Nyaman… mungkin itu adalah satu-satunya kata yang dapat menggambarkan suasana hatiku saat ku pandang raut wajah anggunnya itu. Karena begitu sulit untuk melukiskan perasaanku ini dengan kata-kata.
Tari… ya, sebut saja dia Tari. Seorang cewek yang mampu membuatku mengerti, “Betapa indanya ciptaan Tuhan itu.” Mungkin terlalu berlebihan, namun memang inilah yang aku rasakan.
Di waktu istirahat maupun tak ada guru, lebih banyak ku habiskan hanya untuk memandang wajahnya. Lesung pipi yang menghiasi pipi kirinya semakin menambah pesona pada dirinya. Ditambah tingkahnya yang lucu membuatku tak pernah jenuh tuk terus memperhatikannya.
Hari-hari terus berganti, dan rasa itu semakin bertambah besar. Sebuah rasa yang tak bisa ku tuangkan dalam kata-kata. Awalnya aku hanya berniat tuk menyimpan rasa ini, karena aku merasa tak pantas untuk dia. Dia terlalu sempurna untukku. Namun entah angin dari mana yang membuatku berubah arah. Berubah untuk dari sekedar mengagumi menjadi keinginan untuk memiliki. Ya, memiliki hati dan cintanya.
Mulai ku coba mendekatinya, walau hanya melalui SMS. Aku terlalu malu untuk berbicara langsung kepadanya. Seperti yang ku pikirkan, tak mudah untuk mendekatinya. Sikapnya begitu beku saat pertama kali ku kirim SMS padanya. SMS yang ku kirim hanya dibalas dengan kata-kata “Iya”, “Ohh”, “Gak juga”. “Ya Allah, begitu cuekkah bidadarimu ini??” jeritku dalam batin.
Ya namanya juga cinta. Secuek dan sedingin apapun dia padaku, niat ku ini tak akan terhenti. Hari demi hari terus ku coba tuk mendekatinya. Lewat perhatian dan puisi-puisi cinta ciptaanku yang sengaja ku kirim kepadanya untuk memberikan sinyal bahwa aku menyayanginya. Dan berharap dia juga memiliki rasa yang sama terhadapku. Aku tak mengerti pada diriku, aku yang dulunya kaku dan tak pernah bisa romantis terhadap cewek kini berubah. Aku mampu merangkai kata-kata untuk ku jadikan sebuah puisi untuknya, walaupun masih begitu sederhana.
Hari demi hari terlewati, hubungan kami semakin dekat dan aku mulai mendapatkan sinyal positif dari usahaku selama ini. Dia yang awalnya begitu cuek kini mulai memberikan perhatian lebih padaku. Itu berawal dari pesan singkat yang ia kirim padaku di suatu siang,
“Arief udah makan?”. Aku cukup terkejut saat itu.
Lalu aku jawab dengan, “Alhamdulillah udah. Emmm, tumben banget perhatian sama Arief?”
“Memangnya salah ya?” Jawabnya.
“Enggak sih, malah Arief senang kok” Jawabku lagi.
Sejak itu dia semakin menunjukkan bahwa dia juga memiliki rasa yang sama terhadapku. Dan tentunya aku juga semakin berani memberikan perhatian kepadanya, tanpa memberitahu perasaanku yang sebenarnya kepada dia. Sempat terbesit dalam benak ingin memiliki hatinya, dengan cara menembak dia.
“Hah? Nembak? Emangnya dirimu berani Rief? Emangnya dirimu bisa Rief? Dan kalaupun berani dan bisa, apa dia mau nerimamu? Nyadar donk kalau kamu ini gak ada apa-apanya dibandingkan dengan cowok-cowok lain yang lagi PDKT juga sama dia.” Gumamku dalam hati.
“Arief udah makan?”. Aku cukup terkejut saat itu.
Lalu aku jawab dengan, “Alhamdulillah udah. Emmm, tumben banget perhatian sama Arief?”
“Memangnya salah ya?” Jawabnya.
“Enggak sih, malah Arief senang kok” Jawabku lagi.
Sejak itu dia semakin menunjukkan bahwa dia juga memiliki rasa yang sama terhadapku. Dan tentunya aku juga semakin berani memberikan perhatian kepadanya, tanpa memberitahu perasaanku yang sebenarnya kepada dia. Sempat terbesit dalam benak ingin memiliki hatinya, dengan cara menembak dia.
“Hah? Nembak? Emangnya dirimu berani Rief? Emangnya dirimu bisa Rief? Dan kalaupun berani dan bisa, apa dia mau nerimamu? Nyadar donk kalau kamu ini gak ada apa-apanya dibandingkan dengan cowok-cowok lain yang lagi PDKT juga sama dia.” Gumamku dalam hati.
Tapi kalau belum dicoba bagaimana bisa tahu jawabannya. “Sekali layar terkembang surut kita berpantang”. Sejak itu aku mulai menyusun strategi bagaimana cara untuk nembak dia. Mulai dari kata-kata, properti bantuan dan suasana. Tapi selalu menemui jalan buntu.
Seperti biasa aku SMS-an sama si dia, bidadari bagi seorang Arief. Setelah beberapa menit SMS-an entah kerasukan hantu dari mana aku berani mengirim SMS yang untuk pertama kalinya menunjukkan secara terang-terangan bahwa Aku cinta padanya.
“Emmm, Tari. Sebenarnya Arief naksir sama seorang cewek, dan pengen ngungkapin perasaan Arief ke dia. Tapi Arief takut ditolak.” Ungkapku melalui SMS.
“Emangnya naksir sama siapa sih? Kalau belum dicoba gimana bisa tahu.” Jawabnya.
“Bener juga sih, kalau belum dicoba pasti gak bakalan tahu”. sambutku lagi.
“Kalau Tari boleh tahu cewek yang Arief taksir itu siapa sih?” tanyanya penasaran.
“Emmm, entar kalau Tari tahu Arief takut Tari marah dan gak percaya.” Jawabku dengan perasaan malu bercampur takut bila dia tahu yang sebenarnya.
“Kasih tau donk. Tari janji bakal percaya dan gak marah kok Rief”. Bujuknya.
Aku pun mengalah, “Cewek itu……… Tari.”
“Yang bener Rief?” tanya ragu.
“Iya, apa perlu Arief ngebuktiin ini semua di depan temen-temen satu kelas?” Jawabku tanpa ragu.
“Hah? Abis ngebales apaan kau Rief? Apa gak salah tuh? Di depan temen-temen satu kelas? One by One aja kau belum tentu berani.” Tanyaku dalam hati, seakan tak percaya dengan SMS yang ku kirim padanya.
“Emmm, Tari. Sebenarnya Arief naksir sama seorang cewek, dan pengen ngungkapin perasaan Arief ke dia. Tapi Arief takut ditolak.” Ungkapku melalui SMS.
“Emangnya naksir sama siapa sih? Kalau belum dicoba gimana bisa tahu.” Jawabnya.
“Bener juga sih, kalau belum dicoba pasti gak bakalan tahu”. sambutku lagi.
“Kalau Tari boleh tahu cewek yang Arief taksir itu siapa sih?” tanyanya penasaran.
“Emmm, entar kalau Tari tahu Arief takut Tari marah dan gak percaya.” Jawabku dengan perasaan malu bercampur takut bila dia tahu yang sebenarnya.
“Kasih tau donk. Tari janji bakal percaya dan gak marah kok Rief”. Bujuknya.
Aku pun mengalah, “Cewek itu……… Tari.”
“Yang bener Rief?” tanya ragu.
“Iya, apa perlu Arief ngebuktiin ini semua di depan temen-temen satu kelas?” Jawabku tanpa ragu.
“Hah? Abis ngebales apaan kau Rief? Apa gak salah tuh? Di depan temen-temen satu kelas? One by One aja kau belum tentu berani.” Tanyaku dalam hati, seakan tak percaya dengan SMS yang ku kirim padanya.
Di saat itu juga aku merasa seakan darahku mengalir lebih cepat, jantungku berdetak semakin kencang. Menanti apakah kira-kira jawaban darinya.
“Sebenernya Tari juga suka sama Arief”. Jawab dia.
“Beneran?”. Jawabku singkat seakan tak percaya apa yang saat itu aku baca. Hatiku bagai melompat-lompat kegirangan. Tapi lompatan kegirangan itu seakan seperti menjadi kejatuhan yang begitu perih saat aku kembali teringat kata-kataku bahwa aku akan menembaknya di depan teman-teman satu kelas.
“Iya bener Rief. Tari tunggu ya janjinya.” Ucapnya.
“Gimana caranya yah?” tanyaku dalam hati memikirkan cara menembak dia.
“Sebenernya Tari juga suka sama Arief”. Jawab dia.
“Beneran?”. Jawabku singkat seakan tak percaya apa yang saat itu aku baca. Hatiku bagai melompat-lompat kegirangan. Tapi lompatan kegirangan itu seakan seperti menjadi kejatuhan yang begitu perih saat aku kembali teringat kata-kataku bahwa aku akan menembaknya di depan teman-teman satu kelas.
“Iya bener Rief. Tari tunggu ya janjinya.” Ucapnya.
“Gimana caranya yah?” tanyaku dalam hati memikirkan cara menembak dia.
Hari-hari terus berganti. Aku mulai mendapatkan kata-kata yang akan aku ucapkan saat aku menembaknya nanti dan yang paling terpenting, sebuah keberanian. Hanya tinggal menunggu waktu dan suasana yang tepat saja.
18 Oktober 2012, awalnya biasa saja bagiku. Namun setelah di waktu istirahat aku mendapat kabar yang sangat bagus, guru-guru akan rapat setelah jam istirahat. “Waktu yang tepat” kataku dalam hati.
18 Oktober 2012, awalnya biasa saja bagiku. Namun setelah di waktu istirahat aku mendapat kabar yang sangat bagus, guru-guru akan rapat setelah jam istirahat. “Waktu yang tepat” kataku dalam hati.
Ruang kelaspun begitu ramai seperti layaknya sebuah pasar tradisional. Ada yang sedang sibuk belajar, ada yang sedang sibuk merumpi, ada yang sibuk bernyanyi, dan bahkan ada juga yang sedang sibuk menjaili temannya yang lain. Namun aku hanya sedang duduk manis di kursiku, ragu-ragu antara “menembak” atau “lain waktu”.
Akupun berfikir. ”Jika aku melakukannya di lain waktu, apakah aku akan mendapat kesempatan sebagus ini? Baiklah, udah tiba waktunya. It’s Show Time”.
Akupun berfikir. ”Jika aku melakukannya di lain waktu, apakah aku akan mendapat kesempatan sebagus ini? Baiklah, udah tiba waktunya. It’s Show Time”.
“Teman-teman, boleh minta waktunya sedikit gak? Sedikit aja kok.” Aku mengawali dengan percaya diri.
“Aku di sini mau ngasih tau kalau aku punya hutang sama seseorang, bukan hutang uang ataupun barang. Tapi hutang janji.” Ucapku dengan sedikit melirik Tari. Dan tampaknya dia belum tahu kalau aku akan menembaknya.
“Hutangku itu adalah hutang janji, janji kepada seseorang kalau aku akan nembak dia di depan kalian semua. Dan orang itu adalah Tari.” Teman-temanku ada yang bersorak, karena sebagian sudah tahu kedekatan aku dan Tari. Berbeda dengan yang lain, wajah cantik Tari berubah pucat. Seakan tak percaya apa yang telah aku katakan.
“Aku di sini mau ngasih tau kalau aku punya hutang sama seseorang, bukan hutang uang ataupun barang. Tapi hutang janji.” Ucapku dengan sedikit melirik Tari. Dan tampaknya dia belum tahu kalau aku akan menembaknya.
“Hutangku itu adalah hutang janji, janji kepada seseorang kalau aku akan nembak dia di depan kalian semua. Dan orang itu adalah Tari.” Teman-temanku ada yang bersorak, karena sebagian sudah tahu kedekatan aku dan Tari. Berbeda dengan yang lain, wajah cantik Tari berubah pucat. Seakan tak percaya apa yang telah aku katakan.
Aku langsung mendekatinya, berlutut di depannya, serta menatap mata indahnya. Sembari mengatakan…
“Tari, Arief suka sama Tari udah sejak lama. Arief sayang sama Tari. Walaupun awalnya Tari cuek sama Arief, tapi cuek Tari itu malah ngebuat Arief semakin berusaha untuk nunjukkin rasa sayang itu. Dan sekarang, Arief mau nanya sama Tari. Tari mau gak jadi pacar Arief? Jadi pendamping hari-hari Arief? Jadi pengisi kekosongan hati Arief?”
Sejenak suasana hening…
“Tari, Arief suka sama Tari udah sejak lama. Arief sayang sama Tari. Walaupun awalnya Tari cuek sama Arief, tapi cuek Tari itu malah ngebuat Arief semakin berusaha untuk nunjukkin rasa sayang itu. Dan sekarang, Arief mau nanya sama Tari. Tari mau gak jadi pacar Arief? Jadi pendamping hari-hari Arief? Jadi pengisi kekosongan hati Arief?”
Sejenak suasana hening…
“Iya, Tari mau.” Jawabnya singkat.
“Akhirnya………….!!!!” Teriakku dalam hati
Tak habis hanya itu, kemudian aku mengucapkan sebuah kalimat padanya.
“Arief punya 2 mata yang selalu ingin melihatmu, punya 2 tangan yang selalu ingin mendekapmu, 1 otak yang selalu memikirkanmu, dan 1 CINTA yang kini jadi milikmu.”
“Hehe, agak sedikit gombal.” Tawaku dalam hati.
“Akhirnya………….!!!!” Teriakku dalam hati
Tak habis hanya itu, kemudian aku mengucapkan sebuah kalimat padanya.
“Arief punya 2 mata yang selalu ingin melihatmu, punya 2 tangan yang selalu ingin mendekapmu, 1 otak yang selalu memikirkanmu, dan 1 CINTA yang kini jadi milikmu.”
“Hehe, agak sedikit gombal.” Tawaku dalam hati.
Kamipun melalui hari-hari berikutnya dengan status yang berbeda, “Berpacaran”. Betapa beruntungnya aku memilikimu!. Namun seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, “Tak ada Bisul yang tak bengkak”, dan “Tak ada tuyul yang tak botak”. Kisah cinta kamipun tak selalu berjalan mulus. Kami juga sempat dilanda masalah, namun kekuatan cinta selalu membuat kami bersama kembali. Aku menyayanginya, begitu juga dia. Aku berharap bukan orang ketiga atau masalah-masalah lainnyalah yang membuat kami berpisah. Namun hanya keadaan di mana salah satu dari kami tak mampu lagi tuk bernafas.
Kami selalu menjadikan setiap masalah yang kami hadapi menjadi sebuah pelajaran yang terbaik untuk kami. Pelajaran untuk saling mengerti, memahami, dan menjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar