak perlu perayaan-perayaan besar, hadiah-hadiah mewah seperti kebanyakan remaja sepertiku karena menurutku itu hanya membuang-buang tenaga dan juga uang pastinya.
“saat seusiamu ibu sangat dilarang pergi ke hutan oleh nenek, katanya banyak roh-roh jahat di hutan ini.” Ibu bercerita sedikit.
“lalu..?” jawabku santai.
“ibu tau.. kau menyukai tempat ini tapi bisakah kau tidak naik ke hutan pinus sampai akhir minggu ini?”
“uhuk, huk..” aku tersedak, bagaimana mungkin sudah sebesar ini aku masih di larang pergi ke tempat yang ku sukai aku membatin.
Ibu segera mengambilkan ku segelas air putih kemudian menepuk-nepuk pundakku.
“setidaknya kau harus percaya kata ibu!” Ibu meninggalkan ku sendirian dimeja makan.
Aku berjalan pelan melalui kamar tidurku, berusaha berfikir cuek pada larangan ibu tadi. Sesampainya di kamar aku langsung merebah di tempat tidur mataku tertuju pada jendela kamar yang seperti lukisan hutan pinus tiga dimensi indah sekali.
“mana mungkin di hutan ini banyak roh-roh jahat?” Gumamku dalam hati, aku tambah penasaran. Tak lama malah aku tertidur pulas.
“Risaa..” suara itu lembut sekali seperti alunan angin di padang cemara.
“ya..” aku refleks menengok ke belakang, tidak ada siapa-siapa hanya aku dan puluhan pohon pinus berjejer mengelilingi danau.
Aku pun terbangun. Kulihat jam berdetak seimbang di dinding, sudah jam 6 sore pantas saja mimpiku aneh sekali, aku berjalan gontai ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di sini aku punya seorang teman namanya Tiar umurnya 15 tahun. Ibu bilang kami sepupu jauh. Tiar pernah bercerita bahwa di hutan pinus ini ada sebuah danau dengan pemandangan bak di surga. Sekali lagi, seperti dia sudah pernah ke surga saja. Selesai membersihkan diri aku berjalan santai ke arah meja makan dan sedikit terkejut dengan munculnya Tiar di sebelah kursi makanku.
“hai kak Risa ayo makan sama-sama.” Ajak bocah itu sambil tertawa kecil.
Aku mencoba tersenyum manis, segera duduk dan menyantap hidangan di meja makan ibu tidak melanjutkan lagi pembicaraan tadi siang tentang umurku dan roh-roh apalah itu aku kurang mengerti. Selesai makan aku dan Tiar pergi duduk-duduk di taman belakang.
“kak Risa ingat cerita tentang danau yang aku bicarakan waktu itu?” Tiar mencoba memulai pembicaraan.
“ingat, bagaimana kelanjutan ceritanya?” aku sedikit penasaran.
“kelanjutannya adalah, hari jumat aku akan menelusuri hutan pinus ini bersama kakak sepupuku Kris, apa kak Risa mau ikut?” nada bicaranya mulai berbisik seolah ini misi rahasia.
Aku diam dan berfikir sejenak teringat ucapan ibu tadi siang.
“boleh juga, baiklah aku ikut.” Aku menunjukkan senyum termanis.
“yeaahh..” dia memberikan high five dan segera ku sambut.
Kulihat lagi ransel ku “semua sudah selesai di pack, aku juga sudah dapat izin menginap di rumah Tiar malam ini walaupun dengan sedikit berbohong pada ibu dengan alasan akan pergi ke rumah Kris di Desa Sebelah.” Gumam ku dalam hati.
“kak Risa, kita harus segera tidur supaya besok pagi tidak kesiangan menembus hutan pinus.” Bisik Tiar dengan gayanya yang seperti agen mata-mata”
Aku mengangguk meledek
“hahaha…” kami tertawa keras lalu bergegas tidur.
“kalian berdua siap? Kita akan melewati puluhan pohon pinus di depan nanti.” Kata Kris yang bertingkah seperti leader kelompok pencinta alam.
“hmm..” Kami berdua mengangguk yakin.
Kris sebenarnya anggota Mapala di kampusnya tak heran ranselnya yang paling besar di antara kami bertiga. badannya yang tegap dan gagah membuatku percaya bahwa Kris bisa melindungiku dan Tiar apabila terjadi sesuatu yang tak kami inginkan.
Langkah pertama memasuki hutan kami melewati dua pohon pinus tua yang daunnya sudah terlihat jarang sungguh itu terlihat seperti gerbang bertuliskan “SELAMAT DATANG”. Jalan setapak yang tersamarkan oleh guguran daun-daun pohon pinus di tambah lembabnya struktur tanah membuat kami harus berhati hati agar tidak tergelincir. Tidak lama kami berjalan, dari kejauhan terdengar bunyi gemericik air.
“itu pasti aliran sungai” kata Kris yang berjalan di belakang kami.
“berarti kita sudah lumayan dekat dengan danau itu ya kak?” Tanya Tiar.
“Yap!!!” kami mempercepat langkah masing-masing dan sesampainya di sungai
“lebih baik kita beristirahat sejenak di sini” kata Kris sambil membasuh wajah nya dengan air sungai.
“oke” aku terduduk di bawah pohon pinus yang tinggi nya kurang lebih 25 meter.
“ah aku lelah sekali, kalian enak tenaganya banyak, aku kan masih kecil” Tiar lalu tumbang berbaring di tanah.
“hati hati kalau tiduran di sini bisa jadi banyak ular.” Kris mencoba menasihati Tiar
Aku melihat sekeliling, tanah ini indah sekali air sungainya begitu bening lembut turun ke kaki bukit, sejenak teringat ucapan ibu waktu itu.
“mana mungkin di sini ada roh jahat.” Batinku
Kris menghampiri ku perlahan duduk di smping kiri ku “kau tahu Risa? Mereka menyukaimu.”
“apa?” aku menoleh kaget.
Kris hanya tersenyum lalu berdiri “ayo kita lanjutkan perjalanan, hei Tiar!!! apa kau mau tidur di sini sampai malam? Cepat bangun!”
“aahh ka Kris…” tiar sedikit merengek
Kami berjalan menanjak di sebuah bukit yang berjejer pohon pinus tiba-tiba ada suara seperti aliran air dari atas bukit anehnya suara itu terasa semakin mendekat.
“apa itu suara air?” aku bertanya pada Kris.
“bukan, itu angin bersiaplah mereka akan melewatimu” katanya sambil cengengesan
“kreeesssss…” angin menabrak badan badan pohon pinus di sekelilingku, betul angin itu mendekat turun dari atas bukit dan melewati kami.
“hahaha itu asyik sekali” Tiar kegirangan.
“sekali lagi, mereka menyukaimu Risa” bisik Kris untuk kedua kali.
“sebenarnya apa maksudmu?” Tanyaku penasaran.
Lagi-lagi Kris hanya tersenyum lalu berjalan mendahuluiku.
“ini dia…” Kris mempersembahkan semangkuk air tawar raksasa berwarna hijau bening mengkilat di bawah binar sinar matahari,
Aku dengan nafas yang berlarian mencoba menenangkan diri melihat indahnya bayangan pohon-pohon pinus pada cermin tenang itu, sesekali angin menggoyahkan bayangan tanpa merusak cermin
Tiba-tiba ada angin berhembus dari ujung danau, dia melewati kami hawa angin ini terasa lain dingin dan sepi tapi aku tidak terlalu menghiraukan perasaan itu.
Lelah sekali rasanya perjalanan tadi aku merebah pada rumput hijau tak berbatu, Kris datang duduk di sampingku. Mataku terpejam, tempat ini tenang sekali terlalu malas untuk mulai menyapa Kris.
“Risa..” ada suara lembut menyapa ku
“ya..” aku terbangun dan membuka mata.
“kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu tinggallah lebih lama di sini kau bisa berimajinasi sepanjang malam dan berlari lari mengejar angin sepanjang terang. Bukankah itu menyenangkan?” dia dengan suara lembut dan beberapa yang lain tersenyum hangat di belakangnya
“ka..lian… siapa?” aku bertanya terbata.
“tidak ada roh jahat di sini Risa, kami hanya membantumu mendapatkan ketenangan, kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu tinggalah lebih lama!”
“a.. aku tidak bisa aku sudah berjanji pulang pada ibu.”
“ibu berbeda dengan mu Risa dia tidak mengerti, kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu Tinggalah lebih lama!” dia mulai menggenggam tanganku dengan jemarinya yang hangat, wanginya seperti hujan.
“kak Risa ayo pulang, besok ulang tahunmu” suara yang sangat ku kenal, “Tiar? Dimana dia?” aku mencari-cari.
“kau juga tidak begitu menyukai Tiar, kau suka tempat ini kan? Tinggalah lebih lama!” suara nya semakin berat.
“Risa jangan dengarkan dia!” Kris datang dari belakang memelukkku erat.
“kau suka tempat ini kan, tinggalah lebih lama!” tangan nya mencengkram kuat, suara nya semakin berat wajahnya menghitam, sebagian yang lain di belakang meneteskan air liur dari mulut mereka, yang lainnya lagi perutnya membuncit dengan wajah memerah.
Aku ketakutan setengah mati tapi dia mencengkram tanganku kuat sekali, ya tuhan aku harusnya mendengarkan nasihat ibu, aku ingin pulang.
“aku mau pulang, aku tidak suka kalian dan aku tidak mau tinggal!!” aku berteriak sekuat tenaga.
Mata ku terbuka, nafasku tersenggal dan keringat dingin mengucur membasahi pakaian ku,
“Kris..” aku memanggilnya dia masih terduduk di sampingku sama seperti saat aku terpejam.
“apa ku bilang mereka menyukaimu” kris menatap ku seadanya.
“Tiar ayo kita pulang sebentar lagi senja!” Kris berdiri lalu mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun.
“oke, lain kali kita ke sini lagi ya!” kata Tiar sambil berlari menghampiri kami.
Nafasku masih tersengal. Sedetik aku melihat kebelakang “tinggalah lebih lama!” mereka melambai memanggil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar