Sabtu, 02 November 2013



Dompet merah ini kutemukan di jalanan di depan kios sayurku. Aku memperhatikan dompet merah ini lekat-lekat. Dompet ini warnanya benar-benar merah seperti… Darah!
Hii… aku bergidik. Apakah warna merah ini di cat dengan warna merah darah? Aku pun penasaran. Aku cium dompet itu. Kalau memang bau anyir pasti darah. Setelah kucium, ternyata benar! Baunya anyir. Tidak salah lagi ini adalah darah!
Aku menunggu kios ku sambil bengong. Dari pagi, tidak ada pembeli. Aku terus kepikiran tentang dompet merah itu.
“Lin, dari tadi ibu tuh heran, itu dompet siapa sih?” tanya ibu sambil mengusir lalat yang menempel di sayuran.
“Aku temukan di jalan, bu.” ucapku.
Ibu memperhatikan dompet itu. Alis matanya saling bertaut. “Mendingan kamu buang aja deh dompet itu. Warna merahnya seram.” ucap ibu. Hii… aku kembali bergidik.
Tapi, biarpun penakut aku ini orangnya penasaran. Aku tidak membuang dompet itu.
Hari ini, lagi-lagi kios sepi. Aku keluar dari kios dan duduk di bangku kayu sudut pasar. Tempat paling sepi di pasar ini.
Tiba-tiba seorang kakek pucat lewat. Ia tampak kaget melihat dompet itu. “Dik. Ini dompet saya. Adik temukan dimana?” tanya kakek itu.
“Di jalanan kek. Kalau ini punya kakek, ambil saja.” aku menyerahkan dompet itu. Kakek itu duduk di sebelahku. Bau kakek ini anyir, sama seperti dompet itu. Aku sedikit memberi jarak pada kakek itu.
“Adik kebauan ya? Maaf ya, kakek ini tukang ikan. Jadi bau amis.” ucap kakek itu. Aku lega. Mungkin bau dompet itu karena terlalu sering berhubungan dengan ikan.
“Dik, untuk berterima kasih. Ambil saja uang ini.” kakek itu menyerahkan uang 50 ribuan. Aku senang bukan kepalang. Aku menerima uang itu. Kakek itu masuk ke dalam lorong yang gelap dan becek. Ada sebuah palang yang tertulis kata “Kencana” di pinggir lorong sempit itu. Tapi, aku tidak peduli. Aku langsung pergi ke tukang mainan.
“Eh, gila lu! Boneka itu harganya 45.000 tau! Apa-apaan dibayar make kertas kuning lusuh begini. Ngeledek gua lo?” marah si penjual toko. Aku menjatuhkan boneka yang sedang ku peluk. Kuraih kertas itu. Tertulis:
Dompet ini milik Abu Louis, pembunuh ganas pada tahun 1938. Konon, Abu menjadi penjahat karena menyukai darah. Semua barangnya ia cat dengan darah orang yang diburunya. Ia meninggal di umur 70 tahun dan dikuburkan di TPU Kencana.
Aku tersentak. Angin bertiup. Samar-samar tercium bau darah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar