Jumat, 01 November 2013

My Destiny



Aku pergi ke sekolah pagi-pagi sekali untuk mengecek setiap kelas di kedua sekolah. Aku bersekolah di Yayasan Stella Marciel, sekolahku terbagi menjadi 2 sekolah yaitu sekolah putra dan sekolah putri. Kedua sekolah sebenarnya berada di daerah yang sama, namun di perbatasan kedua sekolah itu dijaga dengan ketat sehingga murid dari kedua sekolah tidak bisa bertemu. Kedua sekolah hanya dipertemukan sekali dalam setahun, pertemuan kedua sekolah diadakan saat pesta ulang tahun sekolah. Ah, aku belum memperkenalkan diri ya!! Aku Lucy Marciel, aku pemilik kedua sekolah ini, aku sekarang kelas 1 SMA. Sebenarnya sekolah ini memiliki asrama. Asrama masing-masing sekolah berada di dekat sekolah itu sendiri. Peraturan sekolah dan asrama Stella Marciel sangat ketat sehingga semua muridnya memiliki prestasi dan sikap disiplin yang sangat tinggi dibanding anak-anak sekolah lain.
Sebagai kepala yayasan, aku harus menyembunyikan identitasku yang sebenarnya supaya tidak mendapatkan kelonggaran dari guru dan dapat merasakan perasaan murid-murid yang lain. Untuk mengawasi semua murid, aku dapat pergi ke kedua sekolah itu, aku juga dapat pergi ke kedua asrama, saat pergi mengawasi sekolah putra aku akan berganti pakaian dan memakai wig supaya terlihat seperti laki-laki. Semua murid juga wajib tinggal di asrama sekolah, satu kamar ditempati oleh dua orang dan supaya rahasiaku tidak terbongkar, aku memiliki kamar yang kutempati sendirian, aku memiliki kamar di asrama putri dan di asrama putra. Anak yang masuk ke sekolah ini rata-rata anak orang kaya. Fasilitas di sekolah ini juga sangat lengkap, dari laboraturium IPA sampai kolam renang. Bahasa yang dipelajari di sekolah ini ada 5 bahasa yaitu, Inggris, Jepang, Perancis, Korea, dan Jerman. Sekolah ini didirikan di pusat kota London sehingga sekolah ini sangat terkenal di berbagai negara karena sering muncul di majalah. Seragam sekolah ini juga sangat berbeda dari sekolah lain karena seragam kami sangat elegan dan casual.
Suatu hari, saat aku sedang berkeliling di sekolah putra, tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang sedang membawa tumpukan surat yang sepertinya akan dibagikan ke seluruh ketua kelas dari mulai kelas 1 hingga kelas 3. Kerena merasa bersalah, akhirnya aku membantu memunguti kertas itu dan menawarkan bentuan untuk mengedarkan surat itu pada semua kelas. Tawaranku diterima dengan senang hati, aku mengedarkan surat itu di kelas 3 dan dia di kelas 1 dan 2. Setelah selesai membagikan surat itu kami berkanalan, namanya Rio dan aku memakai nama Nico saat sedang di sekolah putra. Satu minggu aku menjadi laki-laki dan satu minggu aku menjadi perempuan, supaya aku harus menerima pedidikan menjadi laki-laki dan perempuan supaya aku dapat mengerti perasaan keduanya. Aku juga tidak boleh terlihat mencolok supaya aku dapat berpindah sekolah dengan mudah dan tidak ketahuan murid lainnnya. Aku harus menjalani hari-hari yang berat itu selama 3 tahun.
Pesta ulang tahun sekolah akan diadakan, semua murid menunggu kiriman gaun indah dari orangtua mereka yang sudah mereka pesan dari jauh hari. Aku menghadiri pesta itu sebagai perempuan. Sebenarnya sekolah ini memiliki sebuah legenda yang dilakukan setiap tahunnya. Legenda itu adalah pemilihan seorang siswa dan siswi yang paling cantik dan tampan untuk menjadi Putri dan Pangeran, tapi legenda itu dilakukan dengan cara yang berbeda setiap tahunnya. Karena yang dipilih bukan hanya kecantikan dan ketampanan wajah tapi juga hati dan kepintaran. Legenda itu sangat terkenal karena setiap tahun legenda itu di lakukan dengan cara yang unik dan menarik sehingga membuat seluruh siswa dan siswi tertarik untuk mengikutinya. Susunan pesta itu dimulai dari kata sambutan dari MC, hiburan dari beberapa penyanyi yang diundang untuk memeriahkan pesta tersebut,  dan di akhiri dengan pesta dansa. Aku berpasangan dengan Rio. Aku hanya berdansa sebentar karena aku harus memeriksa dan mengawasi seluruh sekolah dari ruang keamanan, di sekolah ini dipasangi cctv di seluruh tempat, aku melihat ada gerak-gerik yang aneh dari taman belakang pesta dan aku langsung pergi ke sana. Kupikir ada penyusup ternyata hanya seorang siswa yang sedang bersantai di taman karena lelah berdansa.
Aku kembali ke ruang keamanan dan baru kembali ke asrama pada pukul 1 pagi. Keesokan harinya aku terbangun dengan wajah yang kusut karena kelelahan. Aku pergi ke ruang kepala yayasan dan membawa tumpukan kertas yang akan dibagikan ke semua kelas, isinya tentang ujian kenaikan kelas yang akan diadakan satu minggu lagi. Akhirnya aku pergi ke sekolah putra dengan menjadi perempuan dan jadi pusat perhatian, tentu saja aku memakai lencana ketua dewan siswa sehingga mereka tidak berani macam-macam. Selesai menyabarkan pengumuman, aku kembali ke daerah sekolah putri dan bernafas lega karena sudah bisa bebas dari tatapan mata anak laki-laki yang terus melihatku sehingga aku tidak bisa bebas bergerak dan melakukan apapun.
Aku pergi ke perpustakaan di sekolah putri dan meminjam beberapa buku untuk kubaca saat sekolah libur dan memperbolehkan semua murid-muridnya untuk mengunjungi orangtuanya masing-masing, tapi ada beberapa murid yang berada di sekolah, mungkin ada masalah dengan keluarganya. Karena itu juga aku harus mengawasi seluruh sekolah yang mungkin lebih besar dari istana negara karena memiliki banyak fasilitas yang berada di atas rata-rata standar sekolah swasta Internasional. Pernah sekali pangeran Albert II datang dan berkeliling sekolah putra karena tidak diizinkan memasuki sekolah putri, aku juga menemaninya sebagai pemilik yayasan, tentu dengan menjadi Nico. Usia pangeran Albert berbeda 5 tahun denganku, ia sekarang kuliah di Universitas Harvard.
Dalam seminggu itu aku hanya berada di ruang keamanan, perpustakaan, di taman untuk melukis, dan di tempat latihan tari balet. Karena membaca, melukis, dan menari balet adalah beberapa hobby dan keahlianku, jadi aku diperbolehkan melakukan hal itu. Aku melukis pohon-pohon yang sedang berguguran karena saat itu sedang musim semi. Setelah itu, aku pergi ke ruang keamanan dan berjaga sambil membaca buku. Sebenarnya di sekolah ini ada banyak penjaga, tapi yang boleh masuk ke ruang keamanan hanya keluarga Marciel saja. Keluarga Marciel juga hanya aku karena ayah dan ibuku sudah meninggal. Pangeran dari kerajaan Inggris yang bernama Luke Nothimburg III akan datang berkunjung dan menginap beberapa hari, usianya berbeda 2 tahun denganku. Kerena pangeran Luke bilang ia tidak ingin ditemani, ia hanya berkeliling sendiri di sekolah ini. Aku pergi ke ruang balet dan menari satu lagu sendirian, tapi aku merasa sepertinya ada yang melihatku di kursi penonton. Mungkin hanya perasaanku, karena dalam lagu ini diceritakan seorang gadis cantik dan kaya namun ia buta hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang pangeran yang dapat menyambuhkan matanya dan mereka pun kidup bahagia selamanya. Dan karena itu juga selama lagu ini aku harus menutup mataku untuk tahu bagaimana perasaan gadis itu dan menghayati lagu ini sehingga dapat menarikannya dengan baik.
Tapi aku mengubah bagian akhir lagu tersebut menjadi seorang gadis yang kaya dan cantik namun ia buta dan akhirnya meninggal. Selesai menarikan lagu tersebut aku langsung terjatuh karena tubuhku pada dasarnya sangat lemah, hal tersebut karena ada tumor yang bersarang di otakku. Tiba-tiba ada seseorang yang mengangkatku dan membawaku ke ruang kesehatan, aku bertanya siapa dirinya karena saat itu penglihatanku agak sedikit kurang jelas. Tapi ia tidak menjawab dan meninggalkanku di ruang kesehatan bersama seorang dokter. Setelah beristirahat, aku pergi ke ruang keamanan untuk berjaga kembali dan setelah pukul 1 dini hari aku kembali ke asrama putri untuk beristirahat.
Keesokan harinya, aku bangun pukul 5 pagi dengan kepala yang masih sedikit pusing. Aku bersiap-siap dan segera pergi ke ruang keamanan. Aku mengamati keadaan pagi ini dan pergi ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku untuk kubaca hari ini. Aku membaca buku-buku tersebut di taman sekolah, aku juga melukis pemandangan danau. Setelah selesai aku memasak untuk makan siangku dan berjaga di ruang keamanan hingga larut malam. Aku melihat ada seseorang yang berada di danau. Aku pergi ke danau itu dan menemukan bahwa orang tersebut adalah pangeran Luke, “Maaf, apa yang anda lakukan disini malam-malam?,” kataku sopan. “Anda siapa? Apa saya mengganggu anda?,” balasnya, “Saya Lucy, saya ditugaskan untuk mengawasi sekolah ini. Maaf jika saya kurang sopan, tapi apakah anda dapat berada di kamar anda dan tidak melakukan hal mencurigakan tengah malam begini?,” kataku, “Anda sendiri sedang apa tengah malam begini?,” tanyanya, “Saya melakukan tugas saya seperti biasa, memeriksa keamanan seluruh sekolah! Sekali lagi saya minta, dapatkah anda kembali ke kamar anda! Saya akan pergi terlebih dahulu, permisi pangeran Luke!,” jawabku lalu kembali ke kamarku. Keesokan harinya aku bangun pukul 4 pagi, aku bersiap-siap dan pergi ke ruang balet lalu menarikan tarian swan lake berulang-ulang hingga pukul 1 siang. Selesai menarikannya aku langsung lemas dan terjatuh, aku  tidak memiliki tenaga bahkan untuk berdiri sekalipun. Akhirnya aku hanya duduk lemas di tengah ruangan.
Hingga sore hari aku hanya duduk di tengah ruang latihan karena tidak punya tenaga untuk bangun dan kembali ke kamar. Tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan dan berjalan ke arahku. “Pangeran Luke!! Apa yang anda lakukan di sini?,” tanyaku kaget saat melihat orang yang masuk adalah pangeran Luke. “Kemarin saya melihat anda yang sangat tegas, sekarang saya melihat anda yang sangat lemah!! Anda ini anak lemah yang berpura-pura kuat ya?,” katanya mengejekku, “Maaf jika saya lemah! Tapi hal ini juga bukan keinginan saya!!,” kataku berusaha berdiri tapi sia-sia dan terjatuh lagi pada akhirnya. “Lihatlah, anda bahkan tidak bisa berdiri!! Anda seperti anak kecil yang sedang belajar untuk berdiri!!,” katanya, “Ya!  Saya memang anak kecil yang sedang berusaha untuk berdiri,’’ kataku lirih berusaha menahan air mataku yang hampir jatuh karena penghinaan yang kuterima darinya, “Anda terlihat seperti orang yang hampir mati!! Tubuh anda kurus dan wajah anda pucat sekali!! Apa anda baik-baik saja?,” tanyanya terlihat cemas, “Saya baik-baik saja, permisi,” kataku sambil berjalan meninggalkannya saat berhasil berdiri. Aku meminum obatku saat aku sampai di kamar, aku memang hampir mati karena tumor yang bersarang dalam otakku. Aku menangis tanpa suara di dalam kesunyian. Keesokan harinya aku tidak dapat bangun dari tempat tidurku dan aku kelaparan kerena belum makan apapun sejak kemarin.
Tubuhku lemas dan aku kelaparan, sepertinya aku akan pingsan lagi. Tapi tidak apa-apa karena tidak akan ada orang yang tahu. Apa aku akan mati, tapi aku tidak ingin mati, masih banyak hal yang ingin kulakukan di dunia ini, pikiran itu terus berkecamuk dalam benakku. Aku pingsan dan saat tersadar ternyata hari sudah sore. Kepalaku semakin pusing saat bangun tapi aku bernafas lega karena aku masih hidup. Rasa sakitku mencapai puncaknya dan aku menjerit mencoba menahan rasa sakit yang kurasakan. Tidak lama kemudian beberapa siswi membuka pintu kamarku bersama dengan dokter uks. Salah satu siswi diminta menelfon ambulan sementara dokter memeriksa keadaanku. Beberapa menit kemudian ambulan datang dan aku segara dilarikan ke rumah sakit. Aku dirawat di rumah sakit selama seminggu, aku ditanya dan diyakinkan untuk operasi karena tumor di otakku sudah stadium 2, tapi aku terus menolaknya karena aku benar-benar sangat takut.
Suatu hari pangeran Luke datang menjengukku dan berkata, “Yang kukatakan waktu itu ternyata benar ya!! Kamu memang hampir mati!!,” katanya dengan bahasa yang santai dan tidak terlalu formal. “Ya, aku memang hampir mati! Apa kau senang sekarang karena keinginanmu terkabul,” kataku, “Hey, itu bukan keinginanku dan maukah kamu berjalan-jalan denganku?,” katanya, “Hmm, baiklah,” jawabku. Kami berjalan-jalan di taman rumah sakit dan karena aku masih lemas, aku menggunakan kursi roda dengan pangeran Luke yang mendorong, “Mmm... sebenarnya...,” katanya terbata-bata, “Ada apa?,” tanyaku, “Sebenarnya aku suka padamu sejak aku melihatmu di pertemuan antara sekolah Stella Marciel dan sekolah Blue Star beberapa waktu lalu dan maukah kamu menjadi pacarku?,” tanyanya, “Tapi aku sudah hampir mati!,” kataku, “Kata dokter kau masih ada harapan hidup jika kamu operasi kan?,” katanya, 
,“Apa ada yang memintamu untuk membujukku supaya mau operasi?,” tanyaku curiga, “Tidak, tapi soal permintaanku tadi... apa jawabanmu?,” tanyanya lagi, “Ya, jika kamu tidak keberatan pacaran dengan orang sakit yang hampir mati sepertiku!!,” jawabku. Dia bersorak girang dan langsung memelukku dari belakang. Dan dia menyuruhku memanggilnya Luke saja karena kami sudah pacaran.
Keesokan harinya, saat aku membuka mataku Luke sudah ada di sampingku dan dia mencium tanganku saat aku bangun. Aku sempat kaget tapi tidak lama kemudian aku tertawa, “Kenapa?,” tanyanya bingung, “Tidak apa-apa, aku sempat lupa kalau kita sudah pacaran!!,” jawabku, “Gadis manapun akan bahagia hingga akan selalu mengingatnya bahkan dalam mimpi jika pacaran denganku, bahkan aku yang memintamu menjadi pacarku!!,” katanya dengan wajah cemberut, dan aku hanya tertawa menanggapinya. Ia mengajakku berkeliling kota London, walaupun sempat tidak diizinkan oleh pihak rumah sakit, akhirnya kami diizinkan karena pangeran Luke yang meminta dan kami berkeliling kota London, tentunya Luke harus menyamar supaya tidak ketahuan. Kami makan siang di restoran Chips , selesai makan kami pergi ke sebuah taman dan bersantai di sana. Taman itu memang tak seindah taman sekolah, tapi aku merasa sangat nyaman berada di taman itu. Kami kembali ke rumah sakit pukul 5 sore dan saat sampai di kamar, rasa sakit di kepalaku terjadi lagi, bahkan lebih sakit dari yang waktu itu. Aku menungggu Luke pulang dan berteriak memanggil dokter dan suster setelah aku merasa Luke sudah tidak bisa mendengarku lagi. Suster dan dokter segera memeriksa keadaanku begitu mendengarku berteriak. Katanya aku hanya bisa hidup 3 bulan lagi jika aku tetap tidak mau operasi.
Aku bangun lebih pagi dari biasanya dan langsung beranjak meninggalkan kamarku dengan tubuh yang masih lemas, aku berjalan ke arah taman rumah sakit dengan berpegangan pada dinding-dinding rumah  sakit dan sempat jatuh beberapa kali, aku duduk di sebuah kursi di bawah pohon sambil menatap kolam dengan tatapan sendu karena memikirkan tentang hidupku yang hanya tersisa 3 bulan lagi. Air mataku mengalir tanpa dapat kutahan lagi. Tiba-tiba Luke memelukku dari belakang dan mencium pipiku seraya bertanya, “Ada apa? Kenapa kamu menangis?,” “Tidak apa-apa,” jawabku. Ia duduk di sampingku sambil mengelus-ngelus rambutku dengan lembut, “Jika aku mati kelak, apa yang akan kamu lakukan?,” tanyaku yang membuatnya kaget, “Kenapa tiba-tiba kamu berbicara seperti itu?,” katanya balik bertanya, “Tidak apa-apa, hanya ingin tahu!,” jawabku. Ia menggendongku layaknya seorang putri dan berkata, “Ayo kembali ke kamarmu, orang-orang sudah panik mencarimu!, ”Ya,” jawabku singkat. Kami kembali ke kamar dan suster menyuruhku sarapan lalu meminum obatku. Pukul 3 sore, aku mengajak Luke berjalan-jalan di taman rumah sakit dan aku menceritakan semua yang terjadi setelah ia pulang dari rumah sakit. Ia terhenyak kaget setelah mendengarkan ceritaku, ia menangis di pangkuanku dan memelukku. Aku menghambur ke dalam pelukkan Luke dan menumpahkan semua kesedihanku dalam tangisanku. Setelah menceritakan semuanya, Luke terus membujukku untuk operasi. Aku terlalu takut untuk operasi dan Luke berjanji akan menemaniku saat operasi. Akhirnya aku menurut dan segera bersiap-siap untuk operasi besok.
Hari yang selama ini kuhindari tiba, hari dimana aku melangsungkan operasi untuk mencabut tumor yang ada di otakku. Luke sudah tiba di rumah sakit pukul 5 pagi,  dia menyuruhku untuk tenang. Kami pergi ke ruang operasi bersama-sama, tapi ia tidak boleh masuk dan terus menungguku di depan pintu ruang operasi. Operasi berlangsung berjam-jam dan kata dokter aku sempat koma beberapa jam. Saat sadar, aku sudah melihat Luke tertidur dalam keadaan duduk dan menggenggam tanganku. Operasiku berhasil, tumor yang ada di otakku sudah tidak ada, aku masih hidup. Air mataku jatuh tanpa dapat kutahan lagi dan membuat Luke terbangun. Ia langsung memelukku dan bernafas lega saat melihatku sadar. Aku diperbolehkan keluar dari rumah sakit seminggu kemudian. Aku pulang ke rumahku untuk beristiraha beberapa hari dan kembali ke ssekolah saat liburan berakhir.
Sekolah Stella Marciel mengadakan kerja sama dengan sekolah Blue Star untuk merayakan Natal dengan mengadakan festifal. Akhirnya festifal itu diadakan di sekolah Blue Star karena lebih luas dari sekolah Stella Marciel. Aku bertemu dengan pemilik yayasan sekolah Blue Star dan memintanya untuk merahasiakan tentangku. Pesta dansa dimulai, aku tidak berdansa dan hanya mengobrol dengan beberapa temanku yang tidak berdansa juga. Dari arah pintu masuk terdengar jeritan anak-anak perempuan, aku langsung mendekati gerombolan itu dan bertanya, “Ada apa?,’’ tapi tidak ada yang menjawabku dan beberapa orang bahkan mendorongku hingga jatuh. Tiba-tiba ada seorang laki-laki keluar dari gerombolan itu dan berkata, “Anda baik-baik saja, tuan putri?,” “Luke,” kataku agak terkejut dan baru mengingat bahwa Luke sekolah di sekolah Blue Star. Dia menggendongku dan menurunkanku di sebuah sofa yang ada di dekat kami. Kami mengobrol sebentar dan Luke mengajakku berdansa. “Lucy, kamu sebenarnya siapa? Tidak mungkin kamu pengawas keamanan di sekolah Stella Marciel bukan?,” tanyanya penasaran, “Kalau kamu datang ke ruang kepala yayasan besok, kamu akan tahu siapa aku sebenarnya,” jawabku.
Keesokan harinya, luke datang ke ruang kepala yayasan sekolah Stella Marciel pukul 9 pagi dan melihatku duduk di kursi kepala yayasan. “kamu pemilik sekolah ini?,” tanyanya, “Ya,” jawabku. Ia memberitahuku, sebenarnya orang yang membawaku ke klinik itu dia. Keesokan harinya ,kami berjalan-jalan berkeliling london, tapi kali ini tanpa penyamaran, kami sudah memberitahu orang tua kami kemarin. Kami pergi ke sebuah taman kecil dan bercerita tentang masa kecil kami yang penuh tekanan, kami berbagi pengalaman tanpa ada yang ditutup-tutupi. End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar