Sabtu, 02 November 2013



Perkenalkan, namaku Viona, umur ku mau beranjak 17 tahun. Aku terlahir di dalam keluarga yang cukup kaya dan terpandang, sehingga orang tuaku disegani hampir semua orang. Menurutku materi itu gak penting karena yang terpenting bagiku aku punya keluarga yang sangat super perhatian dan menyayangiku. Papa seorang manager di perusahaan advertising, sedangkan mama bekerja sebagai designer sekaligus pemilik butik yang terletak di tengah pusat kota Bandung. Meskipun kehidupan aku begitu, tetapi aku gak pernah sombong kok, toh aku bisa punya banyak teman yang sayang sama aku. Aku bungsu dari 2 bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak cowok yang sangat menyayangiku & selalu membantu aku kalau aku lagi ada masalah. Sehingga aku sering banget curhat dengannya. Sebut saja namanya Alvian, aku memanggilnya dengan sebutan kak Vian.
Hari ini tepat tepat tanggal 4 November yang merupakan tanggal lahir aku yang memasuki umur 17 tahun. Banyak banget teman-temanku yang mengucapkan selamat padaku melalui sms, twitter, fb, email. Akupun membalas sms, tweet, serta wall mereka dengan mengucapkan terima kasih.
Pagi ini merupakan pagi yang sangat istimewa bagiku. Kenapa tidak? Keluargaku memberi surprise tadi malam tepatnya pukul 00.00 WIB. Papa membelikan aku sebuah mobil yang dari dulu sudah aku dambakan, karena umurku di bawah 17 tahun, akhirnya papa pun menunda keinginan aku itu. Tapi akhirnya kini papa malah membelinya buat aku. Sedangkan mama membuatkan aku sebuah gaun berwarna biru muda yang akan aku kenakan di malam pesta ulang tahunku nanti. Tetapi aku heran dengan kak Vian, “kenapa dia gak ada memberiku kado ya?”, pikirku. Biasanya dia yang paling banyak memberikanku hadiah.
“Kak, kado kakak mana? kok gak ada sih?” kataku dengan raut wajah cemberut.
“Kakak bingung dek mau ngasih kamu apa”, jawabnya.
“Loh, kok gitu?”.
“Kamu pikir aja sendiri, semua barang yang kamu inginkan sudah kamu miliki semua”.
“Hmm.. iya juga sih kak. Tapi Vion gak mau tahu, kakak harus ngasih kado ke Vion, apapun kadonya itu!”.
“Aduuh, bawel amat sih. Iya.. iya.. ntar kakak kasih deh?”.
“Hehe gitu dong kak?”.
Papa dan mama tertawa kecil melihat kelakuan kami pagi itu.
“Ya udah, kalian pergi sana! ntar telat loh”, perintah mama.
“Iya ma”, jawab aku dan kak Vian serempak.
Setelah sarapan selesai akupun pergi sekolah sedangkan kak Vian berangkat kuliah. Maunya sih aku membawa mobil baruku ke sekolah, tetapi karena belum punya SIM, jadinya papa gak mengizini. Kebetulan sekolahku dan kampus kak Vian searah, jadi kamipun selalu berangkat bersama dengan menaiki mobil sport berwarna merah milik kak Vian. Sesampai di sekolah, aku langsung di sambut oleh teman-teman sekelasku.
“SELAMAT ULANG TAHUN VIONA”.
Ucapan itu lah yang aku dengar di depan pintu kelas. Mereka memeluk & akupun kembali memeluk mereka.
Ketika bell istirahat berbunyi, akupun langsung ke mading untuk menempelkan suatu undangan ultahku buat nanti malam. Sehingga banyak anak-anak yang mengantri membacanya. Seorang anak menghampiriku dari belakang.
“Hey, ntar malam ada party ya di rumah lo?”, tanyanya.
“Iya, lo datang ya!”.
“Ok, gak mungkin aku gak datang, sayang banget kayaknya kalau aku menyia-nyiakan party lo. Pasti ntar malam kamu itu cantik banget deh”, pujinya.
“Ah, kamu ini pintar banget gombalnya”, jawabku malu.
“Oh iya boleh minta nomor HP kamu gak? Buat ntar malam aku nanya alamatnya dimana”.
“Oh boleh kok, sini HP kamu”, akupun langsung menekan keypad yang merupakan nomorku.
“Hehe makasih, aku masuk kelas dulu ya”, ucap cowok itu.
Kali ini aku sangat senang, karena jarang banget cowok itu mengajak aku ngobrol dan yang paling membuat aku senang ketika dia minta nomor HP ku. Cowok itu merupakan gebetanku dari aku mulai masuk ke sekolah ini, sebut saja ketika aku waktu duduk di kelas X dan sekarang aku sudah di kelas XII. Gak lebih sudah 3 tahun juga aku mengaguminya.
Singkat cerita partyku pun tiba. Aku kelihatan cantik banget dengan mengenakan gaun buatan mamaku sendiri. Pokoknya kalah deh Cinderella. Tamu undanganpun sudah ramai di taman belakang rumahku yang sangatlah luas itu. Karena aku menginginkan suasana yang romantis, maka akupun minta sama papa dan mama agar partyku ini di buat di taman dengan sebuah kolam renang beserta lilin-lilin yang mengelilingi menghiasi pinggiran kolam itu yang semakin membuat suasana lebih romantis.
“Well, thank you very much karena kalian udah mau datang ke partyku ini. Tanpa kalian semua, partyku ini gak berarti apa-apa”, ucapku untuk membuka acara.
Tetapi hatiku merasa ada yang ganjil. Kenapa dari tadi aku gak ada lihat Rafa? (cowok yang tadi siang menghampiriku. Aku pun merasa dia gak bakalan datang, karena malam ini kan satnight, pasti dia ngedate sama pacarnya lah. Tapi gak mungkin, setahu aku Rafa itu anaknya disiplin banget, gak mungkin kalau dia ngingkari janjinya. Ketika aku melihat ke arah ujung pintu gerbang, aku melihat sesosok cowok yang mengenakan sweater yang didalamnya dilapisi kaos berwarna putih dan menggunakan sepatu cats. Dia tampak lebih keren.
“Wow.. ternyata kamu datang juga ya”, kata gue senang.
“Iya dong, gak mungkinlah aku ingkar janji ke kamu”.
“Thank’s before ya udah mau datang kesini. Tapi kamu kok gak ada ngehubungi aku buat nanya alamat?”.
“Sama-sama. Hmm.. sebenarnya soal nomor HP itu, aku cuma alasan aja agar aku bisa dapati nomor kamu. Lagian aku tahu kok kalau rumah kamu disini, siapa sih yang gak tahu rumah kamu, ya kan?”.
“Ha! Alasan? Ada-ada aja kamu”.
“Hehe… benerkan aku bilang, kalau kamu itu cantik banget malam ini”.
“Makasih? kamu juga keren banget Raf”.
“Waw, makasih juga deh. Nih kado buat kamu, ambil!”.
“Wadow gede banget kadonya, jadi penasaran ini isinya apa”.
“Eits entar dulu! buka nya nanti aja ya, abis partynya selesai”.
“Ok lah, thank’s banget ya Rafa”.
Tiba-tiba suara drum mengagetkan aku dan Rafa, sehingga aku dan Rafa terkejut dan menuju ke arah bunyi drum itu.
Ternyata bandnya kak Vian mempersembahkan lagu kesukaan aku, yaitu “JUST THE WAY YOU ARE’nya BRUNO MARS” yang diaransemen lagi oleh mereka. Setelah selesai memainkan lagu itu, kak Vian menghampiriku & mengucapkan:
“happy birthday adikku tersayang”.
“Kakak, makasih ucapan & lagunya tadi”, akupun langsung memeluknya.
“Lagu tadi kakak mainkan spesial buat kamu”.
“Ohh, so sweet, Vion gak bakalan lupain kado terindah ini kak”.
Acarapun semakin meriah dengan adanya band kak Vian. Di tengah-tengah acara, saat tamu undangan menikmati hidangan yang telah disediakan, tiba-tiba Rafa menarik tangan aku & mengajak aku ke ayunan yang berada di sudut taman. Aku merasa hatiku deg-degan banget. Sepertinya ada sesuatu hal yang serius yang aka dikatakan oleh Rafa.
“Vion”.
“Ya Raf, kenapa lo ajak aku kesini?”
“Mungkin ini terlalu cepat buat aku katakan ke kamu, tapi jujur aku gak tahan untuk memendam lebih lama perasaan ini ke kamu”.
“Emang kamu mau ngomong apa?”
“Aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu, dan aku juga cinta sama kamu, aku harap kamu mau nerima aku”.
“Hah! Apa aku gak salah dengar?”.
“Enggak loh, aku serius!”.
“Hmm.. dari segi apa kamu bisa suka sama aku?”
“Pertama, kamu anaknya baik, pintar, dan ramah banget. Kedua, lo cantik & anggun. Ketiga, lo beda banget dengan cewek-cewek lainnya yang disekolah. Mentang-mentang mereka kaya, mereka seenaknya aja memperlakukan orang. Tapi menurutku kamu itu tidak seperti itu, makanya aku bisa suka sama kamu”.
“Kalau aku boleh jujur, sebenarnya aku juga sudah lama suka sama kamu”.
“Ohh ya? bagus dong! kamu serius?”.
“Hmmm.. (aku menganggukkan kepalaku)”.
“Jadi gimana? apa kamu mau jadi bagian dari hatiku sekarang ini?”.
“Iya, aku mau! Tapi kamu janji dulu dong ke aku, kalau kamu akan menyayangi & mencintai aku selamanya”.
“Ok, itu sih pasti!”, katanya meyakinkan.
Malam ini aku sangat senang, aku merasa kalau dengan aku jadian sama Rafa, itu merupakan kado yang sangat sangat berharga yang pernah aku dapat selama ulang tahunku. Setelah party selesai, Rafa menghampiri aku & mencium keningku.
“Apaan sih”, kataku malu.
“Kenapa? kamu marah ya? ya udah deh, maaf!”
“Hehee jangan ngambek gitu dong, aku gak marah kok, malah aku senang dapat kecupan dari kamu”.
“Ya udah, aku pulang dulu ya sayang”.
“Iya, kamu hati-hati di jalan ya”.
“Ok cintaku”.
Seusai semuanya selesai, aku langsung masuk kamar. Rasanya tulang di badanku ini mau patah & aku pun gak sabar untuk melampiaskan diri ke tempat tidur. Tapi, rasa lelah ini langsung hilang, ketika ada suatu kado yang menarik perhatianku. Aku baru ingat, kalau kado itu pemberian Rafa. Aku langsung membuka kado itu dengan hati-hati, aku gak mau kalau kertas bungkus kado itu robek. Karena aku ingin menyimpan apapun pemberian Rafa ke aku sekecil apapun itu. Dengan perlahan-lahan aku membuka bungkusan kado berwarna pink yang bercorak bintang-bintang. Ternyata isi kado tersebut berisi boneka Teddy Bear besar dengan memgang bantal kecil yang berbentuk love dan di bantal kecil itu terdapat tulisan “I LOVE VIONA”. Di sisi kanan boneka terdapat surat yang berisi tulisan tangan “HAPPY BIRTHDAY SAYANG. AKU SENANG BANGET BISA JADIAN SAMA KAMU. AKU HARAP HUBUNGAN KITA INI BAIK-BAIK AJA YA SAYANG HINGGA WAKTU YANG AKAN MEMISAHKAN KITA NANTI. I LOVE YOU, VIONA”. Airmata bahagiaku langsung menetes & membasahi atas kepala boneka itu. Aku merasa kalau Rafa sudah rencanain semua ini.
Akhirnya akupun tertidur pulas dengan memeluk boneka pemberian pacar ku itu. Keesokan paginya, aku terbangun karena terdengar dering yang menunjukkan ada telfon masuk. Aku gak tahu itu siapa, karena nomor itu gak terdaftar di kontak HP ku.
“Pagi”.
“Ya pagi, siapa yaa?”
“Ya elah, masa suara pacar sendiri gak tanda?”
“Rafaaaa!”, akupun langsung semangat, ternyata yang menelfon itu Rafa.
“Kamu baru bangun ya?”.
“Iya nih, kamu udah sarapan Raf?”.
“Udah kok, kamu mandi dulu gih terus sarapan, bau tau!”.
“Ihhh enak aja kamu, meskipun aku gak mandi, tapi badan aku tetap aja wangi”.
“Ahaha masa iya?”
“Yau dah, kalau gak percaya. Iya deh iya demi Rafa Vion mandi”.
“Kok demi aku sih? berarti kalau gak ada aku, kamu gak bakalan mandi dong?”.
“Ihh kamu buat kesel, udah yaa Vion mau mandi dulu, Byeee Rafa .. mmmuuach”.
Begitulah percakapan singkat aku dengan Rafa di telfon.
Kebiasaan di hari Minggu di dalam keluarga aku adalah mengunjungi rumah sanak saudara. Tetapi hari ini kami tidak melakukan kebiasaan itu. Karena papa dan mama tahu kalau aku kecapekan gara-gara party tadi malam. Makanya hari ini papa & mama membiarkan aku bermanja-manja di rumah. Sedangkan aku melihat kak Vian sibuk membereskan alat-alat bandnya yang digunakannnya tadi malam. Akupun menghampiri kak Vian.
“Perlu Vion bantu kak?”, tanyaku menawarkan diri.
“Gak usah dek, biar kakak aja, lagian udah mau selesai kok”.
“Yaah.. jadi Vion harus ngerjain apa dong kak?”.
“Kamu istirahat aja sana, pasti kamu capek kan?”.
“Nggak ah kak, badan Vion udah mulai enakan dari pada kemaren”.
“Bagus dong kalau gitu”.
“Oiya kak, Vion jadian loh sama Rafa?”.
“Haa! Rafa yang sering kamu ceritain itu ya?”.
“Iya kak”.
“Pantesan tadi malam itu kakak lihat kalian dekat banget”.
“Tapi Vion kurang yakin dengan dia kak”.
“Kenapa? apa yang buat kamu gak yakin gitu dek?”.
“Dia kan ganteng, keren, famous, apa lagi dia juga anak band, pasti banyak lah kak yang suka sama dia, kayak kakak gini!”.
“Yyeeeee kamu mau curhat apa mau ledekin kakak?”
“Loh, kok kakak marah? berarti bener dong”.
“Ya ampun, kakak bilangi ya ke kamu. Gak semua anak band itu identik dengan sifat PLAYBOY!”.
“Iya deh kak, maaf. Vion percaya kok, kakak jangan marah lagi yaa?”.
“Siapa juga yang marah”, kata kak Vian sambil ngejek.
“Ya udah deh Vion ke kamar dulu ya kak, mau buka kado-kado yang gak sempat kebuka tadi malam”.
“Iya, masuk sana”.
Sampai di kamar, aku melanjutkan membuka aktivitasku yang tertunda tadi malam, yaitu membuka kado-kado yang bertumpukan di meja rias kamarku.
Singkat cerita hubungan aku sama Rafa udah mulai memasuki bulan ke 4. Tapi aku merasa sesuatu yang aneh dari sifat Rafa ke aku. Gak kayak biasanya, sekarang Rafa jarang banget sms, nelfon, ataupun ngajak aku jalan. Setiap aku ketemu dia di sekolah, dia selalu aja menghindar dengan alasan ‘NTAR AJA YA, AKU LAGI BANYAK TUGAS’. Entah kenapa dia bisa berubah gitu. Sampai akhirnya aku memaksa dia untuk menanyakan sesuatu.
“Kenapa dengan kamu Raf?”
“Kamu yang kenapa”.
“Loh, kok kamu malah balik nanya?”
“Udah lah, aku lagi banyak urusan, anak-anak udah pada nunggui aku di ruang musik”.
“Oh jadi sekarang kamu malah mentingin band kamu daripada aku yang pacar kamu?”.
“Kalau iya kenapa?”.
“Kamu jahat Raf. Kamu gak ingat apa janji kamu ke aku dulu itu apa?”.
“Aku ingat! Tapi itu kan dulu. Aku cabut dulu ya, gak enak sama anak-anak”.
“Kamu jahat Raf! kamu jahat!”.
Aku langsung lari ke kelas dan teman-teman aku pada heran melihat aku yang tiba-tiba nangis.
“Kamu kenapa Vion?”
“Rafa jahat Nggi, dia ngingkari janjinya dulu ke aku”.
“Aku gak ngerti deh, kamu cerita aja ke aku, aku sebagai sahabat kamu siap kok membantu”.
“Aku sedih Nggi, sekarang hubungan aku sama Rafa udah gak kayak dulu lagi”.
“Emang ada apa dengan sikap dia Vion?”.
“Dia lebih mementingkan band nya dari pada aku Nggi”.
“Gak mungkin dia kayak gitu Vion, setahu aku dia itu sayang banget sama kamu”.
“Nggak nggi kamu salah! apa aku putusin aja dia?”.
“Jangan Vion! Jangan! sayang kalau kalian mengakhiri hubungan ini. Kalian itu pasangan yang serasi banget. Kamu tanya baik-baik aja dulu permasalahannya dengan dia”.
“Iya Nggi, aku akan coba menanyakannya lagi, thanks ya Nggi atas sarannya”.
Ketika pulang sekolah, aku kembali lagi menemui Rafa.
“Raf, kalau kamu udah bosen sama aku, kamu putusin aja aku! apa harus aku yang mutusi kamu duluan?”.
Rafa terdiam sambil menatap tajam mata Vion.
“Jawab Raf! kamu jangan diam gitu dong”.
“Iya, aku bosan sama kamu. Kamu gak pernah ngertiin aku. Kamu selalu aja ngatur-ngatur aku. Emang sih aku tahu kalau kamu itu punya semuanya. Tapi gak kayak gini juga kamu bisa memperlakukan aku. Kamu anggap apa aku? boneka kamu? hah?!”.
“Aku seperti ini karena aku sayang sama kamu Raf, tapi kenapa kamu gak ngerti tentang perasaan sayang aku ke kamu?”.
“Tapi cara kamu itu berlebihan Vion. Aku paling benci di atur-atur”.
“Kalau kamu merasa aku atur, aku minta maaf”.
“Ya, aku cabut dulu ya”.
“Tunggu Raf!”.
“Apalagi sih Vion?”.
“Aku minta sama kamu hapus nomor HP aku dari HP kamu. Karena aku rasa itu gak penting lagi buat kamu”.
“Tapi?”.
“Udahlah Raf, kamu turuti aja permintaan terakhir aku ini. Aku harap kamu dapat pengganti yang lebih dari aku. Yang gak suka ngatur-ngatur kamu”.
“Maaf ya Vion, aku gak ada maksud nyakitin hati kamu”.
“Udahlah Raf, gak ada yang perlu dimaafin lagi”.
“Aku harap kamu juga dapat pengganti aku. Apa boleh aku peluk kamu buat yang terakhir kali nya?”. ( Rafa langsung memeluk Vion)
“Jaga diri kamu baik-baik ya Raf, mungkin dengan cara ini kamu bisa bahagia, karena dengan kamu bahagia aku juga akan bahagia”. (Vion menangis)
“Kamu jangan nangis Vion! jaga diri kamu baik-baik juga ya Vion. Jangan mau lo pacaran sama cowok pecundang seperti aku ini”.
Rafa pun pergi & Vion masih berdiri tegak sambil menangis di taman belakang sekolah.
Setelah melewati 2 minggu lamanya, Rafa pun menemui pengganti Vion.
“Vion! Aku punya kabar buat kamu”, kata Anggi.
“Kabar apa Nggi?”
“Rafa jadian sama Dara”.
“What?! Dara? apa kamu gak salah info Nggi?”
“Nggak Vion, gue beneran. Kalau kamu gak percaya ayo kita ke ruang musik. Soalnya tadi aku lihat mereka lagi mesra-mesraan disana”.
Aku dan Anggi pun pergi ke ruang musik. Ternyata apa yang Anggi bilang ke aku itu benar.
“Kalian berdua jahat banget ya sama aku? kamu tahu kan Dar, Rafa itu mantan aku. Dan kamu Raf, kamu tahu juga kan kalau Dara itu sahabat aku. Apa sih maksud kalian? emang kalian berdua jahat banget. Aku kecewa sama kalian!”.
Aku kembali berjalan ke kelas dengan ditemani Anggi sahabatku, kebetulan di kelas lagi kosong, jadi aku gak segan-segan buat nangis sekuat-kuatnya. Anggi pun memelukku.
“Vion, sabar ya”
“Kenapa kamu hanya bisa bilang sabar? kamu gak tahu kan Nggi perasaan aku tuh gimana? sedih, kecewa, sakit, marah, semuanya jadi satu di hati aku”.
“Iya, aku tahu Vion, tapi kamu jangan nangis gitu dong. Setahu aku, Vion yang aku kenal itu anaknya selalu ceria gak cengeng kayak gini”.
“Kamu benar juga Nggi, gak ada gunanya aku tangisin mereka. Lagian biarkan aja lah, toh Rafa juga bukan siapa-siapa lagi buat aku. Aku juga udah janji sama dia, kalau dia bahagia aku juga bahagia. Tapi sekarang kebahagiaan dia membawa kesengsaraan buat aku sendiri”.
“Kamu sadar gak, kamu itu cantik, banyak cowok yang suka sama kamu, tapi kamu malah gak pernah perhatiin mereka. Kamu tenang aja, aku yakin secepatnya pasti kamu bakal mendapatkan pengganti Rafa, yang pastinya jauh lebih baik dari pada Rafa”.
“Huuuhh.. thank’s banget ya sahabatku. Kamu emang sahabat yang selalu ada buat aku”.
Aku memeluk Anggi dengan erat.
Selang beberapa minggu, akupun udah mulai bisa melupakan Rafa. Karena kini ada seorang cowok yang mendekatiku.
“Hey Vion”, sapa cowok itu.
“Hey juga Dik (nama cowok itu Dika)”.
“Rafa mantan kamu ya?”.
“Iya Dik, kenapa ya?”.
“Ohh, beruntung banget ya Rafa bisa mendapatkan hati kamu”.
“Akh! kamu ini bisa aja”.
“Kalu aku boleh tahu, kenapa kamu bisa putus sama Rafa? Dia kan perfect banget”.
“Terus, karena dia seperti itu, apa aku harus bertahan dengannya?”.
“Ya enggak sih Vion, maaf yaa Vion, aku udah buat kamu marah”.
“Gak papa kok Dik, enjoy aja lagi. Cinta itu gak butuh fisik ataupun harta, tetapi cinta itu hanya butuh pengorbanan, cinta & kasih sayang yang tulus. Eheheh sok puitis banget ya aku ini”.
“Heheh ada benarnya juga siih. Aku acungkan 4 jempol buat kamu”.
“Btw, Dara mantan kamu juga kan?”.
“Kok kamu bisa tahu?”
“Ya tahu dong, baru-baru ini kan Dara itu deket banget sama aku & Anggi, malah kita bertiga udah sepakat buat jadi sahabat. Dari kedekatan kami itulah Dara cerita tentang dirinya”.
“Ohh gitu, gak punya kerjaan banget ya dia cerita-cerita masalahnya ke orang. Dengar-dengar Rafa jadian sama Dara ya?”.
“Hmm.. mungkinlah”.
“Kok kamu jadi jutek gitu sih Vion?”.
“Dara jahat banget sama aku Dik. Pasti dia tahulah kalau Rafa itu mantan aku. Tapi yang aku bukan mempermasalahkan mereka jadian, yang aku permasalahkan Dara kan udah jadi sahabat aku, masa dia tega sih buat aku kayak gini, hihiiixx”.
“Don’t cry Vion! Kamu gak usah nangis, gak ada gunanya kamu nangis”.
“Gak bisa Dik, dengan menangis lah hati aku bisa lega”.
“Dasar kamu cengeng!”, ejek Dika.
“Biarin!”.
Kemudian Dika memegang kedua bahuku dengan erat.
“Please don’t cry again Vion! Aku paling gak bisa lihat cewek nangis. Kamu bisa anggap aku sahabat kamu, aku mau dengerin curhat kamu, tapi aku mohon jangan nangis lagi ya”, pinta Dika.
“Thanks Dik, iya aku gak bakalan nangis lagi”.
Tiba-tiba Anggi menghampiri mereka.
“Loh, kok kamu bawa tas sih? terus tas aku kok kamu bawa juga?”, kataku heran.
“Emang kamu gak denger apa, kalau di piket tadi diumumkan kalau hari ini kita pulang cepat, karena ada rapat guru mendadak”.
“Kayaknya gak ada lah Nggi”, sambung Dika.
“Hellooooooo… kalian ini ngapain aja sih dari tadi? sampe guru piket ngomong aja gak denger, padahal tuh guru udah pakek microfone”.
“Mungkin gara-gara aku & Vion keasyikan ngobrol Nggi, makanya gak kedengaran”.
“Howalaah… yaudah aku pulang duluan ya Vion, Dik. Soalnya pacar aku udah nunggu di depan sekolah”.
“Bye Nggi…”, kataku & Vion sambil melambaikan tangan ke Anggi.
“Aku juga pulang duluan ya Dik, soalnya tadi mama nelfon nyuruh aku pulang cepat”.
“Ohh, perlu aku anterin kamu Vion?”.
“Gak usah Dik, aku di jemput kakak aku kok”.
“Ya udah deh, kamu hati-hati ya Vion”.
Akupun pergi meninggalkan Dika.
Sampai didepan pintu gerbang sekolah, mobil sportnya kak Vian sudah tampak nangkring disitu. Akupun langsung masuk ke mobil.
“Siang adik kakak”, sambut kak Vian.
“Siang juga kak”, jawabku tak semangat.
“Kamu kenapa lagi sih dek? pasti Rafa lagi yaa? kamu diapain dia? ayo cerita ke kakak!”.
“Bukan karena dia kok kak, Vion cuma kecapekan aja, makanya jutek gini”.
“Hmmm.. bagus deh kalau bukan gara-gara dia”.
Sampai di rumah aku langsung masuk ke kamar & aku mengambil foto aku & Rafa waktu lagi pacaran dulu. Aku memandang & mencium wajah Rafa yang ada di foto itu.
“Rafa, kenapa kamu buat aku kayak gini? aku gak bisa lupain kamu. Perih banget rasanya kalau aku harus lupain kamu Raf”.
Malampun tiba, aku menyiapkan diri buat makan malam bersama keluarga, tetapi telfon dari Anggi membatalkan dinner ku itu. Soalnya Anggi memberi kabar bahwa Rafa kecelakaan & tak sadarkan diri di rumah sakit. Aku pun langsung meminta kak Vian buat menemani aku ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit, aku melihat keluarga Rafa menunggu di luar pintu UGD dengan wajah cemas untuk menunggu hasil dari dokter yang memeriksa Rafa.
“Dek, kuatkan hati kamu ya”, ucap kak Vian.
“Gak bisa kak, Vion takut Rafa kenapa-napa”.
Udah terlalu lama kami menunggu disitu, tapi dokter tak juga keluar, kami semua semakin cemas dengan keadaan Rafa. Dan akhirnya penantian kami berakhir juga ketika dokter keluar dari ruang UGD itu.
“Gimana kondisi anak saya Dok?”, tanya mama Rafa.
“Lukanya lumayan parah bu, kaki kirinya mengalami keretakan, dan bisa dipastikan lumpuh, tapi ibu gak usah khawatir, karena lumpuhnya tidak permanen”.
“Apa?! gak mungkin! gak mungkin Rafa lumpuh Dok”, kata keluarga Rafa tak meyakinkan.
Mama Rafa pun langsung pingsan mendengar perkataan dokter terhadapnya. Mereka semua sibuk menenangkan mama Rafa. Kak Vian pun ikut membantu mama Rafa ke kamar rumah sakit tersebut. Tetapi aku masih bertahan di depan pintu tempat Rafa di rawat. Belum ada yang boleh melihatnya, gara-gara lukanya masih parah. Karena sudah larut malam, kak Vian pun mengajak aku pulang. Dan aku langsung pamit pulang sama keluarga Rafa. Di perjalanan pulang, aku tertidur di mobil.
Keesokan subuhnya aku melihat bahwa aku sudah di kamar. Mungkin kak Vian yang gotong aku ke kamar, pikirku. Aku bergegas mandi & sholat subuh. Sampai akhirnya aku duduk di kursi ruang makan buat sarapan. Disana gak ada satupun makanan yang aku sentuh. Soalnya aku masih kepikiran dengan Rafa.
“Sayang, makan dong, ntar kamu lemas sekolahnya gimana?”, kata papa ke aku.
“Vion gak selera makan pa”.
“Kita tahu perasaan kamu dek,” sambung kak Vian”.
“Nih, mama suapin ya, dikiiit aja, mama gak mau putri satu-satunya mama sakit”.
“Pa, ma, kak, makasih kalian udah perhatian sama Vion. Tapi Vion lebih sakit lagi kalau lihat Rafa menderita, Vion sayang dia”.
Mama langsung memeluk aku.
Di sekolah, aku masih saja melamun. Tapi lamunanku itu berubah menjadi kekagetan. Soalnya aku melihat Dara sedang tertawa-tawa bersama teman-temannya. Akupun langsung menghampiri Dara.
“Heh Dar!”.
“Apa lo?”.
“Lo tahu kan Rafa lagi sekarat di rumah sakit?”.
“Iya aku tahu, kenapa? kamu mau jenguk dia? ya udah jenguk aja, aku gak bakalan marah kok”.
“Kok kamu gitu sih Dar? Rafa itu kan pacar kamu”.
“Hah! pacar? apa aku gak salah dengar? Dengar baik-baik ya Vion ku tersayang, Rafa itu sekarang lumpuh & aku gak mau punya pacar lumpuh kayak dia”.
Paaarr… terdengar suara tamparan yang mendarat ke pipi nya Dara. Ternyata Dika yang menampar Dara. Dara pun marah-marah & meninggalkan tempat itu.
“Dara pantas mendapatkan itu Vion”.
“Tapi dia kan mantan kamu, masa kamu tega nampar dia?”.
“Gak ada kata mantan Vion buat cewek kayak dia”.
Saat itu Anggi menelfonku & mengajakku untuk menjenguk Rafa sepulang sekolah nanti. Karena Anggi gak sekolah, maka dia pun menelfonku.
Sepulang sekolah aku & Dika bergegas pergi ke rumah sakit. Anggipun menyusul. Sesampai di rumah sakit, Rafa belum juga sadarkan diri. Ternyata diruangan Rafa tidak ada siapa-siapa, karena kata suster yang merawatnya keluarganya baru aja pulang. Aku, Anggi & Dika sempat meneteskan air mata melihat kondisi Rafa yang memprihatinkan seperti itu. Keesokan harinya aku datang lagi ke rumah sakit dan diruangannya Rafa tidak ada siapa-siapa lagi. Akupun duduk di kursi samping tempat tidur Rafa & memegang erat tangannya.
“Raf, sadar! Aku disini buat nemeni kamu. Pasti kamu kesepian kan disini? aku gak mau kamu sakit. Aku gak tega lihat kamu kayak gini. Mana Rafa yang aku kenal? Rafa yang aku kenal itu gak selemah ini. Dia selalu kuat menghadapi apapun itu. Sadar Raf! sadar! aku ingin yang pertama kamu lihat disini itu aku”.
Aku terkejut ketika jari-jari Rafa bergerak & matanya terbuka dengan perlahan-lahan. Aku pun senang melihat Rafa yang sudah sadarkan diri.
“Aku lagi dimana ini?”, tanyanya.
“Kamu lagi di rumah sakit Raf”.
“Aduuhh kepala sama kaki aku sakit banget (Rafa meringis kesakitan)”.
“Tahan ya Raf, aku panggil dokter dulu”.
Aku memencet bell yang ada disampingku buat memanggil dokter. Dokter dan suster pun masuk dan langsung memeriksa Rafa.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga Raf”, ucap dokter kepada Rafa.
“Ma..ma..makasih Dok”, jawab Rafa terbata-bata.
“Gimana Dok, apa Rafa baik-baik saja?”, tanyaku ingin tahu.
“Keadaannya semakin membaik. Baiklah Vion saya keluar dulu, jaga Rafa baik-baik ya. Kamu memang pacar yang setia, saya sangat bangga dengan kamu”.
Akupun sedih mendengar ucapan dokter padaku itu.
“Thanks ya atas perhatian kamu ke aku selama ini. Aku memang cowok bodoh yang menyia-nyiakan cewek sebaik kamu. Aku malah memilih Dara yang sifatnya kayak gitu. Maafin aku ya Vion, pleasee maafin aku!”.
“Iya Raf, gak papa kok. Wajar aja, semua manusia itu pasti khilaf. Oiya, kamu istirahat aja dulu, soalnya aku mau pulang, ntar lagi mama kamu juga datang kok, tunggu aja”.
“Baik Vion, kamu hati-hati ya”.
2 bulan kemudian, Rafa masih juga lumpuh. Dan dia tetap datang ke sekolah dengan kursi roda yang selama ini merupakan teman sejatinya. Tak jarang aku membantu Rafa untuk masuk ke kelasnya dengan mendorong kursi roda nya itu.
“Aku gak tahu lagi dengan cara apa aku harus berterima kasih ke kamu”, kata Rafa.
“Kamu gak perlu terima kasih, aku ikhlas bantu kamu Raf”.
Tiap sore aku sering banget ngajak Rafa ke taman & theraphy ke dokter agar dia bisa cepat sembuh. Keberuntungan datang ke padanya, hingga akhirnya Rafa pun sembuh. Sekarang dia bisa berjalan walaupun sedikit agak pincang. Tapi pincang itu gak buat selamanya, kata Dokter dia bisa berjalan dengan normal lagi kalau lebih sering therapy dan melatih otot-otot kakinya.
Keajaiban kembali datang lagi pada nya, dalam waktu beberapa minggu Rafa pun sudah bisa berjalan dengan normal. Keluarga Rafa sangat senang & berterima kasih kepadaku. Karena kata mereka akulah yang selama ini selalu setia membantu menyembuhkan Rafa, disaat dulu fisiknya gak sempurna. Sekarang Rafa sudah kembali lagi seperti dulu. Sifatnya pun banyak berubah lebih baik terhadapku.
Akhirnya Rafa mengajak aku balikan. Semula aku menolaknya karena aku udah anggap Rafa sebagai kakakku. Tetapi perasaan ini juga gak bisa aku pendam, sebenarnya akupun masih punya rasa sama dia. Akhirnya aku & Rafa balikan. Kata Anggi Dika punya rasa ke aku dan akan menyatakannya ke aku. Karena Dika tahu kalau aku & Rafa balikan, akhirnya diapun mengurungkan niatnya dan memilih untuk kuliah di luar negeri. Kini gak ada lagi yang bisa mengganggu hubungan aku sama Rafa karena kita sangat saling menjaga diri masing-masing. Hiingga sampai lulus SMA, aku & Rafa masih tetap pacaran. Kami pun sepakat untuk melanjutkan kuliah ke Universitas yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar