Pagi-pagi sekali Aku bersiap-siap berangkat sekolah di SD tercinta ku. kini aku sedang sibuk menali sepatu. “Assalamualaikum bu!” salam ku sambil mencium tangan Ibu.
“Waalaikum salam”
“Waalaikum salam”
Seperti biasanya, aku menghampiri temanku, Jimmy. walau agak malas, tetapi aku tidak pernah terlambat sekolah jika berangkat bareng denganya. karena Ia diantarkan naik mobil. dengan sabar aku menunggu Jimmy sarapan. Aku lebih memilih duduk di teras rumah daripada masuk rumahnya yang begitu luas di banding rumahku. Jimmy juga tidak akan cepat makan jika ada aku di dalam.
Kemudian aku mengintip jam yang menunjukkan pukul 06.47. tak lama, Jimmy keluar sambil menenteng sepatu dan mengenakanya. “Maaf ya San, aku lama. hehehe” canda nya. “Iya Jim, gak papa kok” jawabku meringis. Akhirnya, kami berangkat naik mobil Jimmy. kami duduk di kursi tengah. di depan ada pak Sul, sopirnya Jim.
Ketika sampai di sekolah, tak lama bel berbunyi. semua murid masuk ke kelas dan menempati bangkunya masing-masing. Kini pelajaran MTK yang akan di ajar oleh pak Galih. “Jimmy” kata pak Galih tegas ke arah Jimmy yang sedang bercanda gurau oleh teman yang duduk di belakangnya. serentak Jimmy menoleh ke depan. “Tolong kerjakan soal nomor 1″. Jimmy berjalan dengan langkah pelan dan bingung karena belum paham sama sekali. Iya, Jimmy tidak terlalu pandai matematika. bahkan hampir semua Ia tidak bisa. serentak teman-teman tertawa melihat jawaban Jimmy yang tidak nyangkut sama sekali dengan soal. “Kamu ini bagaimana, makanya dengarkan kalau bapak menjelaskan” kata pak Galih kesal. Jimmy hanya menunduk malu.
Di jam istirahat pun tidak seperti hari-hari kemarin. Jimmy sering mentraktirku makan dengan kawan-kawan. Ia cukup mengerti keadaan ekonomi ku. terkadang, aku menolaknya. tapi sering juga menerimanya. jadi uang saku ku selalu tersisa, bahkan masih utuh. teman-teman ku banyak yang menyukainya, karena kebaikanya. tapi ada juga sisi mengesalkanya di saat-saat ulangan. ya, biasalah. nananina.
Waktu terus berjalan sehingga bel pulang berbunyi. kita biasa menunggu jemputan di taman kota. kita juga biasa bermain di sana. bahkan sering masuk keluar toilet bawah tanah patung komodo yang di buat toilet di dalamnya. Pada saat kami akan memasuki taman, ada beberapa pengemis yang duduk di trotoar. “Uang kamu masih sisa kan?” tanya Jimmy kepadaku. aku mengangguk sambil melihat Jimmy memberi uang kepada pengemis. pengemis itu tampak senang dan berlari kegirangan menuju kakaknya yang juga sedang mendekati orang-orang untuk dimintai uang. Aku perlahan menghindar agak jauh dari pengemis itu sehingga Jimmy sempat mencari ku. “Hey! kenapa kamu tidak memberikan uang kepada pengemis itu sih?” tanya Jimmy ngos-ngos an.
“Aku malu”
“Lho, kenapa malu?”
“Ya malu. Kamu ngasih berapa?”
“10 ribu”
“Aku tidak berani memberikanya. uang ini juga bukan untuk nya, karena aku takut jika yang akan dibelikanya bukanlah barang yang berguna. aku juga masih belum bisa mencari uang sendiri. Andai saja aku sudah bisa mencari uang sendiri, aku pasti akan memberikannya uang lebih dari 10 ribu rupiah”
Spontan Jimmy merangkul ku bangga. “Aku bangga punya teman sepertimu. bersiaplah untuk menjadi seorang Sandi yang dewasa dan kelak menjadi pemimpin” gombal Jimmy. aku hanya tertawa sambil mengatakan “aamin”
“Aku malu”
“Lho, kenapa malu?”
“Ya malu. Kamu ngasih berapa?”
“10 ribu”
“Aku tidak berani memberikanya. uang ini juga bukan untuk nya, karena aku takut jika yang akan dibelikanya bukanlah barang yang berguna. aku juga masih belum bisa mencari uang sendiri. Andai saja aku sudah bisa mencari uang sendiri, aku pasti akan memberikannya uang lebih dari 10 ribu rupiah”
Spontan Jimmy merangkul ku bangga. “Aku bangga punya teman sepertimu. bersiaplah untuk menjadi seorang Sandi yang dewasa dan kelak menjadi pemimpin” gombal Jimmy. aku hanya tertawa sambil mengatakan “aamin”
20 tahun kemudian, ternyata benar apa yang dikatakan Jimmy kepadaku. aku menjadi pemimpin perusahaan terkenal di Ibu Kota. dan Jimmy menjadi polisi dan sudah mempunyai anak satu. kita masih berteman sangat akrab sampai sekarang. keluarga ku pun hidup bahagia juga meski kini Ayah sudah meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar