Sabtu, 02 November 2013



Hai,ini cerpen perdana! Memang ada sentuhan korea nya sedikit ^^ mungkin ada typo(kesalahan pengetikan) dan adegan-adegan yang kurang greget, mianhae(maaf).. Masih percobaan. Yang udah mampir, baca ya? Nah kalo udah baca, di comment dong. :) dimohon partisipasinya yaa– okeoke? Gomawo(makasih).
Don’t like? Don’t bash,please!
- Happy reading -
Aku suka sekali fotografi, sejak kecil aku hanya memikirkan bahwa nanti saat aku beranjak dewasa, aku ingin menjadi photografer yang handal. Mungkin bagi orang lain yang ada diposisiku akan berpikir bahwa harapanku terlalu mustahil, tapi biarlah.. Aku rasa aku tidak mempunyai waktu untuk mendengarkan mereka.
Lagipula aku akan berusaha sebisa mungkin untuk membuktikan pada eomma(ibuku) kalau aku memang berbakat. Walaupun aku tau itu tidak mudah,appa(ayahku) telah meninggalkan aku dan eomma sejak usiaku menginjak 4 tahun, dan eomma terus memaksaku untuk menjadi penerus dalam mengelola perusahaan satu-satunya sepeniggal appa. Tentu saja aku menolak. Aku tidak mau menyia-nyiakan impianku itu.
“song hyo won-a..!” teriakan JaeRi hampir membuatku tuli.
“mwo? Tak bisa kau kecilkan sedikit volume suaramu? Kau tau aku hampir tuli,tau!” jawabku setengah berteriak.
“andwe.. Bukankah kau memang sudah mengalami gangguan pendengaran sejak dulu?jadi apa kau bisa mendengar jika aku bicara pelan?” diapun tertawa setelah mengungkapkan ejekannya yang membuatku ingin melumatnya habis.
“aishh.. Kau ini. Sudah,cepat katakan,kenapa kau memanggilku?” jawabku kembali ke topik semula.
“oh ige, aku membawakanmu tiket ekslusif mini concert oppadeul yang hanya berlaku untuk orang-orang internal saja. Seperti aku ini! Yah,sebagai teman yang baik hati aku membelikanmu tiketnya. Aku tau kau sangat mengidolakan mereka. Jadi,berterima kasihlah padaku.” jelasnya panjang lebar dengan tangan berlipat didepan dada seolah membanggakan dirinya, namun cukup membuat senyum tersungging dibibirku dan mataku berbinar karena memang super junior adalah boyband yang sangat digemari banyak kaum yeoja, bahkan ada kaum namja juga yang mengikuti style mereka.
Tapi, bagiku suju adalah inspirasiku yang memberi semangat dan mengingatkan aku bahwa sekalipun aku tidak memiliki siapapun yang bisa mendengarkan aku dan tidak mempedulikanku namun aku masih bertahan karena setidaknya aku tidak hidup sendiri dalam dunia ini. Tercermin dari mereka yang menjunjung tinggi solidaritas dan kekeluargaan, kadang membuatku kembali menelan pil pahit untuk sadar bahwa tidak mungkin aku bisa merasakan kehangatan seperti itu. Apalagi dengan kondisiku yang sekarang jauh dari eomma. Tapi biar bagaimanapun itu pilihanku.
Aku bersyukur walau aku tertatih bahkan terpuruk sekalipun, masih ada JaeRi yang selalu menyediakan waktu, berbagi kebahagiaan, dan menjadi sandaran agar aku bisa bangkit dan menata ulang semuanya.
Yah, terkadang memang dia menyebalkan dan membuatku berpikir, apa ada yang salah dengan otakku sampai-sampai bisa punya sahabat seperti dia. Tapi, aku menyayanginya.
Dia bekerja sebagai make up artist untuk SM-entertainment. Aku juga tidak menyangka apa tidak salah mereka memilihnya. Tapi,tunggu saja sampai mereka melihat artistnya ditolak tampil hanya karena hasil pekerjaannya itu. Tapi,sepertinya tidak mungkin terjadi, bahkan sudah 1 tahun semenjak dia diterima sekarang malah honornya naik. Aku sering meminta info tentang suju padanya, tentang apa saja yang mereka lakukan, kemana saja mereka tampil off-air, kapan saja mini concertnya, dan yang paling penting bagaimana keadaan Kyu.
Karena dialah member pertama yang paling kuhafal,tidak tau kenapa.. Tapi setiap melihatnya atau bertatapan dengannya di beberapa kesempatan jantungku berdegup 3 kali lebih cepat, wajahku juga seperti dikompres air panas, dan tanganku selalu mengusap-usap tengkuk ku. Itulah kebiasaan kalau aku sedang gugup. Tapi, kenapa aku bersikap seperti itu padanya? Apa aku menyukainya? Tidak mungkin, aku pasti hanya mengidolakan dia saja. Ya, benar apalagi aku sudah tidak sendiri sekarang, walaupun aku tidak bisa memastikan perasaan ini, tapi waktu terus berjalan dan nantinya akan memberitahuku bahwa aku juga mempunyai rasa yang sama dengannya.
“Ya- kau mendengarkanku tidak?! Kau selalu seperti ini kalau aku membicarakan oppadeul. Aku tidak mengerti jalan pikiranmu” ucapnya sambil berlalu dari hadapanku menuju lemari es yang menyadarkanku dari lamunanku,mungkin.
“eoh, mian.. Aku tadi hanya berpikir betapa beruntungnya aku memiliki sahabat sepertimu. Bahkan rela mentraktirku tiket oppadeul dengan gajimu bulan ini. Aku tau itu tidak murah, mungkin menghabiskan setengah dari gajimu, tapi lain kali aku akan mentraktirmu makan sebagai ucapan terima kasih. Gomawo” jawabku tersenyum sambil duduk dimeja makan untuk mulai menyantap makan malam kali ini meski hanya mie ramen.
“ne? Aigoo aku tadi kan bilang padamu bahwa aku hanya membelikanmu bukan mentraktirmu. Apa perlu kusekolahkan kau lagi untuk bisa membedakan kata-kata itu? Tentu saja, kau harus menggantinya hyowon-ssi. Kau tau kan, uang sewa apartemen ini tinggal berapa. Urusan uang makan sehari-hari biar aku yang tanggung. Tapi kau menggantinya nanti saja,setelah kau ada uang” tutur JaeRi yang sempat membuatku tersedak ramen karena shock atas ucapannya.
“Ya- Ya- makanlah pelan-pelan. Apa kau sudah bosan hidup? Tidak lucu, jika headline Korean news besok memuat tentangmu yang mati karena tersedak ramen” jawabnya acuh.
“Jinjja.. Bukankah aku hanya meminta info padamu bukan memintamu membelikan tiketnya? Bulan lalu sudah aku yang membayar penuh uang sewa, uang sewa kan lebih mahal dari harga tiket oppamu itu. kau ini licik sekali JaeRi. Baiklah, aku akan menggantinya secepatnya.” ucapku melanjutkan menyuap ramen kembali sambil menatapnya dengan menyipitkan mataku menahan kesal. Dia itu selalu bertindak sesuka hatinya.
“omo, kenapa kau menatapku seperti itu? Aku ini tidak licik, hanya pandai memanfaatkan kesempatan.” jawabnya santai sambil berlalu meninggalkanku didapur sendirian untuk memikirkan bagaimana caranya membayar uang sewa bulan ini. Tidak mungkin aku mengembalikan tiket itu dan meminta uang pembayarannya kembali. Aishh itu memalukan, seperti orang susah saja, lagipula memang tiket bergaransi dan bisa ditukar lagi?! Aku rasa tidak, tapi Ahh, sudahlah aku sudah lelah. Sebaiknya kufikirkan besok saja.
Baru aku hendak memejamkan kelopak mataku, tiba-tiba ponselku berdering menandakan ada pesan masuk. Kubaca dan ternyata itu dari JooWon-ku.
To : uri yeppeo saeng
From : uri oppa
-annyeong, chagi-a. Apa kau sudah tidur?-
To : uri oppa
From : uri yeppeo saeng
-aniya. Mwoyeyo, oppa? Apa kau tidak bisa tidur?-
To : uri yeppeo saeng
From : uri oppa
-eoh, aku belum mengantuk. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu. Sepertinya hari ini aku lupa mengucapkannya saat kita bertemu tadi pagi. Mianhae-
To : uri oppa
From : uri yeppeo saeng
-jinjja? Apa itu oppa? Apa itu sesuatu yang penting? Apa yang terjadi? Apa kau sakit belakangan ini? Sepertinya wajahmu pucat sekali tadi pagi-
To : uri yeppeo saeng
From : uri oppa
-gwenchanayo. Kau tidak usah mengkhawatirkanku. Jaga saja kesehatanmu-
Belum sempat aku mengetik pesan balasan, dia mengirmiku pesan lagi. Aduh, tak bisakah dia bersabar. Handphoneku kan bukan touch screen yang bisa mengetik cepat. Tapi, ya sudah kubaca dulu pesannya.
To : uri yeppeo saeng
From : uri oppa
-chagi-a. “Saranghae”. :) . Itu yang lupa aku sampaikan padamu hari ini-
Aku hanya tersenyum kecil melihat tingkahnya seperti itu. Dia memang setiap hari mengucapkan itu padaku selama kurang lebih setengah tahun hubungan kami. Aku juga bingung apa dia tidak bosan mengucapkan kata yang sama berulang kali, bahkan sehari bisa lebih dari 3 kali. Meski aku tak pernah memulai, tapi aku menanggapinya. Cukup kuakui, dia tampan, dengan postur tubuh nya yang tinggi tegap, berkulit putih, dan rambutnya yang selalu menggunakan gel.
Ditambah lagi, latihan gym yang selalu dia lakukan diakhir hari kerja setiap 3 sampai 4 kali seminggu. Tentunya menghasilkan otot tubuhnya tercetak jelas terlebih saat kami berlibur di pantai. Aku sendiri cukup minder karena aku hanya seorang freelancer sedangkan dia ketua divisi art and photograph diperusahaan aku bekerja. Tapi, aku nyaman berada disisinya entah sebagai adik atau kekasih. Tapi, aku menikmati saat-saat bersamanya.
To : uri oppa
From : uri yeppeo saeng
-na do saranghae,yeobo-a. Sudah malam,sebaiknya kau pergi tidur dan jangan mimpikan aku. Karena aku pasti akan terbangun tengah malam dan merasa lapar karena aku merasa lelah kau memimpikanku terus. :) aku hanya bercanda.-
To : uri yeppeo saeng
From : uri oppa
-:D aku rasa aku tidak bisa berpaling melihat yang lain. Geureom, besok ku tunggu kau diruanganku. Begitu sampai, langsung temui aku. Chagi-a annyeong.”
Aku tak membalas pesannya yang terakhir. Aku pikir itu tak butuh balasan, tapi aku senang dia peduli dan sayang padaku. Tapi, untuk apa dia menyuruhku ke ruangannya? Dia dan aku selalu bertemu kalau sedang dikantor, kenapa aku harus datang menemuinya seperti karyawan yang akan mendapat surat peringatan? Hah,dia itu kadang membuatku menyimpan banyak pertanyaan, yang jawabannya tak pernah ia ucapkan dalam kata-kata tetapi diwujudkan dalam tindakan. Entahlah, apapun itu,aku harus fokus pada perencanaan membayar uang sewa bulan ini. Semua ini gara-gara nenek menyebalkan itu,siapa lagi kalau bukan Lee Jae Ri!
****************
“annyeong haseyo. Jwesonghamnida, aku terlambat 5 menit. apa ada yang bisa aku kerjakan?” ucapku,sambil membungkuk setelah aku memasuki ruangan JooWon. Yah, walaupun dia kekasihku. Tapi tetap saja ini kan dikantor, aku harus mematuhi prosedurnya. Walau terkadang itu membuatnya risih.
“chagi-a. Kau ini selalu bersikap seperti orang lain. Ini kan ruanganku, kau tak perlu terus berpura-pura. Aku ini kekasihmu, bukan atasanmu, saat kita berdua ada disini. Tak ada yang bisa menemuiku tanpa mengetuk pintu kan? Jadi,kau tak usah khawatir bila melanggar aturan. Kau ini, membuatku kesal saja. Sudah terlambat, juga perilakumu itu.” tuturnya sambil berdiri membelakangiku menikmati pemandangan seoul di pagi hari dari balik kaca dan kemudian berbalik menghadapku sambil memasukkan kedua tangannya disaku celana panjangnya. Dengan setelan kemeja warna silver tanpa jas yang senada dengan celananya membuatnya terlihat lebih tampan dengan posisi tubuhnya yang sekarang melangkah maju mendekatiku.
“ah, ne. Mian. Aku hanya.. ” belum selesai aku mengatakannya, menunduk dan mencari kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan tapi sejenak terhenti karena dia langsung memelukku, semakin lama semakin erat. Awalnya aku tidak merespon, tapi perlahan tapi pasti tanganku mulai bergerak melingkar ke atas bahunya. Aku mulai meresapi detik-detik berada dalam pelukannya saat ini, walau leherku terasa sesak karena aku mengenakan syal, tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin sebentar lagi saja seperti ini. Sebentar saja, sampai aku merasa tenang dan damai untuk mengumpulkan semua energiku untuk melaksanakan aktivitasku hari ini. Cukup lama kami hanya berpelukan dan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Aku bisa merasakan nafasnya ditelingaku dan sesaat kemudian dia membenamkan wajahnya dibahuku sambil tetap memelukku erat. Tak lama, aku bisa mendengar dia mengucapkan sesuatu dengan lirih hampir tak terdengar, tapi tidak mungkin, karena tak ada lagi jarak antara aku dengan dia saat ini.
“aku tidak tahan dengan sikapmu yang selalu berhati-hati dan takut menyalahi aturan itu. Sejauh inipun kau sudah menyalahi aturan dengan membuatku sebagai atasanmu seperti ini, yang tidak bisa menganggapmu sebagai staff biasa. Aku tidak mampu bersikap sebagai atasan yang profesional. Dimataku kau tetap chagiya ku. Bukan freelancer seperti yang lain. Apa kau tidak bisa melihat itu? Bukankah aku sudah memberitahumu setidaknya untuk saat ini? Sekarang, apa kau sudah mengerti?” tanyanya serak dan sedikit bergetar, kurasa dia menahan sesuatu dan sekarang sudah dia utarakan. Aku merasa nafasnya semakin berat. Akupun dengan cepat mengatakan.
“jeongmal mianhae,yeobo-a. Aku tidak tau kau sesedih ini karena sikapku. Aku.. Aku.. Aku akan melakukan apa saja untuk melihatmu tersenyum.” jawabku jujur dan tulus. Karena memang aku menyukai senyumannya, sangat hangat dan seolah mengatakan ‘lihat,aku disini dan percayalah semua akan baik-baik saja’. Aku tidak tau bagaimana kehidupanku jika tidak bertemu dengannya sampai saat ini.
“sikapmu yang seperti itu hanya membuatku merasa gagal membuatmu sadar bahwa aku ini yeobomu dan hanya menginginkanmu untuk menjadi yeojachinguku.” ucapnya lembut seraya melepas pelukkannya dan menatapku dalam sambil memegang kedua pipiku dan perlahan wajahnya mendekat, lebih dekat, semakin dekat sampai akhirnya dia menciumku lembut beberapa kali dan memiringkan kepalanya berharap aku merespon. Ya, aku merasa ciumannya ini bukan bersifat negatif tapi lebih kepada dia ingin memberitahuku bahwa aku begitu berharga baginya. Dan dia ingin agar dia bahagia karena melihat aku bahagia bersamanya. Aku melingkarkan lenganku ke sekeliling lehernya, begitu juga dia. Lengannya juga memeluk pinggangku,mungkin menjaga agar aku tidak jauh darinya. Inilah saat dimana aku merasa aku masih memiliki harapan untuk melanjutkan segala sesuatu dan membuat semuanya lebih baik.
JooWon menghentikan aktivitasnya dan kembali menatapku. Namun kali ini berbeda, terpancar secercah rasa bahagia di matanya dan kemudian dengan cepat dia mencium keningku.
“saranghae” ucapnya lagi-lagi tapi aku hanya membalasnya dengan “gomawo” sambil tersenyum dan diapun ikut tersenyum. Dengan posisi lenganku masih dilehernya dan lengannya masih dipinggangku dia bertanya mengapa aku berterima kasih.
“untuk semuanya.. ” jawabku sekenanya. Lalu dengan sigap dia mengambil jas disandaran kursinya dan menggandeng tanganku meninggalkan ruangannya sambil berkata
“kalau begitu,kau harus traktirku hari ini.”
“mwo??” sontak aku terkejut.
“ya, lagipula ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Karena diruanganku tadi kau sudah merusak moodku,jadi sebaiknya kita ganti suasana dan bicarakan di tempat lain yang tidak ada aturan dan prosedur” tuturnya sambil tersenyum lalu memberitahu sekretarisnya bahwa ia akan keluar dan bila ada client disuruh menemuinya di lain waktu saja atau bila ada rapat di pending saja, karena hari ini dia tidak mau diganggu. Aku hanya tersenyum malu-malu sambil mengikutinya membawaku entah kemana. Tak lama, mobil hitam mini dengan aksen uniknya sudah meluncur mengantar kami menuju suatu tempat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar