Rajab Bulan yang Mengandung Peristiwa Besar
Secara
etimologis, Rajab mengandung makna "kebesaran" atau "kemuliaan". Bulan
Rajab berarti bulan yang mengandung peristiwa besar, dan sangat
dimuliakan. Tak hanya masyarakat Arab pasca-Islam yang menamai bulan ini
Rajab. Zaman sebelum Islam diturunkan, masyarakat Jahiliyah telah
menamai bulan ini dengan nama itu. Mereka memuliakan bulan ini dengan
mengharamkan peperangan atau pertumpahan darah. Rasulullah SAW pun
kemudian menetapkan kebiasaan tersebut. Beliau mengharamkan pertumpahan
darah di bulan Rajab.
Oleh karena itu, Rajab juga disebut Rajab
al-Haram, karena termasuk salah satu di antara empat bulan haram, yaitu
bulan yang diharamkan melakukan peperangan di dalamnya. Bulan-bulan
tersebut adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Ia juga
dinamakan Rajab al-Fard, karena terpisah sendiri dari tiga bulan haram
lainnya yang berurutan dan berada pada lima bulan setelah bulan lainnya.
Nama
lain bulan Rajab adalah Rajab Mudhar. Dinamakan demikian karena suku
Mudhar sangat mengagungkan bulan ini dan amat menjaga kehormatannya.
Dalam
sebuah risalahnya yang berjudul Tabyin al-'Ajab bima Warada fi fadhli
Rajab, Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-Asqalani
menyebut nama lain bulan Rajab dengan 18 nama. Yang terkenal adalah
'Al-Ashamm" (yang tuli), karena tidak terdengarnya gemerincing pedang
yang saling beradu, disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan haram
yang diharamkan adanya peperangan. Nama unik lainnya "Munashil
al-Asinnah"(keluamya gigi), dengan maksud makna senada dengan nama
pertama disebutkan, yakni anak panah besi yang dicopotkan seperti
mencabut gigi.
Nama lainnya Al-Ashabb (limpahan), karena limpahan rahmat yang banyak diturunkan pada bulan itu.
Keutamaan
Rajab termasuk dalam keumuman fadhilah bulan-bulan haram (Al-Asy-hur
AI-Hurum), sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya bilangan bulan
pada sisi Allah adalah dua betas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
Dia menciptakan langit dan bumf, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa." (QS At-Tawbah: 36).
Perincian
empat bulan ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan AlBukhari dan
Muslim, yakni tiga bulan yang berurutan (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan
Muharram), dan satu bulan terpisah, yakni Rajab, yang terletak di antara
bulan Jumadil Akhirah dan Sya'ban.
Bulan Rajab mengingatkan kita
pada peristiwa-peristiwa bersejarah. Di antaranya hijrah pertama dalam
sejarah Islam, peristiwa Perang Tabuk, peristiwa Isra dan Mi'raj, dan
kelahiran ulama besar Imam Asy-Syafi'i.
Kedekatan Hati dengan Nabi
Saat
kaum kafir Quraisy meningkatkan tekanan dan ancaman terhadap Rasulullah
SAW dan para pengikutnya, beliau memerintahkan sebagian sahabat dan
keluarganya untuk hijrah ke Habasyah.
Perintah itu turun ketika
beberapa orang sahabat mengadukan perbuatan zhalim dan hinaan kaum kafir
Quraisy yang kelewat batas. Tujuan hijrah ini di antaranya demi menjaga
keselamatan iman dari ujian yang berat, menjaga keselamatan diri dari
penganiayaan fisik, serta untuk merencanakan dan mengawali langkah barn
bagi perjuangan Islam di mass berikutnya.
Habasyah, atau
Abessinia, adalah nama kuno Ethiopia. Bangsa Habasyah adalah keturunan
bangsa Semit. Bahasa mereka, Amhariyah, serumpun dengan bahasa Arab.
Mayoritas penduduknya beragama Nasrani.
Pilihan Nabi Muhammad SAW
untuk hijrah ke Habasyah karena rakyatnya beragama Nasrani, yang juga
monotheis, dan raja mereka, Najasyi, adalah seorang yang bijak dan
memiliki kedekatan hati dengan Nabi SAW. Sikap bijak dan memberikan
perlindungan Najasyi tampak saat utusan kafir Quraisy, Amr bin Ash dan
Imarah bin Walid, ditolak mentah-mentah untuk menyerahkan kaum muslimin
yang berlindung kepadanya.
Raja Najasyi juga amat terharu dengan
uraian sahabat Ja'far bin Abu Thalib, yang, saat memimpin sahabatsahabat
lainnya berhijrah, berhadapan dengan sang raja dan menuturkan keindahan
syari'at Islam tentang shalat, puasa, zakat, dan akhlaq. Kekaguman Raja
Najasyi kepada Nabi SAW, para sahabat, yang sangat teguh mengiringi
langkah Nabi SAW, dan ajaran Islam, membuatnya berbangga hati negerinya
dijadikan tempat hijrah tersebut. Bahkan, raja ini menyatakan
keislamannya pada tahun 7 H/630 M.
Kedekatan Nabi SAW dengan Raja
Najasyi juga tampak pada tahun 3 H/625 M ketika Nabi SAW tidak bisa
menghadiri pernikahannya dengan Hafshah binti Umar bin Al-Khaththab,
Raja Najasyi berkenan mewakili beliau. Kemudian ketika Nabi SAW sudah
menetap di Madinah dan mendengar kabar mangkatnya Raja Najasyi, beliau
menyelenggarakan shalat jenazah untuk menghormati jasa-jasanya bagi kaum
muslimin.
Hijrah ke Habasyah terjadi dua kali. Pada hijrah yang
pertama, ada 10 laki-laki dan lima perempuan. Di antara mereka ialah
sahabat Utsman bin Affan dan istrinya, putri Nabi (Ruqayyah),
Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Utsman bin Mazh'un. Mereka
menuju Habasyah dengan menyeberangi Laut Merah dan mengarungi padang
pasir yang kering dan tandus.
Perang Tabuk
Perang Tabuk atau
Ghazwah Tabuk merupakan salah satu peristiwa peperangan terbesar dalam
sejarah Islam pasca-hijrah yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW.
Perang tanpa darah ini merupakan peperangan terakhir bagi beliau. Perang
ini terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyyah/Oktober 631 M.
Keadaan
cuaca saat itu sangat panes dan terik. Medan tempur itu, Tabuk, laksana
butiran pasir yang berdebu dan menyilaukan. Ini padang pasir yang
sangat gersang yang berada di utara Semenanjung Arab, jauh dari Makkah
dan Madinah.
Kaum muslimin bergerak dengan kekuatan 30.000 bala
tentara, termasuk 10.000 pasukan berkuda. Pasukan besar ini dipimpin
langsung oleh Rasulullah SAW sendiri. Sedangkan lawan, tentara Romawi,
dipimpin raja dan panglima perang Heraclius.
Sesampainya di
Tabuk, Rasulullah SAW bersama pasukan Islam mengadakan "perjanjian
perdamaian" dengan penduduk di sekitar Tabuk. Rasulullah memberi jaminan
keamanan kepada mereka selagi mereka tidak berbuat makar terhadap kaum
muslimin yang tengah bersiap menghadapi peperangan ini. Seorang penguasa
Ilah (sebuah kawasan dekat Tabuk) yang bemama Yuhana bin Ru'bah datang
meminta perdamaian kepada Rasulullah SAW. la dan penduduk Ilah sanggup
membayar jizyah.
Kesanggupan membayar jizyah dan mendapatkan
perlindungan Rasulullah SAW juga diterima balk oleh penduduk Jarba dan
Azruh. Rasulullah juga turut mengantar Surat tawaran tersebut kepada
setiap kawasan di sekitar Tabuk.
Tujuan Rasulullah berbuat demikian
untuk menguatkan perpaduan dan benteng pertahanan Islam, di camping
menyampaikan dakwah Islamiyah Berta menyekat pergerakan musuh supaya
tidak menggunakan perbatasan Syam sebagai pangkalan perang.
Akhirnya semua kabilah Arab di Tabuk menerima tawaran Rasul itu dengan tangan terbuka.
Hasilnya,
tentara Islam di Tabuk semakin kuat dan berjaya memblokade gerak
pasukan Romawi. Bahkan pasukan Romawi ketakutan dan beringsut dari medan
nan gersang itu, lantaran melihat jumlah pasukan muslimin yang
sedemikian besarnya.
Setelah semuanya berlangsung se-lama 20 hari
tanpa pertumpahan darah setetes pun di Tabuk, pasukan muslimin beserta
Rasulullah SAW kembali ke Madinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar