Kesehatan Perokok Pasif Jadi Taruhan
Kamis, 31 Mei 2012 , 09:09:00 WIB
RMOL.Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) larangan merokok di Jakarta sangat ‘lemah syahwat’ alias letoy. Padahal, kesehatan perokok pasif menjadi taruhannya.
kritikan ini disampaikan Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Akmal Taher. Untuk itu, menurutnya, Perda tersebut harus dikawal dengan serius.
Akmal menegaskan, persoalan kesehatan di Jakarta terletak pada realisasi aturan. Karena itu, dia mengharapkan calon gubernur dan wakil gubernur (cagub dan cawagub) DKI Jakarta punya komitmen untuk menjadikan ibukota sehat.
“Calonnya mesti tegas dan punyatrack record yang bersih. Itu modal utama,” tegasnya.
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Tobacco Support Center Kartono Mohamad. Dia menjelaskan, tujuan dari beragam peraturan terkait kawasan No Smoking atau dilarang merokok sebenarnya demi melindungi mereka yang tidak merokok dari bahaya paparan asap rokok orang lain.
“Tujuannya lebih untuk kesehatan masyarakat, bukan melarang-larang orang untuk merokok. Jadi, jika ada tempat khusus merokok, harus ditempatkan di luar gedung,” ujar Kartono.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Ridwan Panjaitan menegaskan, tempat khusus perokok harus berada di luar gedung atau bangunan umum.
“Soalnya, ruang merokok yang berada di dalam gedung terbukti tidak efektif dan tetap menyebarkan racun dari asap rokok kepada orang lain,” tegasnya.
Menurutnya, asap rokok yang dikeluarkan perokok di ruangan khusus akan tetap menyebar dan membahayakan orang lain.
“Ruangan khusus merokok atau area merokok dengan atau tanpa sistem ventilasi terbukti tidak efektif. Asap rokok tetap menyebar. Perlindungan efektif tetap dengan melarang kegiatan merokok di dalam ruangan,” jelas Ridwan.
Dalam mengukur kadar nikotin dan partikel halus di 34 gedung di 120 titik pengukuran di Jakarta pada tahun 2009, ungkap Ridwan, pihaknya bekerja sama dengan Johns Hopkins University. Hasilnya, kadar nikotin dalam udara dan partikel halus ditemukan di semua gedung tersebut, bahkan di area dilarang merokok.
Kadar partikel sangat halus rata-rata adalah 245 mikrogram per meter kubik atau 10 kali ambang batas World Health Organization (WHO), yakni 25 mikrogram per meter kubik per hari.
“Paparan tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan,” ujarnya.
Ridwan menjelaskan, itu pula yang menyebabkan DKI Jakarta telah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Perda itu juga ditegaskan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010.
Dalam Perda itu dinyatakan, tempat khusus merokok ditempatkan di luar gedung dengan ketentuan terpisah secara fisik dan terletak di luar gedung. Selain itu, ruang khusus merokok tidak berdekatan dengan pintu masuk gedung agar asap rokok tidak dapat kembali masuk ruangan.
Pemprov DKI Kaji Pengaturan Iklan Rokok
Hingga kini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengklaim telah melaksanakan kebijakan terkait udara bersih di Jakarta. Salah satunya adalah Pengendalian Pencemaran Udara melalui Peraturan Daerah (Perda) No.2 Tahun 2005 dan Peraturan Gubernur (Pergub) No.75 Tahun 2005.
Kemudian, juga melalui penegakan Pergub No.75 Tahun 2005 yang diubah atau disempurnakan dengan Pergub No.88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di berbagai tempat, seperti di terminal, tempat ibadah, angkutan umum, sarana pendidikan, gedung-gedung perkantoran dan tempat-tempat perbelanjaan.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, sebagai wujud komitmen untuk pengendalian dampak tembakau, Pemprov DKI sedang mengkaji pengaturan iklan rokok.
“Apalagi, penayangan iklan saat ini merambah ke dunia maya,” tuturnya.
Dia menyayangkan fenomena merokok di Indonesia. Berdasarkan survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sebagian besar perokok adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan menghabiskan sekitar 22 persen pendapatannya untuk membeli rokok.
Padahal, tambahnya, pemerintah sudah memprioritaskan anggaran untuk dialokasikan pada pelayanan kesehatan warga miskin. Namun, warga miskin justru menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk membeli rokok.
Karena itu, Pemprov DKI akan melanjutkan pengaturan merokok. Untuk itu, dibutuhkan strategi dan rencana yang efektif untuk pengendalian dampak tembakau. Foke juga menilai, perlu lebih banyak stakeholder yang dilibatkan untuk mengendalikan dampak tembakau ini.
Ketua Koalisi Jakarta Smoke Free Azas Tigor Nainggolan memastikan, pemerintah DKI Jakarta telah ikut memperjuangkan kepentingan warga Jakarta untuk bebas asap rokok dalam lima tahun terakhir.
Menurutnya, setiap warga Jakarta memiliki hak atas udara yang bersih sehingga terjamin kesehatannya. “Gubernur telah berkomitmen memberi hak atas udara yang bersih dan telah membuktikannya,” kata Tigor. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar