Sabtu, 02 November 2013

cerpen cinta – taruhan cinta

cerpen cinta – taruhan cinta
cerpen cinta remaja - taruhan cinta revina
cerpen cinta remaja – taruhan cinta revina
SMP Aryapati memiliki dua gerbang pintu masuk. Satu di timur dan satu di barat. Di sebelah barat gerbang barat terdapat taman kecil berupa sepetak tanah berumput dikelilingi bunga-bunga. Bunga-bunga dan taman itu dinaungi tiga dikotil besar berupa pohon asem yang besar, tinggi, berusia puluhan tahun dan berdaun rindang. Autotrof itu tengah menyerap karbondiaksida dan mengubahnya menjadi oksigen. Menebarkan kesejukan ke segala yang ada di sekitarnya, termasuk ke bawahnya di mana tiga cewek sedang duduk.
Trio cewek itu duduk lesehan beralaskan tikar. Mereka adalah RevinaWika dan Silvia. Mereka duduk melingkar. Wika memegang daftar siswa 8E dan polpen. Dia mencoreti siswa yang perempuan lalu siswa laki-lki yang setahunya sudah punya pacar. Silvia menngingat-ingat teman basketnya yang cowokdan belum punya pacar. Semua itu mereka lakukan demisi putri cinta yang lagi galau menunggu pangeran. Sedang si putri sendiri asyik melamun membayangkan arjunanya datang. Biar hati ini kembali utuh dan belahan jiwanya lengkap katanya.
“ Nih.” Wika menyerahkan daftar cowok-cowok yang tersisa.
“ Ini juga.” Silvia menyerahkan daftarnya juga.
Revina menerima lalu membacanya,” Ini Candra, Aji, Lukman, Bara, Rizky, Yosef. Ini aja?”
“ Luthfi juga.” Tambah Wika.
“ Bukannya Luthfi cowokmu?”
“ Bukan..! Kami nggak ada hubungan apa-apa. Cuma temen biasa.”
“ Tapi akhir-akhir ini kalian sering jalan bareng?”
“ Cuma buat bantuin dia ngeblog.”
“ Oh.”
Revina kembali memandangi daftarnya. Candra itu medok dan alay. Gak deh. Aji  suka makan sampe badannya segede sumo. Lukman sukanya ngoleksi batu akik dan majalah posmo. Bara suka rege dan modifikasi vespa. Suaranya ugh… bikin teliga mau robek. Luthfi culun amat dan kuper. Nggak ada yang pas.
“ Kita cari yang lain aja.” Simpul Revina.
“ Kalian masih di sini rupanya?”
Revina berbalik mencari sumber suara. Wika dan Silvia mendongak melihat siapa itu. Mereka menemukan sumber itu satu diikuti segerombolan cowok dan cewek. Lima cewek dan lima cowok. Yang cewek bersilang dada semua. Aristokrat ini. Kayaknya mau bikin gara-gara baru.
“ Kalian ngapain masih di sini?” tanya Revina keras. Teman-temannya mulai bersiaga. Mereka berdiri biar sama tinggi.
“ Terserah kami. Mau apa di sini urusan kami.” Tukas Runa.
“ Kalo gitu pergi aja sana! Nggak usah ngurusin kami!” Usir Silvia.
“ Ntar dulu. Kami mau tahu kalian lagi ngapain.”
Runa memperhatikan mereka. Dia memandang satu persatu dari atas ke bawah. Trio Via risih diliatin gitu. Emang kita apaan? Mata Runa menangkap sesuatu di dekat kaki Revina. Kertas kuning bercoret-coret. Ia segera mengambilnya.
“ Hei! Balikin!” seru Revina. Tangannya memegang kertas kuning daftar siswa itu.
“ Plak!” tangan kiri Runa memukul lengan Runa sehingga pegangan Revina terlepas. Revina mengaduh pelan.
Runa membaca kertas itu. Dia menunjukkannya kepada Fifi dan teman-temannya. Mereka melihat dan berdiskusi sebentar saling berbisik.
“ Kamu lagi nyari cowok ya Vin?” tanya Runa terkekeh.
“ Bukan urusanmu!”
“ Berarti bener kamu belum dapat cowok. Berarti kamu nggak laku! Dasar cewek murahan!”
Ucapan itu sangat telak menusuk hati Revina. Spontan ia menjawab,” emang apa urusanmu, dasar cewek rusuh! Sukanya usil sama urusan orang!”
“ Terserah aku. mulut-mulutku sendiri.”
“ Makanya jadi cewek jangan asal nuduh. Dulu kamu bilang aku cewek murahan sekarang siapa yang nggak punya cowok? Itu berarti kamu tuh nggak berharga. Diobral aja nggak laku. Digratisin aja nggak bakal ada yang ngambil.”
“ Laku tuh nggak harus sekarang, nanti juga bisa.” Bantah Wika membela Revina.
“ Iya. Laku tuh nanti pas nikah. Pasti ada cowok yang mau sama Revina, tapi nggak bakalan ada yang mau sama kamu.”
“ Oh, ya? Emang kamu tau masa depan? Apa kamu bisa ngeramal? Emang kamu eyang subur? Nanti y nanti. Sekarang ya sekarang. Tul kan sayang?” Runa menoleh pada cowoknya. Cowoknya mengangguk tersenyum pada mulut cabe itu.
“ Oke! Aku bakalan buktiin seminggu lagi aku bakalan punya cowok. Kita tes siapa yang laku!” tandas Revina.
“ Okeh!  Kita taruhan! Kalau kau dapat cowok aku bakalan jadi pelayan apelmu. Tapi kalau kau nggak dapat kau mau apa?”
“ Aku bakalan bayarin apelmu!”
“ Deal! minggu depan hari Jum’at kita tunggu di Patria park jam 3 sore!  Awas jangan lari, kau!” malam sabtu adalah malam kosong karena sabtu Cuma diisi ekskul.
“ Siapa takut! Kau yang bakalan jatuh!”
Runa berbalik meninggalkan ketiga cewek itu. Gerombolannya mengikutinya. Tinggal Revina berdiri dengan keras memandangi geng itu dengan kesal. Matanya merah menahan air mata. Wika dan Silvia terpana melihat cewek itu. Prihatin.
Di rumah Revina ketiga cewek itu segera duduk di sofa di ruang tengah. Wika segera megingatkan Revina.
“ Kau baru saja melakukan kesalahan, Na.”
“ Habis mau gimana lagi? Aku sebel sama mereka. Sebel. Kesel. Marah. Benci. Semuanya. Aku pingin mereka cepet-cepet pergi sebelum aku tambah bete. Pokoknya mereka harus cepet pergi.” Air mata Revina mengalir menuruni pipinya yang putih.
Wika memeluk sahabatnya itu menghiburnya mengelus-elus punggungnya. Sejak kehilangan Johan Revina kehilangan kedewasaan, sisi tenang dan kelamenya. Sekarang dia jadi emosional dan uring-uringan. Putri ini kehilangan soulmate sampai segini galau dan parah. Makanya harus cepet dicariin gantinya.
“ Jadi gimana, Wik? Kamu mau kan bantuin aku?”
Wika tak berkata apa-apa. Hanya mengangguk.
Besoknya Revina berangkat sekolah seperti biasa, tapi kali ini dia memakai  jaket biru baseball yang dulu dia pakai waktu mengejar Johan. Dia kembali menyapa dan ramah. Dia terbuka. Sebagian teman-teman terpana tapi nggak terlalu heboh. Geng Aristokrat mencibirnya tapi dia nggak peduli.
Revina kembali menyapa teman-teman baru yang dia dapatkan. Dia kembali bercanda sama mereka dan ngobrol. Dia main ke rumah mereka mencari kenalan baru. Alasannya biar nambah teman. Teman-temannya paham saja.
Di facebook Revina banyak-banyak upload fotonya. Ada yang narsis, natural, smart dan sebagainya. Tapi kalo yang seksi nggak bakalan. Dia banyak update status nasehat dan motivasi biarpun dia sendiri tertatih, belum tegak.  Dia banyak membaca status teman-teman, memberi like, komentar, chatting dan sebagainya.
“ Gimana, Wik?”
“ Bagus. Dengan cara begitu bkalan banyak yang suka sama kamu. Tapi jangan sampe kamu bilang kalo kamu butuh cowok, kesepian, galau atau butuh cinta lo ya?”
“ Ya iyalah. Aku nggak mau jadi cewek murahan dan centil kayak si mulut cabe tuh.”
Wika ketawa. Sekarang ada julukan baru buat si Runa itu. Mulut cabe. Kayaknya pas buat dia yang suka ngomong pedas dan sirik sama orang.
“ Teman-teman bloggermu gimana, Wik?” tanya Revina.
“ Belum ada jawaban.”
“ Kamu mau diiklanin besar-besaran? Malu tau!”
“ Iya ya? Sori.”
Besoknya Revina main ke perpustakaan kutub. Di sana dia membaca-baca novel, cerpen, komik dan majalah. Sebenernya Cuma topeng sih. Niat sebenernya ngecengin cowok. Cari ada nggak ya cakep? Kalo ada tinggal nungguin. Moga-moga ada yang mampir. Pokoknya jangan sampe nyamperin.
Setiap hari Revina ke perpustakaan biarpun cuma 1 jam. Setelah itu dia main ke rumah temen. Dia juga nonton Silvia latihan. Fesbukan tetep. Sms-an juga jalan. Semuanya diatur biar kebagian semua. Ia juga tetep belajar. Pake makeup juga ditambah tapi yang natural.
Revina samapi bela-belain sholat tahajud juga. Nggak tanggung-tanggung. Dia sholat 8 rokaat dan witir 3 rokaat. Persis shalat tarawih. Bedanya sekarang lagi nggak bulan puasa. Setelah itu dia berdoa.
“ Ya Alloh, please temuin aku sama jodohku Ya Alloh! Ya Alloh please, cariin aku cowok. Cepet temuin biar aku menang Ya Alloh. Biar Aku nggak diledekin lagi. Biar aku bisa nemuin tamatan hatiku, punya pelindung dari orang-orang yang sirik sama aku ya Alloh. Amiin..”
“ Kamu sudah milih siapa?” tanya Wika.
“ Udah. Aku milih Fahmi.” Jawab Revina.
Fahmi adalah cowok yang ketemu sama Revina di perpustakaan kutub. Mereka tukar-tukaran nomer HP lalu sms-an. Fahmi dari SMP Melati. Dia kelas 8 juga.
“ Udah janjian ketemu?”
“ Udah. Nanti sore jam 3 di Patria Park.”
“ Baguslah. Aku juga sudah bawa duit. Semoga duit ini nggak kepake.” Kata Wika.
“ Buat apa itu?”
“ Jaga-jaga aja. Kita kan harus antisipasi apa-apa kan? Rencana cadangan gitu.”
Biarpun  nggak begitu setuju Revina mengiyakan juga.
Sorenya trio via berkumpul di patria park. Mereka duduk di pembatas jalan setapak di dalam taman setinggi 30 cm. Mereka nungguin Fahmi, cowok baru yang dijanjiin sama Revina.
Geng Aristokrat juga datang ke tempat pertemuan. Mereka semua lengkap. Runa, fifi, Helga, Maria, Wulan beserta cowok-cowok mereka.
Antara kedua grup itu ada satu tiang lampu. Di tiang itu tergantung jam mekanik. Jarum jamnya menunjukkan pukul 03.00. kedua grup itu saling berhadapan.
“ Gimana? Udah dapat belum?” tanya Runa.
“ Udah.”
“ Mana? Kok nggak keliatan?”
“ Masih otw. Tunggu aja.”
Mereka menunggu dalam kelompok masing-masing.  Geng Aristokrat membicarakan rencana ke mana mereka main malam ini. mereka mau ke kafe ini itu, makan, karaokean dan lain-lain. Trio Via harap-harap cemas nungguin cowok dari SMP Melati itu. Beberapa kali Revina memandang jam buat mastiin waktunya masih panjang dan cowok itu sempat datang.
Pukul 03.31. Revina berjalan mondar-mandir. Dia melihat terus ke ujung jalan berharap sosok cowok seperti Adi ms itu muncul biarpun kabur. Nanti kalo mendekat kan jadi jelas?
Dia melihat jam. Dia mengirim sms ke nomor Fahmi. Belum ada balasan juga. Dia telpon. Nggak diangkat-angkat. Padahal ringtonenya kedengaran.
“ Mana nih? Jadi nggak?” tanya runa Berang.
“ Iya bentar. Aku juga nungguin nih.”
“ Jangan-jangan nggak ada?”
“ Iya. Jangan-jangan nggak ada.” Sahut yang lain ikut-ikutan.
“ Ada. Nih nomernya.” Revina menunjukkan nomer hp di layar hp-nya.
“ Terus kenapa nggak muncul-muncul juga?”
“ Paling aja rumahnya jauh jadi butuh waktu lama.”
“ Oke. Kita kasih waktu sampe jam 4. Kalo sampe jam segitu nggak keliatan berarti kau kalah. Kalau harus bayarin kita semua!”
“ Gila kau ya? Kalian 10 orang dan tiap orang mau makan banyak.”
“ Okeh. Aku aja.”
“ Deal!”
Mereka kembali ke kelompok dan ngobrol masing-masing.
“ Optimis, fren. Biasanya tokoh utama itu muncul belakangan kayak film-film holywood itu lo. Setelah melewati banyak hambatan nanti pangerannya muncul. Cinderella kan kayak gitu juga.” Hibur Wika memberi semangat.
“ Makasih, Wik. You’re my best friend. And you too, Silvia.”
03.55.
“ Udah! Nyerah aja! Buang-buang waktu tau nggak?” ujar Maria.
“ Iya nih. Kita-kita mau shoping nih. Jadi harus nungguin kalian. Boring tau!” tambah Wulan.
“ Ntar dulu. Waktunya belum habis kan? Tuh.” Revina nunjuk jarum jam. Jarum anjangnya mulai meninggalkan angka 11.
“ Buat apa? Percuma! Percuma! Nggak akan ada yang berubah. Mau nungguin apa lagi? Nggak akan ada cowok yang datengin kau, cewek nggak laku!” tukas Maria.
Mata Revina menyipit memandang Maria tajam. Kalo aja di cyclop di x-man udahdia bakar tuh cewek.
“ Udah! Udah! Kenapa kalian yang panik, girls? Harusnya mereka yang panik. Kita sih tenang aja. Udah pasti kita yang menang.”
Wika yang dari tadi duduk berpikir. Biasanya setelah melewati titik klimaks ada penyelesaian. Setelah malam paling gelap fajar muncul. Kebaikan selalu menang melawan kejahatan. Apapun selalu gitu. Apapun cerita harus happy ending biar menginspirasi. Makanya dia terus berharap dan optimis pangeran cahaya itu datang walau berjalan kaki.
03.47. teman-teman Runa punya ide bagus. Mereka berdiri berjajar menyanyikan lagu yang pas. Lagunya wali band.
“ Nggak laku-laku .. o ooo.. nggak laku-laku …o ooo … nggak laku-laku …” sorak mereka.
Revina menggigit bibirnya bertahan agar airmatanya tak tumpah, agar kesabarannya tak pecah.dia putuskan menjauh lalu duduk menutup telinganya. Dia pejamkan matanya berdoa.
“Ya Alloh please datangkan Fahmi ya Alloh! Engkau kan maha mendengar ya Alloh? Engkau maha adil, maha bijaksana, maha bijaksana. Engkau mengharamkan dirimu kezhaliman, jadi kau tak pernah mendzolimi hamab-Mu.
Engkau turun di pertiga malam terakhir. Engkau bilang kau pasti mengabulkan doa hambamu di malam itu. Aku minta kepadamu Ya Alloh. Please, datangkan Fahmi Ya Alloh!”
“ Fahmi, kamu di mana? Kamu ke mana? Kok nggak bilang-bilang? Kamu bilang tadi pagi kalo kamu bisa, kenapa sekarang nggak muncul juga?
Fahmi, please. Datanglah. Bawalah cahaya. Selamatkan Aku dri kegelapan ini. dari kegelapan penantian tanpa pasti, dari cewek-cewek angkuh ini, dari kegelapan kehidupan tanpa cinta! Please, Fahmi penuhin janjimu! Selametin aku!”
“ 10 ..9 .. 8 ..” hitung teman-teman Runa penuh semangat.
“ 7 .. 6… 5 ..”
Revina memejamkan mata mengharapkan mendengarkan suara cowok yang menahan mereka. Lalu suara cowok memaggilnya, datang kepadanya. Kalau saat itu datang dia akan peluk Fahmi sekarang juga.
“ 4 .. 3 .. 2 ..”
Atau ingin mengulangi membatalkan semua ini. tak membiarkan semua tak terjadi. Atau melompati sekalian satu saat ini.
“ 1!” teriak cowok-cowok dan cewek. Hanya Runa yang bersilang dada tenang.
“ Thok! Teng! Teng! Teng!” jarum jam mengetuk titik 12. Lonceng bergema dari menara jam di pojok jalan di luar Patria park menerbangkan burung-burung merpati.
Jarum jam yang mengetuk itu, menusuk hati Revina, menumpahkan air mata. Jarum itu melesat menarik semua harapan. Pergi bersama waktu menyita angan-angan indah. Menyeret cahaya menurunkan tirai kegelapan memebuat kehidupan terasa gelap hitam pekat. Terbayang lembah luas tapi gelap. Sebuah nisan terlihat di ujung lembah.
“ Nah, bener kan? Apa kubilang?” ujar Runa bersuara.
“ Akhirnya sekarang kenyataan membelaku.” Syukur Runa bangga.
Wika melihat Revina duduk menunduk bertutupkan lutut dan lengan bersilangan, segera mengambil alih.
“ Kamu udah menang kan? Udah puas? Sekarang pergi!” usir Wika.
“ Bayar dulu taruhanku!” ujar Runa.
“ Nih.” Wika mengulurkan uang selembar sepuluh ribuan.
“ Segini? Mana cukup?”
“ Nih!” Wika menambahi selembar lagi.
“ Kafe mana yang nerima kayak gini?”
“ Urusanmu! Kamu dulu kan nggak bilang berapa uangnya?”
Runa mennggigit gigi-giginya. Mulutnya terkatup rapat. Cuma sama cewek ini dia kalah.
“ Okeh! Tunggu lain kali! Kau berikutnya, Wika!” Runa pergi bersama teman-temannya.
Wika duduk di samping Revina, merangkulnya lalu mengelus-elusnya.
“ Sudah. Mereka sudah pergi jauh.” Kata Wika. Revina tak bersuara.
“ Sabar, ya?”
“ Kenapa? “ akhirnya Revina bersuara. Suaranya serak.
“ Kenapa doaku nggak dikabulin? Kenapa aku nggak boleh menang? Apa aku nggak boleh ngerasain indahnya cinta lagi? Apa aku harus terus menderita begini?” protesnya.
Wika dan Silvia tak bis berkata apa-apa. Mereka cuma bisa diam mengelus-elus putri cinta itu. Mereka terus mendampingi cewek itu sampai agak tenang. Setelah itu mereka mengajaknya jalan-jalan dan makan-makan untuk menyembuhkan kesedihan hatinya.
HP Revina dibawa Wika biar tak mengingatkan ama kejadian tadi dan Fahmi  yang nggak datang. Dia silent juga biar Revina nggak dengar. Termasuk dia simpan dulu pesan masuk dari Fahmi yang baru datang.
“ Maaf, aku belajar kelompok. Ada tugas mendadak.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar