Sabtu, 02 November 2013

Do’a Buat Sang Mantan
            Berangkat dari kisah nyata, aku adalah seorang remaja yang tergolong lambat mengenal dunia pacaran. Selain wajah yang pas-pasan, mungkin karakter ku yang cenderung aktif di Kelas yang menjadikannku sedemikian. Aku selalu menang dalam urusan akademis. Peringkat umum masa sekolah adalah prihal biasa yang kulakukan. Namun lemah jika berbau sosialis dan itu terbukti dengan jumlah teman yang bisa dihitung jari.
Sebagai lelaki normal, manusia mana yang tak menginginkan seorang kekasih. Seperti anak kecil kebanyakan, hanya playstation yang menemani kala malam mingggu. Seiring dengan diri yang mulai dewasa, lambat laut semua itu berubah juga.
            Walau sudah begitu lama, namun masih sangat jelas tergambar diingatanku. Latar belakang yang memicu sehingga aku ingin memiliki pendamping seperti mereka yang sudah mempunyai gebetan jalan malam. Sri Novianda, siswi berparas manis bahkan tercantik disekolahku. Satu-satunya wanita yang mampu meruntuhkan benteng pertahananku dari gelar ‘jomblo’. Dialah ferst love ku sehingga membuat jantung ini kembang kempis dan salah tingkah saat berjumpa.
            Ibarat terbang kelangit ketujuh. Itulah yang kurasakan kala ia menerima ku sebagai kekasih pertamanya. Sungguh aku bersyukur karena cintaku ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Dengan sebuah syarat iapun berkata;
            “Kau adalah cinta pertamaku dan pacar pertamaku. Aku berharap kau mampu menjaga hubungan kita. Jujur, aku juga mencintaimu. Aku akan selalu menerimamu apa adanya asal kau mampu ‘setia’. Namun jika kau menghianati ketulusan ini, jangan salahkan aku jika kau menjadi lelaki yang tak pernah kukenal.”
            Kamipun resmi berpacaran. Kecantikan Novi sungguh membuat temanku iri dan tak habis fikir. “Mengapa Novi mau menjadi kekasih lelaki yang berwajah pas-pasan seperti ku…?”
            Sayang.., hubungan kami tidak berlangsung lama. Novi benar-benar serius dengan janjinya. Belum lagi genap tiga bulan, ia sudah memutuskanku dikarenakan melihatku mengantar gadis lain pulang kerumah. Huft.., sungguh aku sangat menyesal dan berduka. Ingin kujelaskan, bahwa semua adalah salah paham. Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Mungkin pengalaman berharga bagiku untuk berhati-hati terhadap sebuah janji.
            Walau ia memutuskanku, entah mengapa isi hatiku tak pernah berubah untuknya. Aku selalu berharap dan berdoa agar ia memberikanku kesempatan kedua hingga kami sama-sama lulus di bangku menengah atas.. Namun sepertinya harapan terpaksa buyar setelah diri menerima undangan pernikahan. Yeah, pernikahan Novi dengan pengusaha kaya raya yang tampan.
            Saat menghadiri undangan, sungguh diri pilu bukan main ketika Novi enggan menatapku saat bersalaman. “Mengapa kau mengundangku jika harus membuatku sesakit ini. Apa salahnya menyapaku utnuk yang terakhir kali. Oh tuhan, hatiku sungguh terhiris”Gumamku dilubuk hati yang terdalam. 
            Walau aku sudah jauh darinya, walau ia sudah menjadi milik orang, entah mengapa perasaanku tak pernah berubah buatnya. Akaupun selalu mendoakan agar hubungan mereka langgeng dan bahagia.
            Tiga tahun sudah berlalu, mencoba menepis namun hati tak bisa berbohong. Sungguh aku sangat rindu padanya. Guna mengobati, akhirnya kuberanikan untuk menemuinya. Hitung-hitung untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan suami.
            Sungguh jatuh air mataku setelah tau bahwa Novi sudah tiada. Dua bulan silam ia menghembus nafas terakhir dikarenakan jatuh sakit. Tanpa menghentikan tangis, akupun berjalan menuju dimana pujaan hatiku dimakamkan. Mencoba merelakan kudoakan beberapa bait agar ia tenang dialam sana.
            “Walau kau tidak menjadi milikku sayang, walau kau tak percaya akan kesetiaan cintaku selama ini. Ketahuilah; Cintaku tak pernah berubah. Mungkin didunia kau tidak bisa menembus isi hatiku. Melalui do’a ini; semoga kau tahu bahwa aku bukan lelaki yang menghianatimu. Bagiku bukan balasan cinta yang prioritas. Asalkan kau tahu isi hatiku, sungguh itu sudah cukup untuk mewakili segalanya. I love you”
            Tangiskupun menyuak sesaat akan meninggalkan makam sang mantan. Dengan pipi yang masih basah, kupersiapkan sepeda motor biruku untuk berpulang kerumah. Belum lagi kuda mesin melaju, mendadak sebuah Honda jazz putih berhenti tepat dihadapan. Keluarlah sesosok lelaki tampan dengan jas hitamnya.
“Sudah keberapa kali kau kemari..?” Tanyanya tanpa basa-basi
“Kau suaminya ya..? Maaf….” Paham ku menanggapi.
“Saat kau bersilaturahmi minggu yang lalu, sedikitpun aku tak curiga. Wajar para lelaki datang hendak menemui wanita secantik dia. Namun setelah ia tiada, sungguh hanya kau yang senantiasa mengunjunginya bahkan melebihiku.”
Aku hanya diam tak mengerti
“Namamu Anzai bukan..?”
“Hah..” Kejut ku tak menyangka. “Dari mana di tahu…?” Fikirku.
“Siapa saja pasti akan tahu jika melihat matamu. Mata yang penuh doa dan harapan, aku masih ingat ini  walau sudah tiga tahun lamanya. Maafkan istriku tidak sempat menoleh mu saat pernkahan dulu.”
“Jangan lanjutkan.., mungkin kau salah orang.” Hentiku memutuskan pembicaraan. Namun lelaki yang berusia dua tahun lebih tua dariku itu tak perduli.
“Apa kau tahu, ia jatuh sakit karenamu.” Langkah ku untuk melajukan sepeda motorpun terhenti.
Akhirnya niat untuk menyebunyikan gagal juga. “Ya aku tahu.., aku mengecewakan dia. Melalui mu, kutitipkan pesan; -maaf karena telah membuatnya cemburu-”
“Kau keliru.., bukan hanya dia yang cemburu. Juga aku.”
Dahi ku berkerut. “Maksudmu..?”
            “Didetik nafas terakhirnya, walaupun sebuah raga berada dipangkuan suami. Masih terdengar jelas ditelingaku, hanya nama mu yang disebutnya.”
“Hah..” Sungguh bulu romaku merinding. Air matapun langsung menetes tanpa permisi. Ku belakangi suami sang mantan untuk melepas tangis yang tak terkirakan.
            “Sudah jangan ditutupi. Lepaskanlah semua sakit itu dalam tangismu. Dengan itu aku bisa menceritakan semuanya tanpa beban.” Sarannya menenangkan.
            “Apa kau tidak kesal padaku..? Semua ini gara-gara aku kan..?” Jawabku terbata.
            Lagi-lagi lelaki itu tak perduli dan melanjutkan perkataannya. “Lima bulan silam, ada seorang wanita yang berpapasan dengannya. Mereka tanpak akrab dan saling cerita banyak;
            “Hey Novi apa kabar..? Wah kau sudah menikah ya sekarang. Apakah suamimu si Anzai..?”
            “Buka Na, aku menikah dengan lelaki lain. Andrian.” Jawabnya sedikit jutek.
            “Hah koq bisa..? Bukannya kalian pacaran dulu..?”
            “Iya Na. Namun mau bagaimana lagi, mungkin gak jodoh.”
            “Iya juga sih. Huft…, aku turut berduka lah buat Anzai. Padahal ia sangat mencintaimu dari apapun.”
            “Apa..? Mengapa kau berani berkata itu..? Sejauh mana hubunganmu dengan dia..?” Desak Novi tak sabaran.
            “Hahahaha.., aku bukan siapa-siapanya. Berhubung kau tak ada hubungan lagi dengannya maka akan kuceritakan. Tiga tahun silam, kalau tak salah kau baru jadian 2 bulan dengannya. Kakiku keseleo karena terjatuh dikelas. Akhirnya mau-tidak mau Anzai mengantarku pulang. Maaf, aku sungguh mersa nyaman dibelakangnya. Dengan penuh keberanian kurangkul ia dari belakang. Huhuhuhu…, aku jadi malu setelah Anzai menepisnya dengan perlahan.”
            “Maaf Na. Aku sudah ada yang punya. Kuharap kau mengerti karena sedikitpun aku tak ingin menghianatinya. Dia bukan orang lain Na. Ia teman sekelas kita juga, Novi.”
            “Disaat itulah aku baru tahu dan sadar kalau kalian rupanya saling berhubungan. Hehehe. Maafin aku ya Nov. Seandainya aku tahu, aku pasti tidak berbuat lancang.”
            Setelah kejadian itu, Novi berubah. Ia jadi murung dan seolah merasa bersalah. Tutup Andrian selaku suami menjelaskan.
            Aku tak sanggup berkata apa-apa selain meneteskan air mata.
“Sebagai suami, sudah kewajiban bagiku untuk menemuimu. Aku mohon dengan sangat; maafkanlah istriku. Hik…, hik….” Sambil berlutut, tangis Andrian langsung meledak.
            “Sudahlah bung, tidak ada yang patut disalahkan. Tidak ada yang salah diantara kita. Mungkin kitanya aja yang belum mahir menanggapi keadaan. Sedikitpun aku tak pernah menyalahkan Novi apalagi dirimu. Perlu kau tahu, walau istrimu bukan siapa-siapa ku lagi, walau ia tlah menjadi milikmu bahkan walau ia telah tiada seperti sekarang. Do’a ku selalu menyertainya. Paling tidak, jika didunia ia menderita; semoga dengan do’a ini tersirat harapan agar disana ia tenang dan bahagia.”
            “Kau…” Tatap Andrian penuh kekaguman.
            “Sudahlah yuk bangun, tangismu hanya membuat Novi khawatir dialam sana.”
            ‘Trimakasih, jika kau benar mencintai istriku. Ku mohon, penuhilah permintaan terakhirnya.” Pinta Andrian sembari memberikan sepucuk surat.
            Dengan sigap, akupun membaca isi surat sepenuh hati;
            “Aku tak tahu apakah surat ini bisa sampai ketanganmu atau tidak. Aku juga sadar dan siap menanggung resiko andai suamiku membacanya.  Maaf…, masalah perasaan terkadang sulit untuk dijelaskan. Trimakasih kau selalu memegang janjimu untuk senantiasa setia padaku. Aku yakin, sampai sekarang kau pasti masih memegang janji mu itu. Walau awalnya sakit ternyata ada kebahagiann disaat aku tahu kebenaran hatimu. Maafkan aku.., maafkan aku.., maafkan aku karena tak memberimu kesempatan untuk menjelaskan.
            Ketahuilah, Dulu hingga sekarang, sejujrunya perasaanku juga tak pernah berubah. Namamu masih direlung hatiku yang terdalam. Nah.., jika kau mencintaiku, jika kau menyayangiku. Please… aku mohon. Janganlah tutup hatimu untuk wanita lain. Carilah ia walau sejatinya dihatimu ia bukan yang pertama. Ingatlah; Cinta itu gak harus memiliki.
            Berusahalah mencintai apa yang kau miliki kelak, karena itu lebih mudah dibandingkan mencoba memiliki apa yang kau cintai. Sekali lagi, kumohon carilah wanita yang menurut mu baik.  Ketika itu terjadi, jangan lupa do’ai aku kala bersamanya. I Love You…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar