Rabu, 12 Februari 2014

Valentine Day Sepatutnya Diharamkan atau Diluruskan?

13 Feb 2014 | 00:18
Dua hari lagi, 14 Feb 2014 adalah Valentine Day. Sebelum berniat merayakan atau tidak merayakan atau bahkan berencana mendemo atau men-sweeping pihak-pihak yang merayakan, ada baiknya sediakan sedikit waktu untuk memahami latar belakang dan makna sesungguhnya Hari Kasih Sayang yang dikenal dengan Valentine Day berikut ini.Sekarang ini Valentine Day diharamkan oleh MUI. Alasannya karena perayaan tsb lebih ke arah maksiat. Beberapa mengharamkannya karena hal tsb berasal dari barat, kafir, bukan tradisi leluhur atau bukan dari Arab.Benarkah?Valentine Day ditetapkan sejak tahun 496M oleh pemimpin tertinggi umat Katolik Roma saat itu Paus Gelasius I. Hari Valentine tsb ditetapkan sebagai hari peringatan wafatnya seorang rohaniawan Katolik bernama Valentinus. Beliau ditetapkan sebagai orang kudus dan dianugerahi gelar Santo. Selama hidupnya, Santo Valentinus mengabdikan hidupnya untuk mengasihi sesama, utamanya kaum berkekurangan. Hingga tahun 496M, Santo Valentinus dianggap sebagai icon atau representasi manusia penuh cinta kasih. Entahlah untuk saat ini. Barangkali Bunda Theresa dapat menggesernya suatu hari kelak.Saat ini hari kasih sayang diperingati dengan lambang-lambang hati, bunga, coklat, baju warna pink, pesta, ciuman, bercinta, film-film romantis, lagu-lagu cinta, dsb. Dengan alasan ini, saya setuju keputusan MUI untuk mengharamkan Valentine Day.

Valentine Day adalah peringatan hari wafatnya Santo Valentinus. Karena itu sebagian orang yg tdk seiman dengan Paus Gelasius I mengharamkannya karena bagi sebagian orang, pihak yg tdk seiman dianggapnya kafir. Itu hak kebebasan berpendapat sebagai bagian HAM. Yg saya tdk setuju, bila ada tindakan menghalangi orang lain berbeda pendapat mengenai perayaan hari itu.

Sebetulnya asal mula penetapan hari valentine adalah mulia. Mulia karena dua hal. Pertama, memberi penghargaan atas cinta kasih yg diteladankan oleh Santo Valentinus. Kedua, mengajak semua orang untuk mengikuti teladan sang Santo.

Cinta kasih yang diteladankan oleh Santo Valentinus adalah cinta kasih tak bersyarat (Agape) kepada sesama manusia. Bukan sekedar cinta kasih kepada kerabat (Storge), kepada sahabat (Philia) apalagi cinta romantisme (Eros). Kalaupun sang Santo mempunyai cinta romantisme di dalam hatinya, tentulah beliau tdk pernah menerapkannya dalam kehidupannya. Karena beliau tdk menikah tentunya.

Penyimpangan makna Valentine Day dimulai di Inggris dan Perancis sejak abad 14. Penggagasnya bukan lagi para rohaniawan tetapi para muda-mudi pemuja cinta romantisme. Dari sana menyebar ke seluruh dunia dengan makin menyimpang. Tidak ada lagi doa-doa yg dipanjatkan buat sang icon. Tidak ada lagi aksi kemanusiaan seperti yg diteladankannya. Yg ada adalah bunga, gambar atau bentuk hati, coklat, ciuman, free sex, nonton film romantis hingga blue film, mendengar atau melantunkan lagu-lagu cinta, pesta miras atau narkoba, dsb.

Sayangnya pula, banyak kalangan yg lebih getol mengharamkannya daripada mengupayakan agar kembali ke makna mula-mula. Bukankah teladan Santo Valentinus merupakan teladan universal yg lintas agama atau keyakinan?
Seandainya Valentinus bukan seorang rohaniawan atau agamanya tdk pernah diekspos, mungkin malah banyak kalangan yg berupaya melestarikan perayaan Valentine Day dalam makna yg sebenarnya daripada mengharamkannya. 
Banyak pula yang berdalih tidak perlu memperingati Valentine Day secara khusus karena setiap hari adalah hari kasih sayang.  Well, andaikan itu memang dilakukan, tidak ada salahnya mengenang orang yang meneladankan kasih sayang pada hari ulang tahunnya. 

Haruskah kita melupakan keteladanan yg baik hanya karena sang teladan tsb berbeda dgn keyakinan kita? 
***Dari berbagai sumber yg tak muat dituliskan di sini satu per satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar