Sabtu, 17 Agustus 2013

Rajab Bulan yang Mengandung Peristiwa Besar

Secara etimologis, Rajab mengandung makna "kebesaran" atau "kemuliaan". Bulan Rajab berarti bulan yang mengandung peristiwa besar, dan sangat dimuliakan. Tak hanya masyarakat Arab pasca-Islam yang menamai bulan ini Rajab. Zaman sebelum Islam diturunkan, masyarakat Jahiliyah telah menamai bulan ini dengan nama itu. Mereka memuliakan bulan ini dengan mengharamkan peperangan atau pertumpahan darah. Rasulullah SAW pun kemudian menetapkan kebiasaan tersebut. Beliau mengharamkan pertumpahan darah di bulan Rajab.

Oleh karena itu, Rajab juga disebut Rajab al-Haram, karena termasuk salah satu di antara empat bulan haram, yaitu bulan yang diharamkan melakukan peperangan di dalamnya. Bulan-bulan tersebut adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Ia juga dinamakan Rajab al-Fard, karena terpisah sendiri dari tiga bulan haram lainnya yang berurutan dan berada pada lima bulan setelah bulan lainnya.

Nama lain bulan Rajab adalah Rajab Mudhar. Dinamakan demikian karena suku Mudhar sangat mengagungkan bulan ini dan amat menjaga kehormatannya.
Dalam sebuah risalahnya yang berjudul Tabyin al-'Ajab bima Warada fi fadhli Rajab, Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-Asqalani menyebut nama lain bulan Rajab dengan 18 nama. Yang terkenal adalah 'Al-Ashamm" (yang tuli), karena tidak terdengarnya gemerincing pedang yang saling beradu, disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan haram yang diharamkan adanya peperangan. Nama unik lainnya "Munashil al-Asinnah"(keluamya gigi), dengan maksud makna senada dengan nama pertama disebutkan, yakni anak panah besi yang dicopotkan seperti mencabut gigi.

Nama lainnya Al-Ashabb (limpahan), karena limpahan rahmat yang banyak diturunkan pada bulan itu.
Keutamaan Rajab termasuk dalam keumuman fadhilah bulan-bulan haram (Al-Asy-hur AI-Hurum), sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua betas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumf, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa." (QS At-Tawbah: 36).

Perincian empat bulan ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan AlBukhari dan Muslim, yakni tiga bulan yang berurutan (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram), dan satu bulan terpisah, yakni Rajab, yang terletak di antara bulan Jumadil Akhirah dan Sya'ban.
Bulan Rajab mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa bersejarah. Di antaranya hijrah pertama dalam sejarah Islam, peristiwa Perang Tabuk, peristiwa Isra dan Mi'raj, dan kelahiran ulama besar Imam Asy-Syafi'i.

Kedekatan Hati dengan Nabi
Saat kaum kafir Quraisy meningkatkan tekanan dan ancaman terhadap Rasulullah SAW dan para pengikutnya, beliau memerintahkan sebagian sahabat dan keluarganya untuk hijrah ke Habasyah.

Perintah itu turun ketika beberapa orang sahabat mengadukan perbuatan zhalim dan hinaan kaum kafir Quraisy yang kelewat batas. Tujuan hijrah ini di antaranya demi menjaga keselamatan iman dari ujian yang berat, menjaga keselamatan diri dari penganiayaan fisik, serta untuk merencanakan dan mengawali langkah barn bagi perjuangan Islam di mass berikutnya.

Habasyah, atau Abessinia, adalah nama kuno Ethiopia. Bangsa Habasyah adalah keturunan bangsa Semit. Bahasa mereka, Amhariyah, serumpun dengan bahasa Arab. Mayoritas penduduknya beragama Nasrani.

Pilihan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah ke Habasyah karena rakyatnya beragama Nasrani, yang juga monotheis, dan raja mereka, Najasyi, adalah seorang yang bijak dan memiliki kedekatan hati dengan Nabi SAW. Sikap bijak dan memberikan perlindungan Najasyi tampak saat utusan kafir Quraisy, Amr bin Ash dan Imarah bin Walid, ditolak mentah-mentah untuk menyerahkan kaum muslimin yang berlindung kepadanya.

Raja Najasyi juga amat terharu dengan uraian sahabat Ja'far bin Abu Thalib, yang, saat memimpin sahabatsahabat lainnya berhijrah, berhadapan dengan sang raja dan menuturkan keindahan syari'at Islam tentang shalat, puasa, zakat, dan akhlaq. Kekaguman Raja Najasyi kepada Nabi SAW, para sahabat, yang sangat teguh mengiringi langkah Nabi SAW, dan ajaran Islam, membuatnya berbangga hati negerinya dijadikan tempat hijrah tersebut. Bahkan, raja ini menyatakan keislamannya pada tahun 7 H/630 M.

Kedekatan Nabi SAW dengan Raja Najasyi juga tampak pada tahun 3 H/625 M ketika Nabi SAW tidak bisa menghadiri pernikahannya dengan Hafshah binti Umar bin Al-Khaththab, Raja Najasyi berkenan mewakili beliau. Kemudian ketika Nabi SAW sudah menetap di Madinah dan mendengar kabar mangkatnya Raja Najasyi, beliau menyelenggarakan shalat jenazah untuk menghormati jasa-jasanya bagi kaum muslimin.
Hijrah ke Habasyah terjadi dua kali. Pada hijrah yang pertama, ada 10 laki-laki dan lima perempuan. Di antara mereka ialah sahabat Utsman bin Affan dan istrinya, putri Nabi (Ruqayyah), Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Utsman bin Mazh'un. Mereka menuju Habasyah dengan menyeberangi Laut Merah dan mengarungi padang pasir yang kering dan tandus.

Perang Tabuk
Perang Tabuk atau Ghazwah Tabuk merupakan salah satu peristiwa peperangan terbesar dalam sejarah Islam pasca-hijrah yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW. Perang tanpa darah ini merupakan peperangan terakhir bagi beliau. Perang ini terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyyah/Oktober 631 M.
Keadaan cuaca saat itu sangat panes dan terik. Medan tempur itu, Tabuk, laksana butiran pasir yang berdebu dan menyilaukan. Ini padang pasir yang sangat gersang yang berada di utara Semenanjung Arab, jauh dari Makkah dan Madinah.

Kaum muslimin bergerak dengan kekuatan 30.000 bala tentara, termasuk 10.000 pasukan berkuda. Pasukan besar ini dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW sendiri. Sedangkan lawan, tentara Romawi, dipimpin raja dan panglima perang Heraclius.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah SAW bersama pasukan Islam mengadakan "perjanjian perdamaian" dengan penduduk di sekitar Tabuk. Rasulullah memberi jaminan keamanan kepada mereka selagi mereka tidak berbuat makar terhadap kaum muslimin yang tengah bersiap menghadapi peperangan ini. Seorang penguasa Ilah (sebuah kawasan dekat Tabuk) yang bemama Yuhana bin Ru'bah datang meminta perdamaian kepada Rasulullah SAW. la dan penduduk Ilah sanggup membayar jizyah.
Kesanggupan membayar jizyah dan mendapatkan perlindungan Rasulullah SAW juga diterima balk oleh penduduk Jarba dan Azruh. Rasulullah juga turut mengantar Surat tawaran tersebut kepada setiap kawasan di sekitar Tabuk.
Tujuan Rasulullah berbuat demikian untuk menguatkan perpaduan dan benteng pertahanan Islam, di camping menyampaikan dakwah Islamiyah Berta menyekat pergerakan musuh supaya tidak menggunakan perbatasan Syam sebagai pangkalan perang.

Akhirnya semua kabilah Arab di Tabuk menerima tawaran Rasul itu dengan tangan terbuka.
Hasilnya, tentara Islam di Tabuk semakin kuat dan berjaya memblokade gerak pasukan Romawi. Bahkan pasukan Romawi ketakutan dan beringsut dari medan nan gersang itu, lantaran melihat jumlah pasukan muslimin yang sedemikian besarnya.
Setelah semuanya berlangsung se-lama 20 hari tanpa pertumpahan darah setetes pun di Tabuk, pasukan muslimin beserta Rasulullah SAW kembali ke Madinah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar