Lemah Pencegahan Banjir, Manusia Terus Mengikis Daya Dukung Lingkungan
Berbagai peristiwa bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, menimbulkan kerugian sangat besar bagi manusia. Bencana ini, menurut Ketua Pusat Studi Kebumian dan Perubahan Iklim LPPM ITS Surabaya, Amien Widodo, tidak seharusnya terjadi bila masyarakat termasuk pemerintah melakukan upaya mitigasi bencana.
Amien Widodo mengatakan, sebagian besar daerah di Indonesia memiliki respon yang kurang baik saat terjadinya bencana, sehingga menimbulkan kepanikan dan permasalahan baru yang tidak seharusnya terjadi.
“Beberapa tempat responnya baik, tapi sebagian besar masih jelek, sehingga setiap terjadi bencana, kepanikan dari masyarakat masih banyak terjadi, padahal itu harusnya tidak boleh terjadi,” kata Amien Widodo, Pusat Studi Kebumian dan Perubahan Iklim LPPM ITS Surabaya, kepada Mongabay-Indonesia.
Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dengan iklim tropisnya, mendapat hujan dengan intensitas tinggi setiap tahun. Namun banyaknya aksi pembabatan hutan secara liar, menimbulkan daya dukung alam menjadi menurun.
Amien mengungkapkan bahwa penebangan hutan secara liar yang kemudian beralih fungsi menjadi permukiman dan industri, menjadikan air hujan yang turun tidak dapat terserap secara maksimal, melainkan lebih banyak yang mengalir kebawah sambil membawa material tanah yang tererosi.
“Kalau dilihat di beberapa tempat, sebagian besar karena hutannya digunduli, tanah yang tererosi menyebabkan pendangkalan sungai. Selain itu banyak orang yang membuat rumah di pinggir sungai, yang otomatis membuat sempit lembah. Masyarakat juga masih banyak yang membuang sampah sembarangan, terutama di sungai, yang ini dapat mengganggu aliran air karena sungai sudah menjadi dangkal. Kalau hujan dengan volume sama saja, air sudah menjadi melimpah debitnya,” papar Amien Widodo, ditemui di kampus ITS Surabaya.
Sementara itu pakar banjir dari Fakultas Teknik Sipil ITS Surabaya, Umboro Lasminto mengatakan, menurunnya daya dukung alam akibat aktivitas manusia yang nerusak menjadi penyebab utama banjir di beberapa daerah.
“Seperti penebangan hutan sehingga hutan gundul, perubahan tata guna lahan dari penampungan dan resapan air menjadi pemukiman dan industri. Tempat air mengalir berkurang sehinga menjadi lebih parah dari tahun ke tahun,” kata Umboro Lasminto.
Perilaku manusia yang merusak serta mengeksploitasi alam secara bebas menurut Umboro, menyebabkan kawasan lain yang semula tidak rawan banjir menjadi ikut terdampak karena luasan jangkauan banjir semakin meluas.
“Banjir Jatim karena sedimentasi Bengawan Solo, Bendungan Gajah Mungkur juga bermasalah. Banjir yang masuk perkotaan diperparah oleh buruknya sistem drainase dan saluran pembuangan air kecil ke sungai besar,” ujar Umboro.
Umboro menambahkan, meski banjir tidak dapat dicegah pada saat ini, namun upaya mencegah dan mengurangi banyak korban dapat dilakukan dengan memperkuat infrastrukur pengendali banjir.
“Saat musim hujan seperti ini sudah tidak bisa lagi mencegah banjir, pencegahan bisa dilakukan untuk menekan korban, seperti siap siaga pada hal yang memperparah, mengecek tanggul, memberi info agar masyarakat siap siaga, peringatan dini, memperbaiki sistem drainase agar tidak terhalang sampah maupun sedimen, serta menyiapkan pintu air dan pompa,” jabar Umboro.
Amien Widodo menambahkan, hingga kini pemerintah daerah maupun masyarakat masih berpikiran melakukan aksi saat bencana telah terjadi, bukan memikirkan antisipasi dan upaya pencegahan suatu bencana.
“Banyak orang dari pemerintah berpikiran itu sebagai musibah yang tidak bisa dihindarkan, kalau masih berpikiran seperti itu kita akan susah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, karena mereka akan berpikiran juga seperti itu,” kata Amien.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) lanjur Amien, lebih banyak bersifat responsif, dengan hanya menyiapkan logistik sambil menunggu bencana terjadi.
“BPBD kita sifatnya responsif, tidak mencari tahu apa sebabnya. Dulu tidak terjadi setiap tahun, tapi sekarang setiap tahun terjadi. Mitigasi harus dilakukan dan upaya antisipasi juga harus dilakukan jauh-jauh hari,” kata Amien yang meminta Pemda membuat dan memiliki peta bahaya di daerah-daerah rawan banjir dan bencana lainnya.
Masyarakat sendiri menurut Amien harus memiliki pemahaman dan sikap tanggap terhadap bencana, mengingat wilayah Indonesia berpotensi terjadi banyak bencana.
“Banyak angin puting beliung, banyak gunung apinya, gempanya, banjir dan tanah longsor, maka kita harus paham tentang itu, misalnya terjadi bencana terkait itu kita tidak boleh panik,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar