Lily masih bingung. Begitu juga dengan Anggrek. Tapi berbeda dengan Lily, jika Lily bingung karena munculnya Arwah Melati dalam mimpinya, namun Anggrek jauh berbeda kebingungannya dengan Kakaknya. Dia malah kebingungan oleh tingkah laku Kakaknya yang hampir diluar nalar.
“maksudnya apa, Kak? Sakit Kakak makin parah, ya?” ujar Anggrek menempelkan punggung tangannya pada jidat Lily.
“hey! Aku nggak gila, Ang! Aku sehat, kok! Kalau aku emang gila, kamu siapin duit banyak buat masukin aku ke RSJ.” Ejek Lily sambil menepis tangan Anggrek.
“huh, kalau perilakunya kayak gini, sih, tak lain lagi kamu memang Kakakku,” Anggrek membalas.
“wwweuuuu! Ternyata kamu punya rasa humor yang tinggi, ya?” goda Lily.
“ah! Sudah! Nggak usah dibahas bagian itu. Yang penting pertanyaanku Kakak jawab dulu.” Ujar Anggrek serius.
“emangnya aku bertingkah laku kayak gimana sih? Segitunya banget kamu khawatir sama aku.” Tanya Lily.
“Kakak tadi bilang ketemu sama Arwah Melati, kan, Kak? Apa maksudnya?”
“ya, maksudnya, Kakak ketemu sama Arwah Melati.” Jelas singkat Lily.
“ketemu gimana, Kak?” Tanya Anggrek.
“ya, ketemu dalam mimpi.”
“dalam mimpi? Mungkin itu cuma bunga mimpi aja, Kak. Atau Arwah Kak Melati adalah Arwah Penasaran, Kak.” Duga Anggrek. “ngng … emangnya, apa tujuan Kak Melati menemui Kakak?”
“kamu ingat waktu Kakak berantem sama Melati di dalam bus tadi pagi?”
Anggrek tampak mengingat-ingat. “errr … ingat! Waktu Kakak teriak di kuping Kak Melati, kan? Emangnya kenapa, Kak?” Anggrek tak henti-hentinya bertanya pada Kakaknya.
“dia hampir membalas dendam padaku.” Ujar Lily.
Mata Anggrek membesar, dia begitu terkejut mendengar pernyataan tersebut. “hah?! Yang bener, Kak? Terus, gimana dong?”
“ya, Kakak bilang, itu salah dia sendiri. Dari dulu, Kakak memang ingin berteman dengan Melati. Sayangnya, dia tak ingin berteman dengan Kakak. Dia menganggapku sebagai rongsokan yang tak layak pakai. Karena itu, Kakak memarahinya. Manusia seperti kita itu tak ada yang bisa menahan kesabaran selama hidupnya. Kesabaran itu ada batasnya, tapi memaafkan itu tak ada batasnya. Dan akhirnya, dia memaafkanku.” Jelas Lily panjang kali lebar kali tinggi.
“o …” Anggrek mangut-mangut. “so?”
“so apa? Bakso?”
“bukan. Jadi, apa yang terjadi selanjutnya? Apa Kak Melati kembali ke alamnya?” Tanya Anggrek.
Lily menghela nafas, panjang dan berat. “entahlah. Melati masih punya satu tujuan.”
“tujuan apa?” Tanya Anggrek penasaran.
“dia mencari siapa yang membunuhnya tadi pagi.” Ujar Lily dengan nada yang menyeramkan dan bikin bulu kuduk berdiri (kalau para pembaca nggak merasa merinding berarti pembaca nggak menyerapi suatu bacaan). Anggrek tampak kaget.
“apa?! T-terus, what happened?” Anggrek tak henti-hentinya bertanya.
“what happened, what happened gimana? Arwahnya aja udah pergi jauh ninggalin Kakak dalam mimpi.” celetuk Lily sambil melipat tangan di dada.
“oh” jawab Anggrek santai.
“sesantai gitu, kah?”
“ngapain bingung? Itu, kan urusan dia! kita nggak usah ikut-ikutan! buang-buang tenaga aja tahu!” sembur Anggrek.
“dengar, ya, aku ini bukan tipe orang yang suka masuk dalam urusan orang lain. Tapi, kali ini aku serius, Ang! Arwah Penasaran ya sudah pasti penasaran. Tapi bukan itu yang aku permasalahkan! Hanya saja, jika kita biarkan, aku takut jika dia penasaran pada orang-orang yang tak berdosa! Apa kamu mau jika ayah dan ibu akan dia tuduh sebagai pembunuhnya? Nggak, kan?” jelas Lily.
“aku ingin menolong, Kak! Aku juga mengkhawatirkan itu. Tapi, apa jadinya? Kita hanya manusia biasa yang lemah dan senang atas dosa-dosa yang kita perbuat! Jika aku adalah seorang penyihir atau malaikat, akan aku suruh Arwah Kak Melati untuk kembali ke alamnya.”
“bukan begitu! Kita tak perlu susah payah mengembalikan Melati ke alamnya. Kita hanya perlu mencari siapa yang membununhnya. Dan setelah ketemu, kita panggil Melati dan biarkan Melati yang akan mengerjakan tugas tersendirinya terhadap orang itu.” usul Lily lalu menaikkan sedikit kacamatanya.
“apa jadinya jika yang membunuhnya adalah orang-orang yang tak disangka-sangka kita kenal dan biasa kita anggap sebagai keluarga sendiri?” tanya Anggrek.
“maksudmu … seperti Mang Kiky?” sekarang giliran Lily yang bertanya.
“ya … bisa jadi.”
“jadi kamu nuduh sopir pribadi Ibu yang melakukannya?”
“bukan! Aku, kan, hanya mengusulkan saja! Tak sedikit pun aku ingin menuduh sopir pribadi Ibu. Hmmm … sebenarnya … aku … ada ngasih kecurigaan pada murid baru di kelasku.” ujar Anggrek dengan pandangan tak tahu arah.
“murid baru?”
“Kakak tak melihatnya? Si Gadis Albino itu …,” Anggrek meyakinkan tapi Lily malah kebingungan dengan keyakinan Anggrek barusan. “itu, lho, Kak … Cewek berambut pirang panjang dan berkacamata itu …,”
Lily tampak mengingat-ingat. “oh … Cewek yang duduk di sebelahmu dan Mawar, kan?”
“yups!”
“kok, kamu sebegitu teganya naruh kecurigaan kamu ke dia! Apa salahnya? Dilihat, dia sangatlah lemah. Mana mungkin Cewek Albino itu mebunuh Kakak kelasnya yang tak bersalah? Dia bahkan baru kelas 6 SD dan barusan saja kenal dengan Melati!” tukas Lily menegaskan.
“mungkin aja, Lione sudah mengenal Melati dari dulu.”
“Lione? Jadi namanya Lione?”
“yup! Dandelione Meliana Putri nama lengkapnya.” ujar Anggrek.
“Dandelione? Seperti nama cowok.” ejek Lily.
“Kakak! Kakak nggak boleh ngejek dia! Mungkin aja dia lagi memata-matai kita, Kak!” teriak Anggrek.
“udah, ah, mikirin ini semua! Lebih baik kita tidur saja! Kita sudah membicarakan ini seharian! Sekarang udah malam. Tidur dulu, gih! Besok siang, kita bicarakan ini.” Lily menyudahinya dengan pergi ke kamar mandi. Anggrek terlihat agak cemas karena memikirkan ini tapi, dengan segera, ia ‘bersembunyi’ di dalam selimut Angry Birdnya.
“maksudnya apa, Kak? Sakit Kakak makin parah, ya?” ujar Anggrek menempelkan punggung tangannya pada jidat Lily.
“hey! Aku nggak gila, Ang! Aku sehat, kok! Kalau aku emang gila, kamu siapin duit banyak buat masukin aku ke RSJ.” Ejek Lily sambil menepis tangan Anggrek.
“huh, kalau perilakunya kayak gini, sih, tak lain lagi kamu memang Kakakku,” Anggrek membalas.
“wwweuuuu! Ternyata kamu punya rasa humor yang tinggi, ya?” goda Lily.
“ah! Sudah! Nggak usah dibahas bagian itu. Yang penting pertanyaanku Kakak jawab dulu.” Ujar Anggrek serius.
“emangnya aku bertingkah laku kayak gimana sih? Segitunya banget kamu khawatir sama aku.” Tanya Lily.
“Kakak tadi bilang ketemu sama Arwah Melati, kan, Kak? Apa maksudnya?”
“ya, maksudnya, Kakak ketemu sama Arwah Melati.” Jelas singkat Lily.
“ketemu gimana, Kak?” Tanya Anggrek.
“ya, ketemu dalam mimpi.”
“dalam mimpi? Mungkin itu cuma bunga mimpi aja, Kak. Atau Arwah Kak Melati adalah Arwah Penasaran, Kak.” Duga Anggrek. “ngng … emangnya, apa tujuan Kak Melati menemui Kakak?”
“kamu ingat waktu Kakak berantem sama Melati di dalam bus tadi pagi?”
Anggrek tampak mengingat-ingat. “errr … ingat! Waktu Kakak teriak di kuping Kak Melati, kan? Emangnya kenapa, Kak?” Anggrek tak henti-hentinya bertanya pada Kakaknya.
“dia hampir membalas dendam padaku.” Ujar Lily.
Mata Anggrek membesar, dia begitu terkejut mendengar pernyataan tersebut. “hah?! Yang bener, Kak? Terus, gimana dong?”
“ya, Kakak bilang, itu salah dia sendiri. Dari dulu, Kakak memang ingin berteman dengan Melati. Sayangnya, dia tak ingin berteman dengan Kakak. Dia menganggapku sebagai rongsokan yang tak layak pakai. Karena itu, Kakak memarahinya. Manusia seperti kita itu tak ada yang bisa menahan kesabaran selama hidupnya. Kesabaran itu ada batasnya, tapi memaafkan itu tak ada batasnya. Dan akhirnya, dia memaafkanku.” Jelas Lily panjang kali lebar kali tinggi.
“o …” Anggrek mangut-mangut. “so?”
“so apa? Bakso?”
“bukan. Jadi, apa yang terjadi selanjutnya? Apa Kak Melati kembali ke alamnya?” Tanya Anggrek.
Lily menghela nafas, panjang dan berat. “entahlah. Melati masih punya satu tujuan.”
“tujuan apa?” Tanya Anggrek penasaran.
“dia mencari siapa yang membunuhnya tadi pagi.” Ujar Lily dengan nada yang menyeramkan dan bikin bulu kuduk berdiri (kalau para pembaca nggak merasa merinding berarti pembaca nggak menyerapi suatu bacaan). Anggrek tampak kaget.
“apa?! T-terus, what happened?” Anggrek tak henti-hentinya bertanya.
“what happened, what happened gimana? Arwahnya aja udah pergi jauh ninggalin Kakak dalam mimpi.” celetuk Lily sambil melipat tangan di dada.
“oh” jawab Anggrek santai.
“sesantai gitu, kah?”
“ngapain bingung? Itu, kan urusan dia! kita nggak usah ikut-ikutan! buang-buang tenaga aja tahu!” sembur Anggrek.
“dengar, ya, aku ini bukan tipe orang yang suka masuk dalam urusan orang lain. Tapi, kali ini aku serius, Ang! Arwah Penasaran ya sudah pasti penasaran. Tapi bukan itu yang aku permasalahkan! Hanya saja, jika kita biarkan, aku takut jika dia penasaran pada orang-orang yang tak berdosa! Apa kamu mau jika ayah dan ibu akan dia tuduh sebagai pembunuhnya? Nggak, kan?” jelas Lily.
“aku ingin menolong, Kak! Aku juga mengkhawatirkan itu. Tapi, apa jadinya? Kita hanya manusia biasa yang lemah dan senang atas dosa-dosa yang kita perbuat! Jika aku adalah seorang penyihir atau malaikat, akan aku suruh Arwah Kak Melati untuk kembali ke alamnya.”
“bukan begitu! Kita tak perlu susah payah mengembalikan Melati ke alamnya. Kita hanya perlu mencari siapa yang membununhnya. Dan setelah ketemu, kita panggil Melati dan biarkan Melati yang akan mengerjakan tugas tersendirinya terhadap orang itu.” usul Lily lalu menaikkan sedikit kacamatanya.
“apa jadinya jika yang membunuhnya adalah orang-orang yang tak disangka-sangka kita kenal dan biasa kita anggap sebagai keluarga sendiri?” tanya Anggrek.
“maksudmu … seperti Mang Kiky?” sekarang giliran Lily yang bertanya.
“ya … bisa jadi.”
“jadi kamu nuduh sopir pribadi Ibu yang melakukannya?”
“bukan! Aku, kan, hanya mengusulkan saja! Tak sedikit pun aku ingin menuduh sopir pribadi Ibu. Hmmm … sebenarnya … aku … ada ngasih kecurigaan pada murid baru di kelasku.” ujar Anggrek dengan pandangan tak tahu arah.
“murid baru?”
“Kakak tak melihatnya? Si Gadis Albino itu …,” Anggrek meyakinkan tapi Lily malah kebingungan dengan keyakinan Anggrek barusan. “itu, lho, Kak … Cewek berambut pirang panjang dan berkacamata itu …,”
Lily tampak mengingat-ingat. “oh … Cewek yang duduk di sebelahmu dan Mawar, kan?”
“yups!”
“kok, kamu sebegitu teganya naruh kecurigaan kamu ke dia! Apa salahnya? Dilihat, dia sangatlah lemah. Mana mungkin Cewek Albino itu mebunuh Kakak kelasnya yang tak bersalah? Dia bahkan baru kelas 6 SD dan barusan saja kenal dengan Melati!” tukas Lily menegaskan.
“mungkin aja, Lione sudah mengenal Melati dari dulu.”
“Lione? Jadi namanya Lione?”
“yup! Dandelione Meliana Putri nama lengkapnya.” ujar Anggrek.
“Dandelione? Seperti nama cowok.” ejek Lily.
“Kakak! Kakak nggak boleh ngejek dia! Mungkin aja dia lagi memata-matai kita, Kak!” teriak Anggrek.
“udah, ah, mikirin ini semua! Lebih baik kita tidur saja! Kita sudah membicarakan ini seharian! Sekarang udah malam. Tidur dulu, gih! Besok siang, kita bicarakan ini.” Lily menyudahinya dengan pergi ke kamar mandi. Anggrek terlihat agak cemas karena memikirkan ini tapi, dengan segera, ia ‘bersembunyi’ di dalam selimut Angry Birdnya.
—
“apa maksud kamu? Apa kamu menyuruhku untuk memata-matain Lione? No! No, no, no, and no! Lione nggak bersalah!” tolak Lily setengah teriak.
“ayolah! Aku sudah mahal-mahal beli benda ini!” Anggrek menunjukkan benda aneh berbentuk chip. Lily marah. Dia pun merampas benda itu dari tangan Anggrek.
“apa ini benda yang ingin kamu pasang di seragamnya di saat dia lengah, dan kamu akan mendengar apapun pembicaraan yang akan dibicarakannya? KAMU JAHAT! AKU NGGAK MENYANGKA MEMPUNYAI ADIK SEJAHAT KAMU, ANG!” teriak Lily sambil bertolak pinggang.
“BUKAN BEGITU KAK! Coba Kakak pikirkan, apa Kakak tak ingin menolong yang lain?” tanya Anggrek.
“coba kamu pikirkan, apa kamu ingin menuduh sembarangan orang lain?” Lily membalikkan pertanyaan itu pada Anggrek. “dengar. Dia Albino! Kamu tahu, kan, Anak Albino tak tahan dengan cahaya matahari. Terkena cahaya sebentar saja, kulitnya akan menimbulkan infeksi! Anak lemah seperti itu, mana ada mempunyai niat untuk membunuh orang yang tak bersalah!? Aneh, kan?”
“albino atau bukan, dia tetaplah penjahat!”
“kenapa kamu bisa seyakin itu menuduh orang yang tak bersalah?”
“aku nanya, jam berapa Kak Melati memasuki kamar mandi?” tanya Anggrek.
“saat pelajaran Bu Kenanga, jam 09.53, Melati ke kamar mandi. Tujuh menit kemudian, Geranium ke sana.” ujar Lily mengingat-ingat.
“nah, jam 09.55, Lione pergi ke kamar mandi. Alasannya, dia ingin memakai tabir surya dulu di tubuhnya agar kulitnya tak melepuh.” kata Anggrek.
“terus, kamu langsung nuduh dia gitu?” tanya Lily.
“nggak langsung, sih … Waktu Melati di kabarkan meninggal, Lione menghilang. Dari situlah, aku memasang kecurigaan padanya. Bahkan, pagi ini aku tak yakin dia akan ke sekolah.” Anggrek membuang pandangan ke arah bawah.
Lily tak menghiraukan omelan Anggrek. Tanpa dikomando, Lily mengambil tas bergambar bunga lily berwarna pink dan putih dan dia langsung pergi ke luar. Anggrek yang menyadari Kakaknya pergi mendahuluinya, Anggrek pun mengambil tasnya yang bergambar bunga anggrek berwarna merah dan ungu, lalu mengekor Lily dari belakang. Lalu mereka berdua masuk ke dalam bus jemputan. Anggrek terlihat celingak-celinguk mencari Lione, tapi Lily hanya membuang muka dari adiknya.
“ayolah! Aku sudah mahal-mahal beli benda ini!” Anggrek menunjukkan benda aneh berbentuk chip. Lily marah. Dia pun merampas benda itu dari tangan Anggrek.
“apa ini benda yang ingin kamu pasang di seragamnya di saat dia lengah, dan kamu akan mendengar apapun pembicaraan yang akan dibicarakannya? KAMU JAHAT! AKU NGGAK MENYANGKA MEMPUNYAI ADIK SEJAHAT KAMU, ANG!” teriak Lily sambil bertolak pinggang.
“BUKAN BEGITU KAK! Coba Kakak pikirkan, apa Kakak tak ingin menolong yang lain?” tanya Anggrek.
“coba kamu pikirkan, apa kamu ingin menuduh sembarangan orang lain?” Lily membalikkan pertanyaan itu pada Anggrek. “dengar. Dia Albino! Kamu tahu, kan, Anak Albino tak tahan dengan cahaya matahari. Terkena cahaya sebentar saja, kulitnya akan menimbulkan infeksi! Anak lemah seperti itu, mana ada mempunyai niat untuk membunuh orang yang tak bersalah!? Aneh, kan?”
“albino atau bukan, dia tetaplah penjahat!”
“kenapa kamu bisa seyakin itu menuduh orang yang tak bersalah?”
“aku nanya, jam berapa Kak Melati memasuki kamar mandi?” tanya Anggrek.
“saat pelajaran Bu Kenanga, jam 09.53, Melati ke kamar mandi. Tujuh menit kemudian, Geranium ke sana.” ujar Lily mengingat-ingat.
“nah, jam 09.55, Lione pergi ke kamar mandi. Alasannya, dia ingin memakai tabir surya dulu di tubuhnya agar kulitnya tak melepuh.” kata Anggrek.
“terus, kamu langsung nuduh dia gitu?” tanya Lily.
“nggak langsung, sih … Waktu Melati di kabarkan meninggal, Lione menghilang. Dari situlah, aku memasang kecurigaan padanya. Bahkan, pagi ini aku tak yakin dia akan ke sekolah.” Anggrek membuang pandangan ke arah bawah.
Lily tak menghiraukan omelan Anggrek. Tanpa dikomando, Lily mengambil tas bergambar bunga lily berwarna pink dan putih dan dia langsung pergi ke luar. Anggrek yang menyadari Kakaknya pergi mendahuluinya, Anggrek pun mengambil tasnya yang bergambar bunga anggrek berwarna merah dan ungu, lalu mengekor Lily dari belakang. Lalu mereka berdua masuk ke dalam bus jemputan. Anggrek terlihat celingak-celinguk mencari Lione, tapi Lily hanya membuang muka dari adiknya.
—
“Anggrek Anggraini?” tanya Bu Sun Flower mengabsen.
“hadir bu!” jawab Anggrek.
“Dandelione Meliyana Putri?” tanya Bu Sun Flower memanggil nama Lione. Namun, tak ada jawaban. “Dandelione Meliyana Putri? Dandelione nggak ada, ya?” tanya Bu Sun Flower menduga-duga.
“Bu! Dandelione sakit! Katanya, kulitnya kembali melepuh karena tak sempat dia olesi tabir surya!” ujar Kenikir.
“oh, baiklah.” ujar Bu Sun Flower lalu melanjutkan mengabsen anak yang lain.
“hadir bu!” jawab Anggrek.
“Dandelione Meliyana Putri?” tanya Bu Sun Flower memanggil nama Lione. Namun, tak ada jawaban. “Dandelione Meliyana Putri? Dandelione nggak ada, ya?” tanya Bu Sun Flower menduga-duga.
“Bu! Dandelione sakit! Katanya, kulitnya kembali melepuh karena tak sempat dia olesi tabir surya!” ujar Kenikir.
“oh, baiklah.” ujar Bu Sun Flower lalu melanjutkan mengabsen anak yang lain.
—
Lily berada di kantin sedang membaca novel yang baru dibelinya kemarin sembari menyeruput jus alpukat. Di tengah-tengah keseriusannya membaca, tiba-tiba Anggrek mengagetkannya.
“apa?” tanya Lily santai.
“santai banget!” ejek Anggrek.
“ngapain tegang?”
“kemarin Kakak yang tegang, sekarang, Kakak jadi santai banget.”
“why? Problem for you?” Lily beranjak dari tempat duduknya, namun dicegah oleh Anggrek. Lily menatap wajah Anggrek dengan tatapan yang seakan mengatakan “apa?”
“duduklah …” pinta Anggrek sambil menepuk-nepuk kursi plastik itu. “aku mau cerita.”
Lily mendengus sebal. “pasti Dandelione Meliyana Putri lagi!”
“emang!”
“kalo kamu masih nuduh Dandelione lagi, dan mau cerita tentang dia, cerita saja sama diri kamu sendiri! Biar kamu bisa nyadar menuduh orang lain yang lebih lemah darimu itu nggak baik!” Lily naik darah.
“tunggu dulu! Dengerin dulu deh! Hari ini Lione nggak sekolah. Katanya kulitnya kembali melepuh karena terlambat memakai tabir surya. Aku punya usul, gimana kalo kita membesuk Lione. Rencanaku tak sesederhana itu. Aku berencana, Kakak nantinya ngobrol-ngobrol sama Lione, sementara konsentrasinya bertuju pada Kakak, diam-diam aku memasang chip di pakaiannya.” Rencana Anggrek.
“huh! Seharusnya aku nggak ngembaliin chip itu padamu …,” keluh kesal Lily.
Sepertinya Anggrek tak terpengaruh oleh kekesalan Lily. “Setelah aku memberi kode, kita langsung back to home.” ujar Anggrek berencana.
“kode apa?”
“kode bahwa aku sudah memasang chipnya.” ucap Anggrek berbinar. Lily hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. Bukan tanda nggak mau, tapi itu tanda jika Lily menyetujui rencana Anggrek. Yah, walaupun terselip di dalam hatinya kalau mencurigai orang lain itu nggak boleh. Tapi, sekuat apapun Lily mencegah Anggrek, tetap saja Anggrek bersikeras melakukannya. ‘pasti Ibu meminum alcohol saat mengandung Anggrek!’ batin Lily.
“apa?” tanya Lily santai.
“santai banget!” ejek Anggrek.
“ngapain tegang?”
“kemarin Kakak yang tegang, sekarang, Kakak jadi santai banget.”
“why? Problem for you?” Lily beranjak dari tempat duduknya, namun dicegah oleh Anggrek. Lily menatap wajah Anggrek dengan tatapan yang seakan mengatakan “apa?”
“duduklah …” pinta Anggrek sambil menepuk-nepuk kursi plastik itu. “aku mau cerita.”
Lily mendengus sebal. “pasti Dandelione Meliyana Putri lagi!”
“emang!”
“kalo kamu masih nuduh Dandelione lagi, dan mau cerita tentang dia, cerita saja sama diri kamu sendiri! Biar kamu bisa nyadar menuduh orang lain yang lebih lemah darimu itu nggak baik!” Lily naik darah.
“tunggu dulu! Dengerin dulu deh! Hari ini Lione nggak sekolah. Katanya kulitnya kembali melepuh karena terlambat memakai tabir surya. Aku punya usul, gimana kalo kita membesuk Lione. Rencanaku tak sesederhana itu. Aku berencana, Kakak nantinya ngobrol-ngobrol sama Lione, sementara konsentrasinya bertuju pada Kakak, diam-diam aku memasang chip di pakaiannya.” Rencana Anggrek.
“huh! Seharusnya aku nggak ngembaliin chip itu padamu …,” keluh kesal Lily.
Sepertinya Anggrek tak terpengaruh oleh kekesalan Lily. “Setelah aku memberi kode, kita langsung back to home.” ujar Anggrek berencana.
“kode apa?”
“kode bahwa aku sudah memasang chipnya.” ucap Anggrek berbinar. Lily hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. Bukan tanda nggak mau, tapi itu tanda jika Lily menyetujui rencana Anggrek. Yah, walaupun terselip di dalam hatinya kalau mencurigai orang lain itu nggak boleh. Tapi, sekuat apapun Lily mencegah Anggrek, tetap saja Anggrek bersikeras melakukannya. ‘pasti Ibu meminum alcohol saat mengandung Anggrek!’ batin Lily.
—
Ya, nggak ada yang aneh di hari ini. Hanya Anggrek yang kehilangan kotak pensilnya, dan kelas Lily kedatangan murid baru dari Korea, namanya Jung Kim Chi. Namanya terdengar lucu, tapi dia bukan orang yang lucu. Kim pendiam namun penurut. Ya … sepertinya hanya itu yang terjadi hari ini.
Tepat, seperti janji Anggrek, Anggrek dan Lily akan pergi menuju rumah Lione. Tapi, ada satu kejanggalan, mereka tak tahu di mana alamat Lione.
“gimana kalo kita nanya aja sama temen-temen terdekatnya? Mungkin ada yang tahu alamat Lione.” usul Anggrek.
“nanya ke siapa?”
“Mawar aja, Kak! Mawar, kan, orangnya suka berteman, mungkin aja dia tahu alamat Lione!” ujar Anggrek.
“ya udah, deh, kamu mau apa.” desah Lily.
Tepat, seperti janji Anggrek, Anggrek dan Lily akan pergi menuju rumah Lione. Tapi, ada satu kejanggalan, mereka tak tahu di mana alamat Lione.
“gimana kalo kita nanya aja sama temen-temen terdekatnya? Mungkin ada yang tahu alamat Lione.” usul Anggrek.
“nanya ke siapa?”
“Mawar aja, Kak! Mawar, kan, orangnya suka berteman, mungkin aja dia tahu alamat Lione!” ujar Anggrek.
“ya udah, deh, kamu mau apa.” desah Lily.
Mereka berdua pun langsung menuju rumah Mawar, teman Anggrek. Sesampainya di rumah Mawar, tanpa mengetuk pintu, ternyata Mawar yang membawa buket bunga lily, anggrek, mawar, melati, geranium, tulip, bunga matahari, kenanga dan dandelion yang belum menjadi bibit. Sepertinya bunga itu meliputi orang-orang yang ada di sekolah mereka, termasuk Lily dan Anggrek. Langsung saja Anggrek dan Lily mendatangi Mawar yang ingin menutup pagar rumahnya.
“eh, kalian berdua! Ada apa, ya?” sapa Mawar ramah.
“kamu mau kemana? Rapi bener, bawa bunga lagi! Mau mencalonkan diri menjadi Miss Universe? Udah telat, War! Pemenangnya, kan, udah diumumkan!” ejek Anggrek.
“nggak, lah, Ang! Kamu ini sempet aja ngejek! Aku cuma mau membesuk Lione. Oya, kalian mau ngapain ke sini?” tanya Mawar yang baru sadar Lily dan Anggrek menemuinya.
“kami mau membesuk Lione juga sekaligus nanya sama kamu alamat rumah Lione di mana?” tanya Lily.
“wah, kebetulan! Kita bareng aja yuk! Aku tahu, kok, alamat rumah Lione!” kata Mawar girang dan sesaat melirik penampilan Lily dan Anggrek. “Lho? Kalian, kok, mau membesuk, tapi nggak membawa buah tangan, sih?” tanya Mawar yang barusan menyadari Lily dan Anggrek tak membawa apapun.
“eh … eh … itu … itu …,” Anggrek terlihat gugup. Begitu juga dengan Kakaknya yang sedari tadi memandang wajah Anggrek.
Mawar tersenyum kecil. “sudah, nggak pa-pa. Nggak semestinya, kok, kalo mau membesuk harus bawa buah tangan!” ujar Mawar ramah. Lily dan Anggrek masih saling bertatap satu sama lain. “yuk, kita langsung aja ke rumah Lione! Nggak usah lama-lama di sini. Di sini panas! Yuk!” ajak Mawar semangat dan langsung pergi menuju rumah Lione.
“eh, kalian berdua! Ada apa, ya?” sapa Mawar ramah.
“kamu mau kemana? Rapi bener, bawa bunga lagi! Mau mencalonkan diri menjadi Miss Universe? Udah telat, War! Pemenangnya, kan, udah diumumkan!” ejek Anggrek.
“nggak, lah, Ang! Kamu ini sempet aja ngejek! Aku cuma mau membesuk Lione. Oya, kalian mau ngapain ke sini?” tanya Mawar yang baru sadar Lily dan Anggrek menemuinya.
“kami mau membesuk Lione juga sekaligus nanya sama kamu alamat rumah Lione di mana?” tanya Lily.
“wah, kebetulan! Kita bareng aja yuk! Aku tahu, kok, alamat rumah Lione!” kata Mawar girang dan sesaat melirik penampilan Lily dan Anggrek. “Lho? Kalian, kok, mau membesuk, tapi nggak membawa buah tangan, sih?” tanya Mawar yang barusan menyadari Lily dan Anggrek tak membawa apapun.
“eh … eh … itu … itu …,” Anggrek terlihat gugup. Begitu juga dengan Kakaknya yang sedari tadi memandang wajah Anggrek.
Mawar tersenyum kecil. “sudah, nggak pa-pa. Nggak semestinya, kok, kalo mau membesuk harus bawa buah tangan!” ujar Mawar ramah. Lily dan Anggrek masih saling bertatap satu sama lain. “yuk, kita langsung aja ke rumah Lione! Nggak usah lama-lama di sini. Di sini panas! Yuk!” ajak Mawar semangat dan langsung pergi menuju rumah Lione.
—
“Halo! Apa ada orang di rumah?” tanya Mawar sambil mengetuk-ngetuk pintu.
Seorang wanita separuh baya membukakan pintu dan menyilakan Lily, Anggrek, dan Mawar masuk ke dalam dan menyuruh mereka untuk duduk di sofa yang empuk.
“Apa Lione-nya ada?” tanya Anggrek.
“Lione? Lione siapa ya, Non?” ujar wanita itu kebingungan.
“Maaf, apa Dandely-nya ada?” tanya Mawar.
“Oh …, Non Dandely lagi ada di kamar. Kalian mau ketemu sama dia, ya?” tanya wanita itu menduga-duga.
“Iya, Bi.” kata Lily sedikit senang namun masih ragu.
“Saya minta izin dulu sama Non Dandely-nya dulu, ya? Nanti saya balik lagi ke sini.” ujar wanita itu sambil berjalan menuju lantai atas.
“Hei, War! Namanya kok beda kalo di rumah sama di sekolah, ya?” tanya Anggrek.
“Iya, Ang. Kalo di sekolah namanya Lione, kalo di rumah namanya jadi Dandely. Lione emang dimanjain banget sama nyokap dan bokapnya. Makanya, nama kesayangannya, ya … Dandely.” jelas Mawar.
“Oh …” jawab Anggrek datar.
Seorang wanita separuh baya membukakan pintu dan menyilakan Lily, Anggrek, dan Mawar masuk ke dalam dan menyuruh mereka untuk duduk di sofa yang empuk.
“Apa Lione-nya ada?” tanya Anggrek.
“Lione? Lione siapa ya, Non?” ujar wanita itu kebingungan.
“Maaf, apa Dandely-nya ada?” tanya Mawar.
“Oh …, Non Dandely lagi ada di kamar. Kalian mau ketemu sama dia, ya?” tanya wanita itu menduga-duga.
“Iya, Bi.” kata Lily sedikit senang namun masih ragu.
“Saya minta izin dulu sama Non Dandely-nya dulu, ya? Nanti saya balik lagi ke sini.” ujar wanita itu sambil berjalan menuju lantai atas.
“Hei, War! Namanya kok beda kalo di rumah sama di sekolah, ya?” tanya Anggrek.
“Iya, Ang. Kalo di sekolah namanya Lione, kalo di rumah namanya jadi Dandely. Lione emang dimanjain banget sama nyokap dan bokapnya. Makanya, nama kesayangannya, ya … Dandely.” jelas Mawar.
“Oh …” jawab Anggrek datar.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya wanita itu kembali lagi. “Silakan. Non Dandely mengizinkan kalian membesuknya.” ujar wanita itu dengan ramahnya.
“Makasih, Bi!” ujar Mawar. Lily dan Anggrek mengekor dari belakang.
Mawar langsung membuka pintu kamar Lione dan terlihat Lione terbaring di kasur dengan lengan kanan, kaki kiri, dan pipinya dibalut perban. Sepertinya itu nggak main-main. Tapi Anggrek tetap tak percaya.
“Eh, Mawar! Selamat datang! Kamu repot-repot datang kemari untukku.” Kata Lione ramah. Lalu pandangannya beralih pada Anggrek. “Kamu Anggrek Anggraini, kan?” tanya Lione mengingat-ingat. Anggrek hanya mengangguk. “Dan kamu pasti kakaknya! Lily Anggraini.” sambung Lione sambil melirik pada Lily yang berada di depan pintu.
“hei, Ang! Kenapa dia bisa tahu?” bisik Lily.
“mana kutahu!” jawab Anggrek yang juga dengan bisikan.
“Hei! Kenapa kalian hanya berdiri saja di sana? Ayo, mendekatlah!” suruh Mawar. Lily dan Anggrek saling menatap beberapa detik dan akhirnya mereka mendekat.
“terima kasih kalian mau membesukku. Aku jadi terharu …,” Lione hampir meneteskan air mata.
“nggak pa-pa, kok! Malah aku seneng bisa ketemu kamu lagi.” Mawar menenangkan. Lione hanya tersenyum. Mereka pun mengobrol berduaan. Lily dan Anggrek hanya bisa diam seribu bahasa, tapi berubah ketika Anggrek menyisipkan chip itu pada pyjamas Lione secara diam-diam. Lily hanya melirik dengan sinis dan sedikit ragu.
“maaf, kami harus pulang. Jam segini biasanya kami membantu ibu kami memasak makan malam. Maaf, kami nggak bisa berlama-lama di sini.” ujar Lily ketika Anggrek membunyikan kode.
“kalian baik sekali pada ibu kalian. Aku ingin seperti kalian, tapi aku tak bisa melakukannya karena penyakit ini.” kata Lione.
“semoga kamu cepat sembuh, ya, Ne? Dan kamu bisa membantu ibu kamu seperti yang kami lakukan.” kata Anggrek. Lione mengangguk. “kami pulang dulu, ya? Bye!” sambung Anggrek yang langsung keluar dari kamar Lione bersama Lily.
“Makasih, Bi!” ujar Mawar. Lily dan Anggrek mengekor dari belakang.
Mawar langsung membuka pintu kamar Lione dan terlihat Lione terbaring di kasur dengan lengan kanan, kaki kiri, dan pipinya dibalut perban. Sepertinya itu nggak main-main. Tapi Anggrek tetap tak percaya.
“Eh, Mawar! Selamat datang! Kamu repot-repot datang kemari untukku.” Kata Lione ramah. Lalu pandangannya beralih pada Anggrek. “Kamu Anggrek Anggraini, kan?” tanya Lione mengingat-ingat. Anggrek hanya mengangguk. “Dan kamu pasti kakaknya! Lily Anggraini.” sambung Lione sambil melirik pada Lily yang berada di depan pintu.
“hei, Ang! Kenapa dia bisa tahu?” bisik Lily.
“mana kutahu!” jawab Anggrek yang juga dengan bisikan.
“Hei! Kenapa kalian hanya berdiri saja di sana? Ayo, mendekatlah!” suruh Mawar. Lily dan Anggrek saling menatap beberapa detik dan akhirnya mereka mendekat.
“terima kasih kalian mau membesukku. Aku jadi terharu …,” Lione hampir meneteskan air mata.
“nggak pa-pa, kok! Malah aku seneng bisa ketemu kamu lagi.” Mawar menenangkan. Lione hanya tersenyum. Mereka pun mengobrol berduaan. Lily dan Anggrek hanya bisa diam seribu bahasa, tapi berubah ketika Anggrek menyisipkan chip itu pada pyjamas Lione secara diam-diam. Lily hanya melirik dengan sinis dan sedikit ragu.
“maaf, kami harus pulang. Jam segini biasanya kami membantu ibu kami memasak makan malam. Maaf, kami nggak bisa berlama-lama di sini.” ujar Lily ketika Anggrek membunyikan kode.
“kalian baik sekali pada ibu kalian. Aku ingin seperti kalian, tapi aku tak bisa melakukannya karena penyakit ini.” kata Lione.
“semoga kamu cepat sembuh, ya, Ne? Dan kamu bisa membantu ibu kamu seperti yang kami lakukan.” kata Anggrek. Lione mengangguk. “kami pulang dulu, ya? Bye!” sambung Anggrek yang langsung keluar dari kamar Lione bersama Lily.
—
[i] hey! Kenapa saat diberitakan Melati tewas di kamar mandi, kamu malah hilang? [i]
[i] bagaimana lagi, War? Kulitku udah melepuh. ya … jadinya … aku pergi ke kantor. Dan di sana adanya cuma Pak Match, guru Matematika kita yang nggak ikut heboh karena tewasnya Melati. [i]
[i] terus, kamu ngapain? [i]
[i] yah … aku … aku minta izin untuk pulang lebih dahulu dari kalian. Ternyata Pak Match orangnya baik, ya? Dia langsung mengantarkanku pulang ke rumah. Di luar banyak durinya namun di dalam lembuuut seperti sutera! [i]
[i] wah, kamu bisa jadi penulis! Bisa membahasakan orang yang luarnya galak, tapi dalamnya lembut. [i]
[i] iya dong! O ya, lagi pula, aku juga membenci Melati. [i]
[i] lho? Kenapa kamu benci dia? Kamu udah kenal dengannya? Bukannya kamu adalah anak baru? [i]
[i] hey, Melati itu sepupuku. Dia sepupuku yang paaaling disayang sama nenekku. Makanya, saat pembagian harta warisan, ayah Melati diberi harta yang lebih banyak dibanding mamaku. [i]
[i] kenapa nenek kamu bisa pilih kasih gitu, sih? Itu, kan, nggak boleh! [i]
[i] nenekku emang udah lama ngidam-ngidamkan anak laki-laki setelah dua kali mempunyai anak perempuan, dan setelah ayahnya Melati lahir, lalu ibuku yang menyusul. Tapi, tetap aja, biar anak bungsu, nenekku tetap tak peduli terhadap ibuku. [i]
[i] oh … [i]
[i] sebenarnya … aku juga ingin Melihat … [i]
[i] … Non! Non Dandely! Non Dandely! … [i]
[i] … makanya, aku agak … [i]
[i] … Non! Ayo Non, sekarang waktunya ganti baju … [i]
[i] iya, Bi! [i]
Cleeekkk!!! Zzzrrrttt …
“sial!”
[i] bagaimana lagi, War? Kulitku udah melepuh. ya … jadinya … aku pergi ke kantor. Dan di sana adanya cuma Pak Match, guru Matematika kita yang nggak ikut heboh karena tewasnya Melati. [i]
[i] terus, kamu ngapain? [i]
[i] yah … aku … aku minta izin untuk pulang lebih dahulu dari kalian. Ternyata Pak Match orangnya baik, ya? Dia langsung mengantarkanku pulang ke rumah. Di luar banyak durinya namun di dalam lembuuut seperti sutera! [i]
[i] wah, kamu bisa jadi penulis! Bisa membahasakan orang yang luarnya galak, tapi dalamnya lembut. [i]
[i] iya dong! O ya, lagi pula, aku juga membenci Melati. [i]
[i] lho? Kenapa kamu benci dia? Kamu udah kenal dengannya? Bukannya kamu adalah anak baru? [i]
[i] hey, Melati itu sepupuku. Dia sepupuku yang paaaling disayang sama nenekku. Makanya, saat pembagian harta warisan, ayah Melati diberi harta yang lebih banyak dibanding mamaku. [i]
[i] kenapa nenek kamu bisa pilih kasih gitu, sih? Itu, kan, nggak boleh! [i]
[i] nenekku emang udah lama ngidam-ngidamkan anak laki-laki setelah dua kali mempunyai anak perempuan, dan setelah ayahnya Melati lahir, lalu ibuku yang menyusul. Tapi, tetap aja, biar anak bungsu, nenekku tetap tak peduli terhadap ibuku. [i]
[i] oh … [i]
[i] sebenarnya … aku juga ingin Melihat … [i]
[i] … Non! Non Dandely! Non Dandely! … [i]
[i] … makanya, aku agak … [i]
[i] … Non! Ayo Non, sekarang waktunya ganti baju … [i]
[i] iya, Bi! [i]
Cleeekkk!!! Zzzrrrttt …
“sial!”
—
“aku sudah bilang, kan, Kak?!” kata Anggrek.
“tapi aku tetap nggak percaya!” teriak Lily.
“gimana lagi, Kak? Itu buktinya! Itu bukti yang sebenarnya!” balas Anggrek.
“aku tetap nggak percaya!” teriak Lily. Lily dan Anggrek puas untuk berteriak sesuka mereka karena sekarang mereka ada di Taman Kota. Hanya orang-orang yang tak tahu jalan cerita panjang mereka saja yang merasa kalau Lily dan Anggrek itu adalah orang-orang aneh yang teriak-teriak nggak jelas. “hmmm, aku punya ide!” ujar Lily berbinar.
“o ya? Apa itu?” Tanya Anggrek yang terlihat nggak sabar.
“bagaimana jika kita mencari tahu langsung ke sumbernya.” Usul Lily.
“sumbernya kayak gimana?”
“kita masuk ke kamar mandi sekolah kita aja!”
“kamar mandi sekolah? Bukannya tempat itu kini sudah dikunci setelah diberitakan Melati tewas?”
“ya, kita masuk aja diam-diam!” kata Lily.
“hmmm …, bukan ide yang buruk.” Ucap Anggrek setelah berfikir beberapa detik.
“tapi aku tetap nggak percaya!” teriak Lily.
“gimana lagi, Kak? Itu buktinya! Itu bukti yang sebenarnya!” balas Anggrek.
“aku tetap nggak percaya!” teriak Lily. Lily dan Anggrek puas untuk berteriak sesuka mereka karena sekarang mereka ada di Taman Kota. Hanya orang-orang yang tak tahu jalan cerita panjang mereka saja yang merasa kalau Lily dan Anggrek itu adalah orang-orang aneh yang teriak-teriak nggak jelas. “hmmm, aku punya ide!” ujar Lily berbinar.
“o ya? Apa itu?” Tanya Anggrek yang terlihat nggak sabar.
“bagaimana jika kita mencari tahu langsung ke sumbernya.” Usul Lily.
“sumbernya kayak gimana?”
“kita masuk ke kamar mandi sekolah kita aja!”
“kamar mandi sekolah? Bukannya tempat itu kini sudah dikunci setelah diberitakan Melati tewas?”
“ya, kita masuk aja diam-diam!” kata Lily.
“hmmm …, bukan ide yang buruk.” Ucap Anggrek setelah berfikir beberapa detik.
—
Saat jam pulang sekolah, Lily dan Anggrek diam-diam pergi ke kamar mandi yang kini sudah ditutup pasca tewasnya Melati dengan misterius. Sekolah jika hari Kamis, sekolah mereka bisa pulang sampai sore.
Aneh. Kenapa nggak panggil aja polisi atau detektif untuk mengungkap misteri ini? Tapi biarlah. Dengan begitu, Lily dan Anggrek mungkin dewasanya akan menjadi dua orang detektif handal yang bisa mengungkap semua kemisteriusan.
Aneh. Kenapa nggak panggil aja polisi atau detektif untuk mengungkap misteri ini? Tapi biarlah. Dengan begitu, Lily dan Anggrek mungkin dewasanya akan menjadi dua orang detektif handal yang bisa mengungkap semua kemisteriusan.
Kakak adik itu berjinggat-jinggat sambil melirik ke kanan dan ke kiri, takut jika ada orang yang akan memergoki mereka berdua. Setelah merasa aman, mereka pun mengambil penjepit kertas. Benda itu diluruskan dan mencoba memasukkannya ke dalam lubang kunci. Dan …
Klek!
“yes!” ucap mereka berdua girang.
Lily masuk terlebih dahulu dan Anggrek menjaga jika ada orang lain yang melihat mereka. Setelah Lily masuk, sekarang giliran Anggrek yang masuk. Mereka pun menutup pintunya.
Di dalam, Lily dan Anggrek menyelidiki tempat itu. Bau darah segar masih kerasa. Dan juga bau busuk masih melekat pada lantai-lantai kamar mandi. Anggrek agak takut masuk ke dalam tempat ini. Serasa ada yang bergentayangan di tempat ini. Lily juga merasakan apa yang dirasakan Anggrek.
Tanpa sengaja, Lily menemukan sepucuk surat yang diselipkan di belakang cermin. Lily membuka surat itu. Tulisan surat itu terbuat bukan dari tinta biasa, melainkan darah yang dijadikan tinta. Itu terbukti ketika bau busuk masih tercium pada kertas.
Klek!
“yes!” ucap mereka berdua girang.
Lily masuk terlebih dahulu dan Anggrek menjaga jika ada orang lain yang melihat mereka. Setelah Lily masuk, sekarang giliran Anggrek yang masuk. Mereka pun menutup pintunya.
Di dalam, Lily dan Anggrek menyelidiki tempat itu. Bau darah segar masih kerasa. Dan juga bau busuk masih melekat pada lantai-lantai kamar mandi. Anggrek agak takut masuk ke dalam tempat ini. Serasa ada yang bergentayangan di tempat ini. Lily juga merasakan apa yang dirasakan Anggrek.
Tanpa sengaja, Lily menemukan sepucuk surat yang diselipkan di belakang cermin. Lily membuka surat itu. Tulisan surat itu terbuat bukan dari tinta biasa, melainkan darah yang dijadikan tinta. Itu terbukti ketika bau busuk masih tercium pada kertas.
Melati telah kubinasakan. Selanjutnya tinggal dua kakak beradik itu. Mereka belum mengenalku. Aku yakin, jika mereka menuju kamar mandi tempat Melati tewas, mereka akan menemuiku. Dan mereka pasti takut ketika melihatku berdiri di hadapan mereka dan aku pun siap untuk membunuhnya.
ttd,
GU MI HO
ttd,
GU MI HO
Sesaat seperti ada sesuatu yang membuat jantungnya berdegub kencang. Bulu kuduknya berdiri. Anggrek pun juga begitu ketika membaca surat itu. Mereka berdua seperti tak bisa bergerak dan tak bisa berbicara.
—
Pak Cecep, satpam di Flower Girls School (sekolah Lily dan Anggrek) datang sambil bersiul-siul riang. Beliau memang ditugaskan untuk mengunci pintu-pintu kelas.
“apaan nih?” Tanya Pak Cecep ketika melihat penjepit kertas yang masih berada di lubang kunci. “wah, pasti ini kerjaan anak-anak geng itu!” duganya. Pak Cecep menduga Geng The Bloomer-lah biang keroknya. Jadi beliau mengunci saja pintunya.
“apaan nih?” Tanya Pak Cecep ketika melihat penjepit kertas yang masih berada di lubang kunci. “wah, pasti ini kerjaan anak-anak geng itu!” duganya. Pak Cecep menduga Geng The Bloomer-lah biang keroknya. Jadi beliau mengunci saja pintunya.
—
“Kak … A-apa yang di-dimaksud dengan kakak beradik itu a-adalah kita be-berdua?” Tanya Anggrek kelagapan sekaligus ketakutan.
“I don’t know …,” jawab Lily dengan bisikan karena suaranya terasa tercekat di tenggorok.
Tiba-tiba …
PLAAANG!!!
Waduh?! Lampunya mati! Lily dan Anggrek semakin ketakutan menanggapi hal ini. Mereka berdua pun mencoba untuk keluar. Arrrghhh! Pintunya terkunci! Mereka bingung ingin melakukan apa di tempat gelap ini.
Setitik cahaya menyilaukan mata mereka. Titik cahaya itu berubah menjadi lebih besar, lebih besar, dan akhirnya menyinari semua tempat.
Lily dan Anggrek membuka mata. Mereka berdua sekarang berada di dalam hutan di gelapnya malam hari. Lily dan Anggrek bingung. Mereka berdua sangat kebingungan. Tiba-tiba semuanya berubah. Dari kamar mandi yang sempit, menjadi hutan yang luas dan gelap.
Lily diam seribu bahasa. Dia tak bisa mengatakan apapun di saat seperti ini. Anggrek ingin menangis. Namun, sekeras apapun ia menangis, takkan ada setetes air mata yang jatuh.
“ternyata kalian datang juga!”
Suara seorang gadis memakai handuk berwarna pink mengagetkan mereka berdua. Lily mempertajam penglihatan. Ternyata itu …
“Kim?” tebak Lily ketika melihat sesosok gadis itu adalah Kim. Jung Kim Chi. Si Murid Baru dari Korea di kelasnya. “Kim? Apa yang kamu lakukan di sini? Oh … apa kamu …”
“ya, aku yang membunuh Melati.” Ujar Kim mulai mendekat.
“tidak! Tidak! Jangan mendekat! JANGAN MENDEKAT, KIM!” teriak Lily.
“JANGAN PANGGIL AKU KIM!” Kim membalas teriakan Lily. “namaku bukan Jung Kim Chi! Namaku Mi Ho! Gu Mi Ho!”
“Gu Mi Ho? Oh … jadi kamu yang meletakkan surat di belakang cermin?” Tanya Lily.
“ya. Aku yang melakukannya.” Kata Mi Ho.
“kenapa? Kenapa kamu membunuh Melati? Apa salah Melati?!” Tanya Lily lagi.
“karena Melati telah meremehkanku.”
“meremehkanmu? Apa maksudnya? Kamu baru menjadi murid baru sehari setelah kepergian Melati. Kenapa kamu telah membunuhnya? Aku tidak mengerti apapun maksudmu.” Ucap Lily.
“sebenarnya Melati dan aku sudah berteman lama. Sebelum Melati ada di sini, Melati sempat tinggal di Korea. Aku terus mengganggunya untuk menyuruhnya pergi ke kuil untuk menggambarkan kedelapan ekorku.”
“ekormu? Kamu punya ekor?” Lily tak henti-hentinya bertanya.
“ya! Aku punya ekor. Tadinya aku punya satu. Setelah Melati menggambarkan delapan ekorku, akhirnya aku bisa terbebas dari lukisan tua yang berada di kuil itu. Berbulan-bulan aku hidup bersamanya. Masalah terjadi ketika aku meminta untuk makan daging. Melati tak bisa mengabulkannya karena selama aku hidup bersamanya dan bersama keluarganya, aku terus-terusan meminta daging. Tapi saat dia tak bisa mengabulkan permintaanku, akhirnya aku mengancam akan membunuhnya. Sehari setelah aku mengancamnya, ternyata dikabarkan kini ia telah pindah dari Korea. Aku tak tahu alamatnya. Sampai akhirnya, dikabarkan kalau ada yang bernama Melati Andriana bersekolah di Flower Junior High School. Aku langsung menemuinya di kamar mandi dan langsung membunuhnya tanpa basa-basi.” Jelas panjang lebar Mi Ho. “Dan setelah Melati tewas, sekarang giliran kalian yang akan kubunuh!”
“I don’t know …,” jawab Lily dengan bisikan karena suaranya terasa tercekat di tenggorok.
Tiba-tiba …
PLAAANG!!!
Waduh?! Lampunya mati! Lily dan Anggrek semakin ketakutan menanggapi hal ini. Mereka berdua pun mencoba untuk keluar. Arrrghhh! Pintunya terkunci! Mereka bingung ingin melakukan apa di tempat gelap ini.
Setitik cahaya menyilaukan mata mereka. Titik cahaya itu berubah menjadi lebih besar, lebih besar, dan akhirnya menyinari semua tempat.
Lily dan Anggrek membuka mata. Mereka berdua sekarang berada di dalam hutan di gelapnya malam hari. Lily dan Anggrek bingung. Mereka berdua sangat kebingungan. Tiba-tiba semuanya berubah. Dari kamar mandi yang sempit, menjadi hutan yang luas dan gelap.
Lily diam seribu bahasa. Dia tak bisa mengatakan apapun di saat seperti ini. Anggrek ingin menangis. Namun, sekeras apapun ia menangis, takkan ada setetes air mata yang jatuh.
“ternyata kalian datang juga!”
Suara seorang gadis memakai handuk berwarna pink mengagetkan mereka berdua. Lily mempertajam penglihatan. Ternyata itu …
“Kim?” tebak Lily ketika melihat sesosok gadis itu adalah Kim. Jung Kim Chi. Si Murid Baru dari Korea di kelasnya. “Kim? Apa yang kamu lakukan di sini? Oh … apa kamu …”
“ya, aku yang membunuh Melati.” Ujar Kim mulai mendekat.
“tidak! Tidak! Jangan mendekat! JANGAN MENDEKAT, KIM!” teriak Lily.
“JANGAN PANGGIL AKU KIM!” Kim membalas teriakan Lily. “namaku bukan Jung Kim Chi! Namaku Mi Ho! Gu Mi Ho!”
“Gu Mi Ho? Oh … jadi kamu yang meletakkan surat di belakang cermin?” Tanya Lily.
“ya. Aku yang melakukannya.” Kata Mi Ho.
“kenapa? Kenapa kamu membunuh Melati? Apa salah Melati?!” Tanya Lily lagi.
“karena Melati telah meremehkanku.”
“meremehkanmu? Apa maksudnya? Kamu baru menjadi murid baru sehari setelah kepergian Melati. Kenapa kamu telah membunuhnya? Aku tidak mengerti apapun maksudmu.” Ucap Lily.
“sebenarnya Melati dan aku sudah berteman lama. Sebelum Melati ada di sini, Melati sempat tinggal di Korea. Aku terus mengganggunya untuk menyuruhnya pergi ke kuil untuk menggambarkan kedelapan ekorku.”
“ekormu? Kamu punya ekor?” Lily tak henti-hentinya bertanya.
“ya! Aku punya ekor. Tadinya aku punya satu. Setelah Melati menggambarkan delapan ekorku, akhirnya aku bisa terbebas dari lukisan tua yang berada di kuil itu. Berbulan-bulan aku hidup bersamanya. Masalah terjadi ketika aku meminta untuk makan daging. Melati tak bisa mengabulkannya karena selama aku hidup bersamanya dan bersama keluarganya, aku terus-terusan meminta daging. Tapi saat dia tak bisa mengabulkan permintaanku, akhirnya aku mengancam akan membunuhnya. Sehari setelah aku mengancamnya, ternyata dikabarkan kini ia telah pindah dari Korea. Aku tak tahu alamatnya. Sampai akhirnya, dikabarkan kalau ada yang bernama Melati Andriana bersekolah di Flower Junior High School. Aku langsung menemuinya di kamar mandi dan langsung membunuhnya tanpa basa-basi.” Jelas panjang lebar Mi Ho. “Dan setelah Melati tewas, sekarang giliran kalian yang akan kubunuh!”
Bulan purnama pun muncul. Mi Ho terlihat seperti serigala yang kelaparan. Terus menerus menarik nafas seraya haus darah. Dia tersenyum dan taringnya memanjang. Bola matanya yang hitam, kini menjadi biru. Rambut-rambut berwarna abu-abu mulai bermunculan pada tangannya. Kukunya yang biasa kini menjadi berwarna coklat, panjang, dan tajam. Kesembilan ekornya keluar.
“Kakak … aku takuuut …” Anggrek ketakutan sambil bersembunyi di balik tubuh Lily.
“hmmm …, siapa dulu yang perlu aku bunuh? Apa yang kecil dulu?” Mi Ho menunjuk ke arah Anggrek. Anggrek ketakutan sambil terus bersembunyi di balik tubuh Lily. “atau yang besar dulu?” Mi Ho menatap Lily. Lily tampak ketakutan. Namun tak tahu ingin melakukan apa. “atau … langsung keduanya saja?” ujar Mi Ho mengancam mereka berdua.
Mi Ho mendekat. Lily dan Anggrek melangkah mundur. Tapi mereka tak bisa lagi berjalan mundur karena di belakang mereka ada jurang yang sangat dalam. Mereka bingung. Jika mundur, mereka akan jatuh ke jurang. Jika mereka tetap diam, mereka akan dimangsa oleh Mi Ho.
“Kakak … aku takuuut …” Anggrek ketakutan sambil bersembunyi di balik tubuh Lily.
“hmmm …, siapa dulu yang perlu aku bunuh? Apa yang kecil dulu?” Mi Ho menunjuk ke arah Anggrek. Anggrek ketakutan sambil terus bersembunyi di balik tubuh Lily. “atau yang besar dulu?” Mi Ho menatap Lily. Lily tampak ketakutan. Namun tak tahu ingin melakukan apa. “atau … langsung keduanya saja?” ujar Mi Ho mengancam mereka berdua.
Mi Ho mendekat. Lily dan Anggrek melangkah mundur. Tapi mereka tak bisa lagi berjalan mundur karena di belakang mereka ada jurang yang sangat dalam. Mereka bingung. Jika mundur, mereka akan jatuh ke jurang. Jika mereka tetap diam, mereka akan dimangsa oleh Mi Ho.
Suasana pun berubah ketika seseorang datang dari atas pohon.
“oh …, ternyata kamu lagi! Apa kamu tak puas setelah aku kutuk?” Tanya Mi Ho. Sepertinya ia mengenali sosok perempuan yang melindungi Lily dan Anggrek ini.
“ya. Aku memang dikutuk. Tapi kutukan itu akan hilang jika bulan purnama tiba. Aku kira kutukanmu sangat kuat. Heh, ternyata … hanya sebatas ini.” perempuan itu nyeringai.
Mi Ho tambah murka. “KAU LIONE!!!” teriak Mi Ho. Lily dan Anggrek tersentak kaget.
“Lione?”
“oh …, ternyata kamu lagi! Apa kamu tak puas setelah aku kutuk?” Tanya Mi Ho. Sepertinya ia mengenali sosok perempuan yang melindungi Lily dan Anggrek ini.
“ya. Aku memang dikutuk. Tapi kutukan itu akan hilang jika bulan purnama tiba. Aku kira kutukanmu sangat kuat. Heh, ternyata … hanya sebatas ini.” perempuan itu nyeringai.
Mi Ho tambah murka. “KAU LIONE!!!” teriak Mi Ho. Lily dan Anggrek tersentak kaget.
“Lione?”
—
Kejadian ini kembali lagi. Mi Ho berubah kembali. Rambutnya yang hitam berubah menjadi putih. Matanya yang biru berubah menjadi bola mata yang lebih besar dan berwarna emas. Wajahnya yang putih mulus mulai ditumbuhi rambut. Bibirnya menjadi hitam dan menipis. Hidungnya memesek dan membentuk seperti hidung rubah. Daerah sekitar mata menjadi hitam. Tulang alisnya membesar. Alisnya menipis hingga akhirnya menghilang. Ia terlihat seperti seorang monster dibanding seorang Gumiho alias Siluman Rubah.
Lily dan Anggrek ketakutan.
“kalian! Ayo! Pergi dari sini!” perintah Lione.
“ta-tapi, bagaimana denganmu? Kami tak bisa meninggalkanmu sendirian, kan?” Tanya Anggrek.
“tidak apa! Pergilah kalian dari sini!” perintah Lione sekali lagi.
Lily khawatir, “ta-tapi …”
“PERGI!!!” teriak Lione.
Lily dan Anggrek berlari menjauh dari tempat kejadian. Mereka memilih sebuah pohon besar yang tak terlalu jauh dan cocok menjadi tempat persembunyian mereka berdua. Mereka memilih pohon besar dibanding tempat-tempat lain karena mereka ingin melihat apa yang terjadi antara Lione dengan Jung Kim Chi alias Gu Mi Ho.
Lily dan Anggrek ketakutan.
“kalian! Ayo! Pergi dari sini!” perintah Lione.
“ta-tapi, bagaimana denganmu? Kami tak bisa meninggalkanmu sendirian, kan?” Tanya Anggrek.
“tidak apa! Pergilah kalian dari sini!” perintah Lione sekali lagi.
Lily khawatir, “ta-tapi …”
“PERGI!!!” teriak Lione.
Lily dan Anggrek berlari menjauh dari tempat kejadian. Mereka memilih sebuah pohon besar yang tak terlalu jauh dan cocok menjadi tempat persembunyian mereka berdua. Mereka memilih pohon besar dibanding tempat-tempat lain karena mereka ingin melihat apa yang terjadi antara Lione dengan Jung Kim Chi alias Gu Mi Ho.
—
“kenapa kamu menggangguku?” Tanya Mi Ho.
“aku tak mengganggumu. Aku hanya ingin menemuimu.” Jawab Lione.
“menemuiku? Untuk apa? Kamu tidak ada hubungannya dengan ini.” Kata Mi Ho menaikkan nada bicaranya.
“nggak usah marah-marah gitulah … Santai aja!” ujar Lione santai. Mi Ho marah, lalu mulai menampar Lione. Tapi sejurus kemudian Lione menepisnya, lalu tersenyum kecil. “kau tahu? Arwah Melati kini bergentayangan di mana-mana. Dia mencarimu ke mana-mana. Kau kemana, sih?” Tanya Lione mengubah cara bicaranya.
“mencariku?” Tanya Mi Ho.
“ya, dia mencarimu. Katanya dia ingin membalas dendam padamu. Entahlah, apa yang ia pikirkan. Walaupun aku sedikit membencinya, namun aku tetap menyayanginya dan menganggapnya seperti saudaraku sendiri.” Jelas Lione.
“heh! Kau pasti berbohong!” Mi Ho ingin mencengkramnya, tapi tiba-tiba tubuhnya tak bisa lagi digerakkan. “a-a-ada apa ini?!” Tanya Mi Ho kebingungan.
Dengan sambil menyeringai Lione menjawab, “kau, ingin membunuhku. Silakan. Kau takkan mampu membunuhku dengan cara seperti itu.” Lione mengeluarkan sebuah belati yang terdapat ukiran-ukiran unik di beberapa bagian-bagiannya. “karena aku punya ini.”
“belati yang terbuat dari tulang harimau?” Tanya Mi Ho.
“ya, kau sudah dapat menebaknya. Aku dapatkan benda ini dari seorang dukun yang ada di gua yang gelap dan dalam. Dia bilang padaku, kalau benda ini bisa melumpuhkan Gumiho.” Jelas Lione.
“apa kau ingin membunuhku?” Tanya Mi Ho lagi.
“sebenarnya aku tak ingin melakukan ini. Tapi, ini demi manusia dan juga dirimu sendiri. Aku ingin kau hidup tenang. Aku ingin manusia hidup tenang. Aku ingin semuanya hidup tenang tanpa ada gejala apapun.”
Dari raut wajahnya, terlihat Mi Ho tak senang.
“tapi, aku punya kesempatan untukmu. Jika kau mau kembali ke gambar itu, aku tak akan membunuhmu.” Kata Lione memberikan kesempatan berfikir untuk Mi Ho. Lalu Lione menjatuhkan belatinya untuk meyakinkan Mi Ho.
Mi Ho tampak berfikir. Tak lama setelah ia berfikir, ia tertawa. Namun bukan tawa bahagia yang terlihat. Melainkan tawa licik yang tersembunyi di balik mulut monsternya. “kau pikir aku percaya padamu?” Tanya Mi Ho.
Sejurus kemudian, dia mencengkram dada Lione sampai menembus ke jantung. Darah segar mengalir deras. Mulutnya pun ikut mengeluarkan darah. Lione tersentak. Entah apa yang difikirkannya. Ia terjatuh secara perlahan. Matanya melirik ke arah belati yang tak jauh darinya. Ia mencoba mengambil belati itu, tapi Mi Ho takkan membiarkannya. Semakin dekat Lione menggapai belati itu, semakin dalam Mi Ho menusuk dadanya. Dan bahkan, Mi Ho mengancam akan meremukkan jantungnya jika ia bergerak.
Lione bingung. Dadanya semakin sakit. Rasanya hidupnya sudah di ujung pedang. Jantungnya serasa sudah dipegang oleh Mi Ho. Namun, dengan kepedihan yang ia derita, Lione terus mencoba menggapai dan mengambil belati yang berada di sampingnya. Semakin dekat, semakin keras pula Mi Ho mencengkram jantungnya. Tapi, Lione harus kuat untuk mencapai takdirnya sebagai pengusir Gumiho.
Akhirnya, tangannya sudah menggapai belati itu. Mi Ho semakin kencang dan Lione merasa jantungnya sebentar lagi akan meledak. Dengan sekejap, Lione menusukkan belati itu tepat di jantung Mi Ho. Dan secara bersamaan, Mi Ho mencengkram jantung Lione dengan sangat kuat. Jantung Lione hancur. Jantung Mi Ho tertusuk. Mereka berdua terjatuh secara bersamaan dengan tragis. Darah mereka mengalir mengiringi hujan deras menuju tempat yang lebih rendah.
Lily dan Anggrek tak percaya melihat ini. Dua orang yang seharusnya salah satu dari mereka bertahan hidup, malah tewas dengan tragis secara bersamaan. Lily dan Anggrek mendekat pada Lione dan Mi Ho. Mereka berdua menangis meraung-raung dan berteriak “APAKAH INI TAKDIRMU TUHAN?!”
“aku tak mengganggumu. Aku hanya ingin menemuimu.” Jawab Lione.
“menemuiku? Untuk apa? Kamu tidak ada hubungannya dengan ini.” Kata Mi Ho menaikkan nada bicaranya.
“nggak usah marah-marah gitulah … Santai aja!” ujar Lione santai. Mi Ho marah, lalu mulai menampar Lione. Tapi sejurus kemudian Lione menepisnya, lalu tersenyum kecil. “kau tahu? Arwah Melati kini bergentayangan di mana-mana. Dia mencarimu ke mana-mana. Kau kemana, sih?” Tanya Lione mengubah cara bicaranya.
“mencariku?” Tanya Mi Ho.
“ya, dia mencarimu. Katanya dia ingin membalas dendam padamu. Entahlah, apa yang ia pikirkan. Walaupun aku sedikit membencinya, namun aku tetap menyayanginya dan menganggapnya seperti saudaraku sendiri.” Jelas Lione.
“heh! Kau pasti berbohong!” Mi Ho ingin mencengkramnya, tapi tiba-tiba tubuhnya tak bisa lagi digerakkan. “a-a-ada apa ini?!” Tanya Mi Ho kebingungan.
Dengan sambil menyeringai Lione menjawab, “kau, ingin membunuhku. Silakan. Kau takkan mampu membunuhku dengan cara seperti itu.” Lione mengeluarkan sebuah belati yang terdapat ukiran-ukiran unik di beberapa bagian-bagiannya. “karena aku punya ini.”
“belati yang terbuat dari tulang harimau?” Tanya Mi Ho.
“ya, kau sudah dapat menebaknya. Aku dapatkan benda ini dari seorang dukun yang ada di gua yang gelap dan dalam. Dia bilang padaku, kalau benda ini bisa melumpuhkan Gumiho.” Jelas Lione.
“apa kau ingin membunuhku?” Tanya Mi Ho lagi.
“sebenarnya aku tak ingin melakukan ini. Tapi, ini demi manusia dan juga dirimu sendiri. Aku ingin kau hidup tenang. Aku ingin manusia hidup tenang. Aku ingin semuanya hidup tenang tanpa ada gejala apapun.”
Dari raut wajahnya, terlihat Mi Ho tak senang.
“tapi, aku punya kesempatan untukmu. Jika kau mau kembali ke gambar itu, aku tak akan membunuhmu.” Kata Lione memberikan kesempatan berfikir untuk Mi Ho. Lalu Lione menjatuhkan belatinya untuk meyakinkan Mi Ho.
Mi Ho tampak berfikir. Tak lama setelah ia berfikir, ia tertawa. Namun bukan tawa bahagia yang terlihat. Melainkan tawa licik yang tersembunyi di balik mulut monsternya. “kau pikir aku percaya padamu?” Tanya Mi Ho.
Sejurus kemudian, dia mencengkram dada Lione sampai menembus ke jantung. Darah segar mengalir deras. Mulutnya pun ikut mengeluarkan darah. Lione tersentak. Entah apa yang difikirkannya. Ia terjatuh secara perlahan. Matanya melirik ke arah belati yang tak jauh darinya. Ia mencoba mengambil belati itu, tapi Mi Ho takkan membiarkannya. Semakin dekat Lione menggapai belati itu, semakin dalam Mi Ho menusuk dadanya. Dan bahkan, Mi Ho mengancam akan meremukkan jantungnya jika ia bergerak.
Lione bingung. Dadanya semakin sakit. Rasanya hidupnya sudah di ujung pedang. Jantungnya serasa sudah dipegang oleh Mi Ho. Namun, dengan kepedihan yang ia derita, Lione terus mencoba menggapai dan mengambil belati yang berada di sampingnya. Semakin dekat, semakin keras pula Mi Ho mencengkram jantungnya. Tapi, Lione harus kuat untuk mencapai takdirnya sebagai pengusir Gumiho.
Akhirnya, tangannya sudah menggapai belati itu. Mi Ho semakin kencang dan Lione merasa jantungnya sebentar lagi akan meledak. Dengan sekejap, Lione menusukkan belati itu tepat di jantung Mi Ho. Dan secara bersamaan, Mi Ho mencengkram jantung Lione dengan sangat kuat. Jantung Lione hancur. Jantung Mi Ho tertusuk. Mereka berdua terjatuh secara bersamaan dengan tragis. Darah mereka mengalir mengiringi hujan deras menuju tempat yang lebih rendah.
Lily dan Anggrek tak percaya melihat ini. Dua orang yang seharusnya salah satu dari mereka bertahan hidup, malah tewas dengan tragis secara bersamaan. Lily dan Anggrek mendekat pada Lione dan Mi Ho. Mereka berdua menangis meraung-raung dan berteriak “APAKAH INI TAKDIRMU TUHAN?!”
—
Lily terbangun sekejap sambil memegangi kepalanya yang sakit dan berat. Ia melirik ke ranjang adiknya. Anggrek terlihat melakukan hal yang sama dengannya. Mereka berdua pun kemudian saling menatap.
Sejenak ada kesunyian yang mengiringi mereka berdua.
“kamu kenapa?” Tanya Lily.
“aku mimpi buruk, Kak!” ujar Anggrek sambil memeluk boneka Shaun the Sheep-nya. “kalau Kakak kenapa?” Anggrek mengembalikan pertanyaan kakaknya.
“sama.” Singkat Lily.
Sejenak ada kesunyian yang mengiringi mereka berdua.
“kamu kenapa?” Tanya Lily.
“aku mimpi buruk, Kak!” ujar Anggrek sambil memeluk boneka Shaun the Sheep-nya. “kalau Kakak kenapa?” Anggrek mengembalikan pertanyaan kakaknya.
“sama.” Singkat Lily.
—
Semua itu hanya mimpi. Mimpi belaka. Tak ada apapun yang special kecuali mereka merasa semua mimpi itu memang benar-benar terjadi. Keesokan paginya mereka menjalankan pekerjaan sehari-hari mereka dengan normal walaupun ada menyesak dalam hati mereka tentang kematian Lione, teman sekaligus pelindung mereka.
Mereka memasuki bus dengan perasaan agak malas. Lily dan Anggrek senang ketika melihat Melati kembali lagi. Namun yang paling membahagiakan dari melihat Melati telah kembali adalah ketika melihat seorang gadis yang tak asing di mata mereka. Gadis berambut hitam panjang itu pun menoleh ke arah Lily dan Anggrek. Sekejap hati mereka berbunga-bunga. Hati kecil mereka mengatakan,
“Dandelione!”
“Dandelione!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar