Jumat, 01 November 2013



Lita, nama gadis yang aku puja selama ini. Waktu itu saat baru masuk SMP. Saat dimana pertama kali aku melihat sosok malaikat tanpa sayap. Kenapa saya bilang begitu? Karena dia adalah seorang gadis yang cantik dan dia telah membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.
3 tahun aku lewati sebagai pemuja rahasianya. Tak ada seorang pun yang tahu kalau aku menyimpan perasaan kepadanya. Rasa bahagia selalu menghampiriku, walaupun aku tidak bisa memilikinya. Kegalauan pun juga tak pernah absen menghantui diri ini. Rasa galau selalu muncul ketika aku melihat dia dengan seorang pria, apalagi saat mendengar dia jadian dengan seorang pria.
“Betapa beruntungnya jika aku bisa menjadi kekasihnya!” kalimat yang selalu aku teriakan dalam hati.
Kini seakan sudah habis waktuku untuk melihat dirinya. Kita sudah harus meninggalkan seragam putih biru. Itu pertanda bahwa kita mungkin akan terpisah saat melanjutkan di SMA nanti.
Saat pengumuman tiba, rasa sedih yang ada di dalam hati semakin membara. Rasa sedih karena mungkin aku sudah tidak bisa melihat dia lagi. Tapi aku tak mau hanyut dalam kesedihan. Aku menghabiskan waktu berfoto-foto dengan teman-teman.
Ketika tengah asik berfoto-foto, mataku tertuju kepada Lita dan teman-temanya. Aku pun mengajak teman-temanku untuk menghampiri mereka.
“Hey! Ayo kita kesana.” ajakku sambil menunjuk ke arah Lita.
“Oh iya! Ayo!” jawab Andi, temanku.
“Hai! Selamat ya atas kelulusannya!” ucap temanku kepada Lita dan teman-temannya.
“Makasih! Selamat juga buat kalian” jawab Lina, saudara kembar Lita.
“Oh ya! Kalian mau lanjut kemana?” tanyaku.
“Kita mau lanjut ke SMA 1, kecuali Ita yang mau lanjut ke SMK 1! Kalau kamu?” jawab Lita.
“Wah! Ternyata ini bukan akhir dari segalanya.” kataku dalam hati, bahagia.
“Sama dong! Aku mau lanjut di SMA 1!” jawabku kepada Lita.
Bincang-bincang kami saat itu semakin seru. Canda tawa begitu tampak di wajah kami. Kami sangat menikmati hari terakhir kami di SMP kala itu. Tanpa terasa, waktu harus menghentikan keseruan kami. karena sudah semakin sore, maka kami harus kembali ke rumah kami masing-masing.
Aku kembali ke rumah dengan rasa bahagia. Kenapa? Karena dia juga akan melanjutkan ke SMA yang sama denganku. Jadi, aku masih boleh ketemu dia lagi nanti. Sepanjang jalan ku tebarkan senyuman kepada orang-orang yang ada.
1 Bulan Kemudian
Setelah melewati liburan yang sangat menyenangkan, kini tiba saatnya aku untuk pergi ke sekolah yang baru, dengan seragam yang baru, putih abu-abu. Semangat yang menggebu-gebu menemani tiap langkah kakiku. Aku pun tak sabar untuk merasakan indahnya masa SMA. Lebih tak sabar lagi untuk berjumpa dengan seorang yang selama ini aku puja, Lita.
Tiba di sekolah, aku langsung menuju ke teman-teman SMP ku, yang kebetulan berada di gerbang. Ternyata disana juga ada Lita. Alangkah bahagianya hati ini.
“Hey apa kabar?” tanya Christan.
“Baik bro! Kalau kalian gimana kabarnya?” jawabku.
“Sama bro! Kabar kita baik juga..” jawab Sutra
“Yuk kita masuk ke ruangan. Anak-anak siswa baru udah dipanggil tuh!” ajak Lita.
Kami pun masuk ke dalam ruangan. Disana kita diberi pengarahan untuk mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa), serta pembagian kelompok.
Setelah semuanya selesai, kita pun kembali ke rumah. Dan kembali lagi keesokan harinya untuk mengikuti MOS.
3 hari sudah kita melewati MOS. Dan saat ini waktunya kita akan dibagi dalam 4 kelas, untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar selama di SMA.
“Semoga aku satu kelas dengan Lita.” kataku dalam hati.
Kami pun diperintahkan untuk berbaris, dan menghitung dari 1 sampai 4. Aku mendapatkan nomor 4. Kemudian kami diperintahkan untuk berbaris sesuai nomor yang disebut. Setelah aku lihat, ternyata Lita mendapatkan nomor 3. Sejenak aku kecewa karena ternyata dia mendapatkan nomor 3 yaitu kelas XC, sedangkan aku nomor 4 kelas XD.
“Tak apalah beda kelas. Toh, kelas kita bersebelahan.” ujarku menghibur diri.
Selama SMA aku semakin dekat dengan Lita. Kami tergabung dalam tim pelayan ibadah. Dia memiliki peran sebagai seorang penari, sedangkan aku pemain teater.
Suatu ketika aku mencoba memberanikan diri untuk terbuka terhadap perasaanku padanya. Aku masih belum berani berkata langsung kepadanya. Aku mencoba mengutarakan isi hatiku hanya lewat sms. Tak lama kemudian, dia membalas pesan singkatku itu. Rasanya jantungku berdetak lebih cepat. Dengan rasa gugup aku membuka sms balasannya.
“Maaf ya Xian! Aku lebih suka kita berteman.” isi dari sms Lita.
Rasa malu, kecewa, sedih bercampur menjadi satu ketika membaca sms itu. Tapi aku menerima itu dengan besar hati.
“Baiklah kalau itu mau kamu! Tapi aku takkan pernah berhenti untuk mencintaimu. karena bagiku mencintaimu adalah hal yang paling indah yang pernah aku rasakan.” balasanku.
Setelah kejadian itu, aku tidak langsung menyerah. Tapi aku menganggap itu hanyalah sebuah langkah awal. Aku akan terus berusaha untuk mendapatkan cintanya.
Selang beberapa lama, aku mencoba fokus pada pendidikanku dulu. Aku juga mencoba fokus pada kegiatan teater tim pelayan ibadah.
Suatu saat, aku berbincang dengan teman-teman tim yang lain. Dalam perbincangan itu, kita membahas tentang masalah percintaan. Tiba-tiba seorang temanku berkata bahwa Lita baru saja jadian dengan pemain keyboard tim kami yaitu Ebot. Aku pun langsung kecewa dan sedih mendengar hal itu.
“Hm.. Aku ke kelas dulu ya, soalnya udah ada guru.” kataku berbohong. Aku sudah tidak sanggup untuk mendengarkan cerita mereka.
Sejak kejadian itu, aku mencoba untuk move on. Aku sempat jadian dengan seorang cewek. Tapi itu tidak bertahan lama. Aku meminta dia untuk putus. Hati ini bukan tempat untuk dia, hati ini adalah tempat Lita. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikannya.
Hubungan Lita dan Ebot pun sudah mulai merenggang. Tidak lama kemudian mereka putus. Mereka jadian sudah hampir 4 bulan. Aku merasa senang mendengar kabar mereka sudah putus.
Aku kembali mencoba untuk mendekati Lita. Aku bahkan pernah beberapa kali nembak dia. Tapi lagi-lagi aku tidak menyatakannya langsung. Aku hanya berani lewat sms. Dan hasilnya pun sama. Dia menolak aku lagi. Kira-kira sudah 5 kali aku menyatakan perasaanku kepadanya, dan tidak ada 1 pun yang diterima. Itu pun bukan alasanku untuk menyerah.
“Walaupun aku sudah di tolak 5 kali, tapi aku takkan menyerah! Toh, aku belum pernah menyatakannya langsung. Kali aja kalau aku bilang langsung dia mau nerima.” pikirku.
Kini 2 tahun sudah aku menempuh pendidikan di SMA, artinya 5 tahun sudah aku mencintai tanpa bisa memiliki Lita. Aku sudah berada di kelas terakhir di SMA. Tinggal setahun lagi aku bisa bersama-sama dengan Lita. Aku mencoba lebih dekat lagi kepada Lita. Aku selalu membantu Lita ketika dia minta tolong. Bahkan jika dia minta tolong yang bukan keahlianku, akau tetap berusaha membantunya, dengan cara apa saja yang pasti aku temui.
4 bulan berlalu di kelas XII, kembali aku harus mengalami kegalauan. Aku harus menerima kenyataan kalau Lita jadian dengan pria yang juga memendam perasaan ke Lita sejak kelas X.
Tapi lagi-lagi aku tidak menyerah. Aku tetap optimis bahwa nantinya Lita akan menerimaku. Teman-temanku pun selalu mendukungku untuk jadian dengan Lita, termasuk saudara kembarnya Lina.
“Tenang saja Xian! Mereka pasti tidak akan lama.” kata Dessy, temanku.
“Iya Des! Aku yakin pasti dia akan menerimaku.” ucapku.
“Itu semua bisa diatur bro!” ujarnya.
“Oke lah! Thanks atas dukungannya. Hahaha..” jawabku senang.
Ternyata apa yang dikatakan temanku benar. Setelah 2 minggu pacaran, akhirnya Lita putus dengan Eki. Sungguh sangat bahagia hati ini.
“Ini saatnya aku untuk beraksi! Hahaha” celotehku.
Ujian semester 1 kelas XII sudah dilalui. Kini sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar lagi di sekolah. Kami lebih sering berkumpul mengahabiskan waktu dengan bersenang-senang. Suatu ketika aku dan teman-teman duduk di depan kelas sembari berbincang-bincang.
“Hey! Gimana si Lita?” ledek Ekzel.
“Apanya? Dia sehat-sehat kok!” jawabku malu.
“Masih setia nggak ni?” ledeknya lagi.
“Oh.. So pasti dong! Hahaha” jawabku.
“Cie.. Cie.. Yang lama menunggu tapi tak bisa memiliki.” ledek Sutra.
“Oh ya, gimana ya supaya aku bisa jadian dengan Lita?” tanyaku.
“Ya ditembak!” jawab On, temanku.
“Iya! Tapi aku malu nembak langsung ke dia.” ujarku
“Kenapa harus malu?” tanya Yovi.
“Iya juga si! Tapi kapan waktu yang tepat ya?” tanyaku lagi
“Gini aja, tanggal 3 nanti kan ultah aku, jadi biar kita yang ngatur.” ujar Terry.
“Oke lah kalau begitu! Hahaha” jawabku bahagia.
Sunggu aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Mereka selalu ada saat aku membutuhkan mereka. Aku sudah tidak sabar menunggu tanggal 3 nanti.
“Ku menanti seorang kekasih yang tercantik yang datang di hari ini, adakah dia kan selalu setia, bersanding hidup penuh pesona, harapanku!” nyanyianku yang menggambarkan rasa tidak sabar menantikan momen spesial malam nanti. Malam nanti temanku Terry akan membuat pesta ultahnya. Tapi bukan itu yang aku nanti, aku menantikan janji temanku Terry supaya aku jadian dengan gadis yang aku puja selama 5 tahun!
Aku pun mempersiapkan apa yang harus aku lakukan malam nanti. Aku bahkan juga sudah meyiapkan kata-kata yang tidak romantis, tapi tetap kena di hati. Walaupun kata-kata itu sederhana, tapi cintaku tetap luar biasa kepada Lita.
Akhirnya malam tiba. Aku segera menuju ke tempat pesta ultah Terry dilaksanan. Langkah kakiku terasa berat melangkah, karena rasa gugup membebani diri. Karena tempatnya dekat dari rumahku, jadi 10 menit jalan kaki sudah nyampe. Tiba disana aku biasa-biasa aja. Aku tidak memperlihatkan rasa gugup ku.
“Teman-teman, terima kasih atas kehadiran kalian. Saya sangat bahagia kalian boleh hadir ke ulang tahunku.” ucap Terry.
“Oke teman-teman! Saatnya kita makan! Tapi sebelum itu kita berdoa dulu.” tambahnya
Selesai berdoa kita langsung lanjut makan-makan. Aku sangat menikmati makanan yang disediakan. Begitupun teman-teman yang lain. Saking menikmati, aku lupa bahwa saat itu aku akan nembak Si Lita. Saat baru selesai makan, tiba-tiba Terry berdiri.
“Oke teman-teman! Jika sudah selesai makan, saat ini salah seorang teman kita akan mengungkapkan persaan kepada seorang teman kita.” ucap Terry.
“Untuk itu, kepada orang yang dimaksud agar berdiri, dan maju ke depan.” tambahnya.
Aku tidak langsung berdiri, aku mencoba mengulur waktu. Tapi temanku Sutra dan Christan terus memaksaku agar cepat maju.
“Sudah sana cepat maju, ini kesempatan bagus bro.” kata Sutra yang masih tengah asik menikmati makanannya.
“Baiklah bro! Doa’in aku yah! Hehe” kataku bercanda.
“Iya, sudah sana cepat maju.” tambah Christan yang masih menikmati makanannya juga.
Aku langsung berdiri dan maju ke depan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Aku sudah tidak takut lagi jika ditolak. Aku sudah terbiasa ditolak, sampai-sampai aku sudah mati rasa.
“Cie… Cie… Cie… Cie…” suara ejekan teman-teman.
“Oke Xian, silahkan duduk. Dan untuk Lita, silahkan juga maju dan duduk di depan Xian.” kata Terry.
Tampak wajah Lita seperti orang bingung. Tapi tak lama, dia pun maju dan duduk di kursi yang sudah disediakan Terry.
“Oke Xian, silahkan!” ucap Terry
“Lit, kamu udah tau kan kalau aku udah lama nyimpan perasaan ke kamu. Dan aku juga udah beberapa kali nyatain ke kamu. Saat ini, di tempat ini, ijinkan aku bertanya. Kamu mau nggak jadi pacarku?” ucapku dengan nada yang pelan.
Lita terlihat malu waktu itu. Dia hanya tertawa-tawa saja.
“Udah Lit terima aja. Dia itu udah 5 tahun memendam perasaan ke kamu. Bayangin aja Lit, 5 tahun! Gue sendiri ngga pernah nemuin cowo yang sesetia ini.” kata Yovi meyakinkan.
“Lit, disini aku nggak maksa kamu, apapun jawaban kamu aku akan nerima. Gimana Lit?” ucapku.
“I.. I.. Iya.. Aku mau!” jawab Lita dengan senyuman.
“Bener Lit? Terima kasih Lit. I love you so muchhh…” ucapku tidak percaya, sembari memegang tanggannya.
“Iya bener! I love you too..” katanya.
Betapa bahagianya hati ini ketika aku bisa jadian dengan dia. Ternyata jika kita menunggu dengan penuh kesabaran, hasilnya pasti tidak akan mengecewakan.
Malam itu terasa begitu indah. Aku menghabiskan malam bersama teman-teman dan pacarku, Lita.
Hari-hari aku lewati dengan dia. Aku mencoba menciptakan suasana yang romantis. Jika biasanya hp ku sunyi, kini seakan tak pernah berhenti berbunyi. Untunglah aku tidak pernah menyerah. Jika aku menyerah mungkin hal ini tak akan terjadi. Aku tidak menyerah karena aku mencintai dia bukan karena aku membutuhkannya, tapi aku membutuhkannya karena aku mencintainya.
Selang 3 minggu kita pacaran, tibalah pada hari yang aku tunggu-tunggu yaitu hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku kali ini terasa spesial. Hari ini adalah sweet seventeen untukku. Dan betapa bahagianya aku karena di sweet seventeenku kali ini, aku jadian dengan orang yang aku puja selama 5 tahun ini.
“Kriiiggg..” suara hp-ku berbunyi. Ternyata sms dari Lita.
“Happy birthday sayang! Wish you all the best.. Maaf ya aku nggak bisa kasi hadiah. I love you!” bunyi sms-nya.
“Makasih sayang! Iya ngga apa-apa kok. Dengan kamu nerima cintaku, itu lebih dari sebuah hadiah. I love you too!” balasanku.
Waktu itu dia lagi liburan dengan keluarganya, jadi aku nggak bisa ketemu dengan dia.
6 minggu sudah hubunganku dengan dia. Tapi aku merasakan kalau dia sudah bosan denganku. Aku terus menyelidiki apakah anggapanku benar. Aku masih belum menemukan kebenarannya.
“Sudahlah! Ini pasti cuma perasaanku saja. Aku harus tetap positif thinking.” gumamku.
Suatu ketika aku berkumpul dengan teman-temanku. Disitu aku mencoba curhat dengan mereka.
“On, tampaknya dia udah bosan denganku.” curhatku pada On, temanku.
“Ah.. Itu pasti cuma perasaan kamu saja..” jawab Yovi.
“Xian, aku mau bilang sesuatu ke kamu.” kata Terry.
“Apa Ter?” kataku penasaran.
“Waktu aku jalan-jalan dengan Lita dan Lina, disitu Lina bilang ke aku kalau Lita nerima kamu cuma terpaksa. Katanya dia nerima kamu cuma karena ada teman-teman.” kata Terry.
Mendengar hal itu, aku seperti ditampar 10 kali. Lagi-lagi rasa malu, kecewa, sedih menyerah hatiku. Tapi aku tetap berusaha tegar. Akupun lalu menghentikan pembicaraan dengan teman-teman, dan kembali ke rumah. Setibanya aku di rumah, aku langsung menanyakan kebenaran berita itu kepada Lita via sms.
“Lit! Bener ngga kalau kau nerima aku karena terpaksa? Kalau memang itu bener, lebih baik kamu putusin aku aja.” tanyaku.
“Iya bener! Maaf ya!” jawabnya
Membaca jawabannya itu, aku langsung merasakan ini seperti akhir dari hidupku. Aku tidak sanggup lagi menerima semua ini. Aku lalu mengambil handphone dan curhat kepada Dessy.
“Des! Aku udah putus dengan Lita!” curhatku kepada Dessy teman dekat Lita.
“Hah.. Kenapa? Kok bisa?” jawabnya heran.
“Aku udah tahu kalau dia nerima aku karena terpaksa!” jawabku.
“Kamu tahu dari mana Xian?” balasnya.
“Aku tahu dari Terry, tapi sumbernya dari Lina!” jawabku
“Dasar goblok! Dia pernah curhat ke aku, dia bilang dia memang nerima kamu terpaksa, tapi lama-lama dia udah nyaman dengan kamu.” balasnya
“Hah.. Emang iya? Dasaar goblokkk…” balasanku dengan rasa sesal.
“Tapi kenapa waktu aku tanya dia balas iya?” tambahku
“Dia orangnya emang gitu! Dia ngga mau ngemis-ngemis cinta ke cowok.” balasnya.
“Okelah Des! Thanks!” jawabku.
“Iya masama!” balasannya.
Membaca pesan-pesan singkat dari Dessy, timbul penyesalan yang amat dalam. Entah apa yang merasuki otakku sehingga aku boleh percaya dengan celoteh-celoteh ini. Dasar goblok! Tapi aku tidak habis pikir, kenapa saudaranya bisa berkata seperti itu.
Seiring waktu berjalan aku mencoba minta maaf ke Lita atas kekhilafanku. Aku berkata yang sebenarnya ke dia bahwa aku sudah tahu kebenarannya.
“Iya! Aku udah maafin kamu sejak awal kok..” itulah kalimat yang dikatakan Lita waktu aku memita maaf kepadanya.
Aku sungguh sangat berharap agar aku bisa balikan dengannya. Aku mencoba beberapa kali memohon kepadanya. Tapi dia kembali tak mau menerimaku. Mungkin karena dia trauma akan kejadian kemarin.
Sampai suatu saat Hari pengumuman kelulusan tiba. Kita harus berpisah dari SMA. Suara teriakan bahagia terdengar saat pengumuman dibacakan. Semua siswa di sekolahku lulus 100%. Saat itu aku menghabiskan waktu dengan teman-teman, dan pastinya dengan Lita. Aku sangat bahagia kala itu, waktu terakhirku di SMA boleh bersama-sama dengan Lita.
Setelah kita selesai SMA, itulah akhir cerita cintaku dengan Lita. Aku sudah berhenti berharap kepadanya. biarlah dia bahagia dengan pilihannya nanti. Aku pun tak menyimpan dendam kepada siapapun.
Saat ini aku dan Lita kuliah di universitas yang berbeda. Tapi sebagai mantan yang baik kita tetap menjalin komunikasi satu sama lain.
Sungguh suatu pengalaman yang memotivasi ku untuk melangkah ke depan. Aku mendapatkan banyak pelajaran dari pengalamanku dengannya. Aku mengerti bagaimana arti sebuah perjuangan. Jika kita memang berjuang dengan penuh kesabaran, pasti kebahagiaan dan kemenangan menanti kita. Aku juga mendapat pelajaran berharga saat aku dan Lita putus. Jangan mudah percaya dengan apa yang dikatakan orang, tanpa terbukti kebenarannya. Jangan mudah mengambiil keputusan tanpa kita menimbangnya. Semua ini juga tak lupun dari perhatian teman-temanku.
Walau penantianku selama 5 tahun berakhir hanya dalam waktu 6 minggu, tapi itu tetap menjadi suatu yang paling berharga. Terima kasih Lita kau sudah pernah mencintaiku. Kau adalah kenangan terindah yang pernah kumiliki. dan semoga kita bahagia dengan pasangan kita masing-masing!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar